Aldephie berjalan dengan tangan memegangi sikunya. Bagaimana dia bisa tiba di lorong ini, masih menjadi hal yang berada di luar jangkauan pemikirannya. Suasana pengap yang membumbung di udara bercampur dengan bau amis dari sampah-sampah yang tersendat di antara aliran sungai selokan.
Gadis dengan tubuh tinggi itu bahkan bisa mendengar suara tikus berjalan dari tempatnya. Tempat yang sangat jelas akan disukai oleh tikus-tikus got. Selain dapat menyembunyikan dirinya, mereka juga dapat membawa makanan mereka dengan tenang tanpa harus was-was dengan keberadaan manusia. Aldephie bahkan menjerit kecil melihat seekor kecoak yang merayap dan terbang dari dinding sebelahnya. Ia membuat Vahmir ikut terkejut, tetapi pria tua itu menyadari bahwa Aldephie memang wanita yang akan berteriak dengan seekor kecoak kecil.Terima kasih atas dukungannya untuk SoFG ini 😠Tetap dukung SoFG ya, sampai jumpa chapter selanjutnya 💋
"Anda baik-baik saja, Nona?" Vahmir mengulurkan tangannya. Membantu Aldephie bangkit dari dalam air kubangan yang sangat bau dan menjijikkan. Aldephie menyambut uluran tangan itu dan segera naik. Jika boleh jujur dia merasa sangat malu karena sudah berpikir jelek mengenai Vahmir. Ditambah sebelumnya, Vahmir memintanya melepaskan sesuatu dengan menunjuk roknya. Jika Aldephie memutar lagi memorinya ke belakang, betapa malunya ia mengira Vahmir menyuruhnya untuk menanggali baju-bajunya. Aldephie bahkan berpikir sesuatu yang erotis. Dengan pria paruh baya? Dan di dalam gorong-gorong? Astaga! Yang benar saja! Ia bahkan tidak memikirkan pria lain selain Cleon. Hanya ada Cleon dan Cleon dan akan selalu ada Cleon di dalam dirinya. Dia tidak bisa membayangkan jika nantinya orang yang akan melakukan hubungan erotis dengannya bukanlah Cleon. Apa ia harus me
"Dasar bodoh! Bodoh! Manusia bodoooohhh!!!!" Anastazja menarik napas dalam-dalam. Memaksakan angin pantai di malam hari mengisi penuh paru-parunya. Pada akhirnya, dia harus kembali ke tempat di mana ia terbangun dari tidur panjang sebelumnya. Sambil meneriakkan ribuan kalimat makian untuk Helio ke langit yang malam itu penuh dengan kelap-kelip yang indah. Ia menjatuhkan dirinya di atas pasir pantai yang putih. Dalam radius pandangan matanya, langit begitu cerah dengan sedikit awan menggantung, juga bintang-bintang yang turut serta menghiasi. Sementara rembulan berdiri tepat sejajar dengan keningnya. Entah karena semilir angin sejuk juga musik dari ombak yang begitu menggelitik telinga, atau hangatnya pasir yang sebelumnya terbakar matahari meski hari sudah berganti gelap, Anastazja merasa kantuk menyerangnya secara perlahan.
Malam yang seharusnya indah dengan cahaya kelap-kelip bintang di langit, juga keromantisan dari merdunya nyanyian ombak berubah hancur hanya dalam satu jentikan jari. Beruntung Anastazja segera sadar. Dia bangun dengan kesadaran yang belum penuh sembari panik mencari tempat berteduh. Karena sudah berlari sepanjang pantai dan tidak menemukannya, akhirnya gadis itu kembali ke gua pertama kali ia muntah. Sebenarnya dia jijik sekali harus kembali ke sana. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Dia tentu tidak ingin tubuhnya basah kuyup karena itu akan membuat daya tahan tubuhnya menurun. Dia juga tidak ingin kembali ke pondok itu dan meminta maaf pada Helio. "Lebih baik aku bermalam dengan para semut, atau entah apa pun itu dari pada harus memohon maaf pada—" Anastazja menjerit ketika kilat seolah terasa dekat padanya. Disusul gemuruh petir yang sangat keras. Sepert
Cleon menyandarkan punggungnya di atas bantal yang ia tata rapi pada bagian kepala tempat tidur. Setelah banyaknya pemukulan-pemukulan yang terjadi pada dirinya, ia merasa bahwa ia harus sedikit mengistirahatkan tubuhnya. Namun, meski beberapa kali matanya terpejam, pikirannya tetap terbawa oleh dua orang kakak beradik black blood yang sebelumnya tertawan di rumahnya. Pertanyaan demi pertanyaan pun hadir memenuhi ruang berpikir dalam kepalanya. "Tuan," bisik Vahmir memasuki kamar Cleon dengan berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Cleon mencoba untuk beranjak dari sandarannya, tetapi Vahmir mengangkat telapak tangannya, menandakan bahwa ia baik-baik saja. Cleon pun membalasnya dengan mengangguk. "Bagaimana?" tanyanya membuka percakapan ketika Vahmir sudah tepat berdiri di sampingnya. Pria tua itu mengangguk dengan wajah yang sangat tenang. Membuat Cleon terse
Helio melemparkan handuk ke depan Anastazja. Meski merasa kesal, tetapi ia menerimanya dengan baik. 'Kenapa? Kenapa aku harus menerimanya? Argh! Aku tidak punya pilihan lain,' batinnya terus saja bertengkar dengan otak. Ia sempat mengulurkan tangan, hendak mengambil handuk itu, tetapi lagi-lagi otaknya berkeras untuk menolak pemberian Helio. Bagaimanapun laki-laki yang ada di dekatnya itu bukanlah seseorang yang baik! Otaknya meyakini itu. Namun, hatinya justru meyakini sebaliknya. Entah mantra apa yang sudah Helio berikan, batinnya merasakan adanya ikatan kuat antara dirinya dengan Helio. "Aku memberimu handuk untuk mengeringkan itu, bukan hanya untuk dipandang. Itu handuk, bukan pajangan!" tegasnya menunjuk rambut merah Anastazja yang lepek. Anastazja beralih memandang Helio. Ia cukup heran dengan perubahan sika
"Yak, silakan kamu keluar dari sini." Anastazja yang belum menyelesaikan kunyahan tersedak perlahan. Terkejut dengan perkataan Helio barusan. Ia lalu memandang Helio bingung. Seribu pertanyaan yang dimulai dengan "ada apa" dan "kenapa" membanjiri kepala merahnya. "Eh?" Tatap Anastazja bingung. "Kau lupa? Aku hanya mengizinkanmu menginap selama semalam. Aku bahkan memberimu servis tambahan dengan merawatmu, menbuatkanmu bubur, juga menyeduhkanmu teh chamomile kesukaanku. Itu sudah sangat lebih dari cukup untukmu. Aku juga sudah meminta maaf dan mengembalikan kalungmu. Lalu, apalagi urusanmu denganku?" Mendengar perhitungan Helio membuat wajah Anastazja berubah merah padam. Ia sangat tidak menyangka laki-laki yang ada dihadapannya adalah laki-laki yang sangat memperhitun
"HUWAAA!!!" Itulah jeritan pertama yang keluar dari bibir Helio saat ia tiba di pondok dan mendapati Anastazja tengah berdiri dengan tangan dilipat di depan dadanya dan mata yang membulat besar. Rambutnya pun acak-acakkan, beberapa bahkan terurai ke depan menutupi wajahnya. "Ck! Apa yang kau lakukan di situ? Kukira aku melihat hantu!" Helio memprotes sikap Anastazja barusan. "Tidak ada hantu di siang bolong!" bela Anastazja dengan suara serak. Helio tidak mendengarkan pembelaan Anastazja dan berlalu begitu saja meletakkan barang-barang yang ia bawa ke tempat penyimpanannya semula. Sebuah ruang kecil tanpa pintu, atau bahkan tembok yang menutupinya. Hanya ruang kecil yang berada tepat di bawah tangga. "Sial! Benar saja alat pancingku tertinggal," ucap Helio mengh
"Silakan, Tuan," ucap sang gadis ajudan menyerahkan selembar map berisikan dokumen-dokumen yang Hakim tertinggi minta. "Kau sudah mengecek semuanya?" tanyanya hati-hati. Ia tentu tidak ingin rencananya gagal. Karena ia sudah berjalan sejauh ini, ia tidak bisa kembali memulai segalanya lagi dari awal. Terlalu melelahkan! Gadis itu mengangguk mantap. "Sudah saya cek semuanya, saya pastikan tidak ada seorang pun yang akan mempertanyakan keputusan yang akan Tuan ambil." "Kerja bagus. Lalu, bagaimana dengan permintaanku yang satunya?" Gadis itu kembali melangkah maju. Menyerahkan sebuah map berwarna hitam pada atasannya. "Target sudah ditemukan, Tuan. Tepat seperti dugaan kita ketika para anak-anak bergerak, target memang berada di sana. Sebuah gubuk kecil ya