Mendapati kekasihnya menikah diam-diam di belakangnya, Pijar merasakan patah hati yang begitu luar biasa. Hubungan yang tadinya baik-baik saja itu berakhir mengenaskan. Di saat luka hatinya masih basah, Pijar justru bertemu dengan Elang Bamantara. Mereka dipertemukan oleh keadaan yang tidak tepat. Ada sebuah rahasia di antara keduanya yang belum terselesaikan. Pertemuan itu membuat Elang merasa diuntungkan. Sedangkan bagi Pijar, pertemuannya dengan Elang adalah sebuah petaka. Sayangnya, Pijar tak bisa menghindar dan mengharuskannya berada di sisi Elang Bamantara. ***
View MorePijar tidak tahu orang gila mana yang mendatangi tengah malam begini di saat dia sudah terlelap tidur. Melihat jam, sudah pukul 23.45. Dia tak pernah mendapatkan tamu semalam ini sebelumnya. Namun, bel rumahnya terus saja berbunyi dan membuatnya harus mengalah untuk membukakan pintu. Ketika dia mengintip dari jendela rumahnya, dia mendapati Elang berdiri di sana dengan ekspresi dingin. Hanya berpakaian seadanya menunggu pintu rumah terbuka. “Lang.” Pijar terkejut melihat keberadaan Elang yang sudah tengah malam datang ke rumahnya. Tiba-tiba saja, lelaki itu memeluk Pijar dengan erat. “Selamat ulang tahun, Tuan Putri.” Begitu katanya tepat di telinga Pijar. Lelaki itu mencium pundak Pijar yang terlapis baju. Pijar terkejut. Ulang tahun? Sekarang tanggal berapa? Itulah yang berputar di dalam pikirannya. “Aku ulang tahun?” tanyanya kepada Elang yang kini tengah memeluknya. “Aku lupa.” Elang melepaskan pelukannya, menatap mata Pijar yang sayu khas orang bangun tidur. Senyuman kecilny
“Aku akan pergi untuk penyuluhan di desa-desa. Mungkin sekitar satu atau minggu. Bisa juga satu bulan.” Pijar mengatakan itu kepada Elang sebagai penyampaian jika dia akan pergi. Sigma sedang bekerja sama untuk membangun sekolah gratis di desa terpencil dan dia mendapatkan peran sebagai pengawas. Sebagai perusahaan besar, hal semacam itu sering dilakukan oleh Sigma dan Infinity sebagai amal. Elang yang sedang membaca email di tabletnya itu lantas mengernyit. Dia tahu tentang kegiatan tersebut, tetapi tidak berpikir jika Pijar akan ikut serta di dalamnya. Apa-apaan itu. Mereka baru saja resmi menjadi pasangan yang sudah bertunangan, tetapi Elang akan ditinggalkan. “Aku nggak izinkan kamu ikut acara seperti itu. Tugaskan orang lain dan tidak perlu kamu yang melakukannya. Leo yang ajukan kamu?” “Bukan. Aku sendiri yang mengajukan diri.” Pijar berucap santai seolah-olah Elang tidak pernah mempermasalahkannya. Elang meletakkan tabletnya di sampingnya dengan kasar karena merasa kesal.
“Aku mencintaimu dahulu, sekarang, besok, dan seterusnya.” Kalimat itu terngiang di telinga Pijar. Elang benar-benar tidak berubah. Masih sama seperti dulu ketika mereka masih berpacaran. Lelaki itu tak pernah sungkan mengatakan jika dia mencintai Pijar. Dia memperlakukan Pijar yang utama dibandingkan dengan apa pun dan siapa pun. Elang adalah definisi lelaki yang tidak suka berpindah hati. Jika dibandingkan Aurora dengan Pijar, maka mungkin Aurora lebih cantik dan bersinar. Namun, Elang bahkan tidak sekalipun melirik perempuan itu kecuali dia memanfaatkannya. “Bagaimana keadaan Elang sekarang?” Pertanyaan ibu Pijar membuat perempuan itu terkejut. Dia menoleh dan mendapati ibunya sudah duduk di sampingnya. “Udah mulai kerja?” tanyanya lagi. “Masih belum kerja, Bu. Dia kelihatan udah sehat, tapi capek sedikit aja kemarin badannya panas lagi.” Tabiat tipes memang susah untuk dimengerti. Persis seperti Elang. Lelah sedikit saja, panas tubuhnya meningkat lagi. Pijar benar-benar harus
“Kamu pikir nikah itu seperti beli cabe?” Almeda melototi Elang yang sudah duduk sambil menatap tiga orang di depannya. Perempuan paruh baya itu sepertinya sudah tidak sabar dengan tingkah putranya yang seenaknya sendiri. “Pijar berhak berpikir apa kamu pantas atau tidak diterima menjadi suaminya!” Gema pun ikut angkat bicara. “Kamu itu sudah tua, tingkah kayak anak kecil.” Gema yang sejak tadi membiarkan Elang bertingkah semaunya itu akhirnya mengeluarkan unek-uneknya. Bukan hanya Pijar yang dibuat kesal, orang tuanya juga terlihat kesal dengan tingkah Elang. “Papa ini harusnya belain aku. Aku ini anak Papa, lho. Kalau aku diterima sama Pijar, sebentar lagi kalian akan punya menantu,” balas Elang terlihat licik. Pijar tidak menanggapi dan membiarkan lelaki itu berbuat sesuka hatinya. Dia menatap Gema dan Almeda bergantian. “Bu, Pak, terima kasih karena sudah memberikan saya waktu untuk berpikir. Jujur saja, saya masih belum ada keinginan untuk menikah cepat-cepat.” “Nggak usah
“Mas, aku minta maaf. Aku hari ini nggak bisa ke rumah sakit. Elang juga masuk rumah sakit semalam.” Entah kebetulan seperti apa, tetapi ketika Pijar keluar dari sebuah toko baju, dia mendapati Noah baru saja keluar dari sebuah restoran di samping toko. Lelaki itu baru saja meeting dan pertemuan itu akhirnya terjadi. “Elang sakit?” tanya Noah terkejut. “Iya. Dia kena tipes.” Wajah lelah Pijar tak bisa ditutupi. Noah mengajak Pijar masuk ke dalam restoran agar mereka setidaknya bisa mengobrol meskipun sebentar. Pijar tak menolak dan mereka duduk berdua di sebuah meja di sudut restoran. “Kamu terlihat lelah banget, Jar.” Begitu Noah mengawali obrolan. “Kamu semaleman nunggu dia?” Pijar tersenyum. Dia tak mungkin mengatakan secara gamblang apa yang dilakukan oleh Elang yang kekanakan. “Iya, Mas. Kebetulan aku semalem yang bawa dia ke rumah sakit.” “Lho, emang orang tuanya ke mana?” “Dia tinggal di apartemen sendirian. Dia juga nggak bilang kalau sakit, sekretaris pribadin
“Jangan bilang sama Mama kalau aku di rumah sakit, ya, udah cukup kamu di sini aja.” Setelah dua jam berlalu, panas Elang tak kunjung turun. Pada akhirnya Pijar meminta Adam untuk membantu Elang membawa ke rumah sakit. Ternyata setelah dicek, bukan hanya demam biasa melainkan sakit tipes. Parahnya lagi, Elang tidak ingin orang tuanya dihubungi. Baginya sekarang keberadaan Pijar sudah cukup. Pijar bahkan harus meminta izin kepada Leo untuk tidak masuk kantor. Semua itu gara-gara permintaan si bocah tua bernama Elang. Pijar sebenarnya juga merasa kesal, tetapi dia harus menjaga lelaki itu. “Ayo, makan dulu!” Pijar sudah benar-benar lelah ketika dia harus membujuk Elang untuk makan. Ini sudah waktunya jam makan siang dan Elang sulit sekali diminta makan. “Pahit, Jar, ya ampun. Udah, nggak usah makan. Temani aja sini.” Pijar semalam hanya tidur sebentar dan sekarang dia juga harus menemani Elang yang rewelnya minta ampun. Dia sudah seperti merawat suaminya saja sekarang. Kalau saja A
“Padahal ada harapan besar untuk kalian bersama. Tante ingin sekali kamu dan Noah menikah.” Kali ini ibu Noah tidak bisa menutupi kekecewaannya ketika mengatakan itu. Pijar sudah mengatakan tentang hubungannya dengan Noah, juga hubungannya dengan Elang. Dia ingin semuanya menjadi jelas dan tidak ada yang perlu ditutupi. Hatinya tak bisa dibohongi. Cintanya dengan Elang memang sudah melekat erat di dalam hatinya. “Saya minta maaf karena sudah mengecewakan Tante. Saya hanya ingin semua ini menjadi jelas. Saya memang belum menerima Elang sepenuhnya, tapi perasaan saya tidak bisa dibohongi.” Sejak awal, dia sudah menganggap Noah sebagai kakaknya. Pijar memang merasa jahat, tetapi dia juga tidak bisa memaksakan hatinya. Elang memang brengsek, hanya saja si brengsek itulah yang sanggup membuatnya jatuh cinta. “Apa tidak ada celah untuk Noah masuk dalam hati kamu, Jar?” Perempuan paruh itu tampaknya tidak ingin menyerah. “Sedikitpun tidak masalah bagi Tante, Jar.” Pijar merasa bersalah,
“Calon suami?” Ibu Noah terkejut luar biasa mendengar jawaban Elang. Pijar menutup matanya erat karena ulah Elang. Tidak seharusnya dia mengatakan itu di depan ibu Noah. Perempuan paruh baya itu tampak bingung ketika menatap Elang dan Pijar bergantian. “Kamu … punya pacar, Pijar? Bukannya kamu sedang dekat dengan Noah?” “Ma!” Noah mendekat. “Jangan pikirkan apa pun dulu. Yang penting sekarang adalah Mama sembuh.” “Tapi, Noah ….” “Pijar, udah malam. Jam besuk juga udah habis. Kamu bisa pulang dulu. Besok bisa kesini lagi.” Noah tentu tidak ingin kalau ibunya menjadi terbebani dengan masalah perjodohan dirinya dengan Pijar. Bukan hanya itu, terlihat sekali Elang tidak akan bisa mengalah dan menahan ucapannya. “Kalau begitu, kami pulang dulu, Mas.” Pijar menyetujui ucapan Noah. Dia pamit dengan ibu Noah meskipun perempuan paruh baya itu masih terlihat bingung. “Kamu itu tolong tahan ucapan kamu dong, Lang.” Sampai di luar rumah sakit, Pijar segera menegur Elang. “Tante itu lagi sa
“Gimana keadaan, Tante, Mas?” Pijar terlihat khawatir ketika mengeluarkan pertanyaan itu kepada Noah. Dia baru saja pulang dari kantor ketika sang ayah mengatakan jika ibu Noah masuk rumah sakit. Ayahnya meminta agar Pijar menjenguk perempuan paruh baya itu sebagai perwakilan dirinya. Baru saja dia memarkirkan mobilnya, dia kembali pergi bahkan belum sempat untuk masuk ke dalam rumah. “Masih ditangani dokter, Jar.” Noah terlihat lemah ketika mengatakan itu. “Kok kamu bisa tahu kalau Mama ada di rumah sakit? Aku belum kasih tahu kamu, ‘kan?” “Ayah yang bilang. Jadi, aku langsung cepat-cepat dateng. Kejadiannya gimana, Mas?” Noah menarik napasnya panjang sebelum menjawab. “Mama tadi katanya sesak napas. Terus pingsan. Aku nggak tahu kenapa karena beliau nggak punya riwayat penyakit dalam.” “Tante pasti baik-baik saja.” Pijar segera bersuara untuk menguatkan Noah. Dia ingat betul bagaimana rasanya ketika orang tua sedang terbaring sakit di rumah sakit. Dia pernah mengalaminya ketika
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.