Share

BAB 4

Mita semakin mengamati Midas. Lelaki itu terlihat sangat pucat saat Clara masuk dengan tubuh dipenuhi darah di atas brankar dorong.

'Clara, apa yang kau lakukan?'

Midas memegang kepalanya. Sangat panik. Dia mengikuti para dokter dan suster masuk ke dalam ruang operasi. Tentu saja dia tidak akan pernah masuk ke dalam, karena suster menahannya. Midas hanya bisa menunggu di luar dan bersembunyi.

"Kenapa kau?" tanya Mita mengejutkan Midas.

Mulut Midas masih tertutup rapat. Dia tidak akan pernah mengatakan apa pun. Walaupun Mita semakin menatap tajam dan mendekatinya.

"Apa kau mengenal Clara?" tanyanya kembali dengan kedua alis mengerut dalam. Midas masih saja bergeming kaku. "Sudah jelas kau menyebutkan namanya dengan keras."

"Aku harus pulang. Aku tidak mengenal Clara," balas Midas menunduk. Dia bergegas untuk pergi dari sana. Langkah itu terhenti karena Mita menahan lengannya.

"Ke mana kau selama ini, Midas? Kau meninggalkanku begitu saja hampir 10 tahun. Lalu, kau kembali sebagai narapidana? Midas! Katakan ada apa?" tanya Mita tegas. Dia meninju pundak kanan Midas. "Selama ini aku menunggumu. Tapi, kau seolah-olah menganggapku tidak ada. Apa kau pikir aku wanita murahan, kau tinggalkan aku begitu saja--"

"Mita hentikan!" bentak Midas sembari memegang kepalanya yang mendadak pusing.

"Bukan saatnya membicarakan masalah ini. Aku harus pergi."

"Midas!" teriak Mita sama sekali tidak dihiraukan Midas. Dia segera berlari keluar rumah sakit. Bersembunyi di balik pohon, dan memastikan tidak ada yang melihatnya. Midas ingin sekali bertemu Clara.

"Gadis bodoh! Kenapa dia mengorbankan nyawa demi aku kembali?" gumamnya masih sangat panik. Midas hanya bisa duduk di bawah pohon tepat di parkiran mobil sambil mengamati jam tangan pemberian Nyonya Lupes.

Waktu tepat menunjukkan satu jam. Midas segera beranjak. Mengamati sekitar, memastikan tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Dia ingin kembali ke dalam, mengetahui keadaan Clara.

"Aku akan pergi. Ya, aku harus menemui Clara," gumamnya lalu berjalan cepat kembali masuk ke dalam melalui jalan samping. Midas mengendap-ngendap masuk ke dalam ruang dokter dan kembali mengambil satu baju. Dia segera memakai dan mulai aksinya.

Kepalanya terus menunduk dan mulai berjalan. Namun, dia tidak menemukan kamar Clara. Hingga dia melihat Brian dan Tomi, serta beberapa dokter senior berjalan cepat.

"Mereka pasti menuju kamar Clara," gumamnya sembari mengikuti mereka. Dan memang benar. Kamar itu dijaga sangat ketat. "Bagaimana aku bisa masuk?" ucapnya cemas.

"Midas?"

Suara mengejutkan berada dari belakang. Ardi terkejut melihat Midas mengenakan pakaian dokter. Midas pun tak bisa berbicara dan hanya terdiam kaku.

"Kau ...," tunjuk Ardi sambil menatap Midas dari atas sampai bawah. "Kau mirip dokter yang mengoperasi ibuku. Apakah kau--"

Midas menarik lengan Ardi dan membawanya pergi dari sana. Midas segera melepaskan pakaian itu dan meletakkan di atas kursi penunggu begitu saja. Dia terus berjalan cepat sampai keluar rumah sakit.

Ardi menarik lengannya dan menghentikan langkah Midas. Dia bersedekap dan menatap Midas tajam.

"Katakan ada apa ini?" tanya Ardi tegas. Ardi semakin mendekati Midas yang masih bergeming kaku. Namun, ponselnya berdering. Ardi segera menerimanya.

"Midas? Ibu sadar dan ingin bertemu Midas?" Dengan kebingungan Ardi menutup ponselnya. Dia berkacak pinggang sambil memandang sosok di hadapannya. "Sebaiknya kau jelaskan di dalam kamar Ibu," ucapnya lalu menarik Midas.

Mereka berjalan cepat menuju kamar Lupes. Ardi sangat senang ibunya bisa tersenyum melihat kedatangannya. Ardi segera memeluk sang ibu. Sementara, Midas berdiri di depan ranjang dengan menundukkan kepala.

"Midas, kemarilah," ucap Lupes. Ardi hanya mengernyit, melihat sang ibu sepertinya sangat mengenal Midas.

"Nyonya, bagaimana napasmu?" tanya Midas lalu memeriksa denyut nadi sambil memejam. Lalu merasakan denyut itu. Ardi semakin tak mengerti. Kenapa Midas bisa melakukannya?

"Anda akan sembuh. Tapi, jangan memakan kacang dulu. Aku tahu Anda melanggarnya bukan?" lanjut Midas tersenyum.

"Siapa kau Midas?" tanya Ardi kembali. "Kau pasti dokter--"

"Ardi, aku harus bicara dengannya. Tapi, kau bisa di sini. Karena ibu tahu, kau bisa membantu Midas," ucap Lupes malah membuat keduanya terpaku. Ternyata memang Lupes mengetahui sesuatu.

"Tidak ada yang mau menolong seseorang di jalanan begitu saja bukan? Aku sahabat ayahmu Leonidas." Tentu saja Midas sedikit terperanjat. Dia mendekati Lupes dan menatap tajam.

"Saat dia akan membawamu ke negara J setelah lulus SMA, dia menghubungiku. Jika terjadi sesuatu kepadamu, aku harus menolongmu. Dan aku tidak percaya kau malah kembali ke Indonesia atas tuduhan membunuh ayahmu."

Lupes melambai, membuat Midas kini memegang telapak tangannya. "Leonidas tidak mungkin mati di tangan anaknya. Dia memberimu sebuah rahasia yang luar biasa. Aku tidak mengerti itu. Tapi, kau harus menjaganya."

"Kenapa Nyonya tidak mengatakan kepadaku?" Midas melepaskan telapak tangan itu. Dia sedikit kecewa dengan rahasia itu. Tapi, Lupes selama dua tahun ini sangat baik dengannya. Midas tidak akan pernah marah dan berusaha mengerti.

"Clara menghubungiku, dan mengatakan saatnya kau datang. Kembalilah ke rumah sakit ini. Carilah kebenaran itu. Raih kembali julukan ayahmu dulu. Sang Legenda."

"Tapi aku tidak bisa, Nyonya." Midas berdiri. Dia sangat frustasi. Dia memejam, mengingat kebersamaan dia dan ayahnya di negara sakura, yang berakhir dengan tragis. Kedua tangannya mengepal keras. "Aku sudah melakukan sesuatu yang luar biasa dan mereka bertepuk tangan saat aku menyembuhkan anak itu. Tapi, mereka malah menjebakku. Membuat aku menjadi lelaki biadab!"

"Justru jika kau tidak membalas semua, ayahmu akan bersedih. Jadilah Dokter Midas yang sangat luar biasa. Sentuhan dahsyat tanganmu itu, akan membuatmu kembali meraih apa yang diinginkan ayahmu."

Midas tak tahu harus bagaimana. Dia duduk dengan lemas.

"Kalau aku jadi kau, aku akan menghajar siapapun yang melakukan itu. Aku percaya kepadamu, Midas. Hei, kau lelaki. Jangan cengeng." Ardi kini terkekeh pelan. "Ah, ternyata kau dokter gadungan itu? Aku mengetahui ayahmu. Tidak aku sangka kau anaknya."

Midas tertawa kecil. Menerima tos yang diberikan Ardi. Leonidas adalah dokter sangat terkenal di Indonesia. Bisa melakukan operasi sulit yang jarang dilakukan seorang dokter. Namun, dia hidup sangat sederhana dan menutup rapat identitasnya. Hingga dia mendadak menuju ke negara J karena ayahnya memanggilnya. Kakek Midas berasal dari negara J dan menikahi orang Indonesia. Pengusaha kaya raya di sana.

"Aku tidak menyangka ayahku sangat kaya di negara itu. Ayah memilih ke rumah lama Nenek karena tidak mau melanjutkan usaha Kakek. Tentu saja Kakek marah. Saat datang ke negara itu bersamaku, dia menampar ayahku."

"Lalu, apa yang kalian lakukan di sana sampai kau dituduh membunuh ayahmu dan dibawa ke Indonesia?" tanya Ardi penasaran.

"Aku ... tidak bisa mengatakannya," balas Midas. "Nyonya benar. Aku akan mencari kebenaran itu."

Midas semakin tak percaya, saat melihat Lupes dengan lemas melambai ke arah Ardi dan menunjuk ponselnya di atas nakas. Ardi bergegas memberikan ponsel itu kepada ibunya. Dengan bergetar wanita itu menekan nomor seseorang.

"Dia akan kembali. Dua hari lagi, atur semua. Posisinya sebagai kepala dokter utama. Bukankah itu permintaan Clara?"

Midas semakin terkejut. Ternyata Lupes memang ada hubungannya dengan ini.

"Pulanglah, dan persiapkan dirimu, Midas. Ah, aku juga ingin perawatan di rumah saja. Besok bawa aku pergi dari sini."

"Ada apa ini?" Brian mendadak masuk. Mengejutkan semua orang.

"Hmm, dokter terbaik rumah sakit ini akhirnya muncul," sela Ardi. "Ibu ingin perawatan di rumah. Tentu saja kau harus melakukannya," lanjutnya tersenyum sambil menepuk pundak kakaknya.

"Aku tidak percaya dokter gadungan mengoperasi Ibu. Kami masih mencari buronan itu," gumam Brian kesal sambil memeriksa ibunya.

"Baiklah, kita akan pulang." Ardi menarik Midas keluar kamar. Dia tidak mau terjadi pertengkaran di sana. Namun ...

"Tunggu!" teriak Brian. Dia mendekati Midas, "aku mendengar kau melakukan perjanjian dengan Tomi. Berani sekali kau melakukan itu? Emangnya siapa kau bisa mengalahkan dia?"

"Bagaimana jika dia bisa?" ucap Ardi mengejutkan Brian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status