"Buk, ayo kita temui pengantinnya dulu," ucap Rasya menginterupsi ibunya."Iya, pestanya meriah sekali. Dokter Raja itu orang kaya ya," tanya Mami Maria melihat banyaknya tamu undangan yang hadir. Serta tatanan dekorasi yang begitu mewah dan megah."Iya Mi, Raja kan pewaris rumah sakit islam dan juga cucu dari Kiai Hasan, pantas saja kalau acaranya semegah ini. Aset ayahnya banyak di mana-mana. Bahkan universitas yang ada di sekitaran Al Hasan milik keluarganya," jawab pria itu sedikit banyak tahu silsilah keluarganya.Pria itu memang sudah ningrat sejak kecil. Tentunya dari background keluarganya yang memang sudah berada dari dulu.Mami Maria merasa takjub, dia juga baru menyadari kalau semua tamu undangan yang hadir tidak diperkenankan membawa amplop atau hadiah semacamnya. Orang kaya memang beda. Mereka memang sengaja mengadakan syukuran akbar untuk menyambut hari bahagia putranya."Mi, kok Rasya kaya nggak asing sama pengantin perempuannya," ucap pria itu baru menyadari ada hal ya
"Biar aku lihat dulu, mana tahu sama ummi," ucap Raja mencoba tenang. Walaupun sebenarnya dalam hati cemas luar biasa. Apalagi melihat istrinya yang sudah panik, hatinya makin tak karuan. Raja keluar, mencari-cari mana tahu baby Zava digendong keluarga lainnya. Namun, semua orang terlihat sibuk. Di luar juga kedua orang tuanya dan orang tua Ruma sedang tidak menggendong Zava, lalu di mana bayi kecil itu berada. "Ya Allah ... kamu di mana sayang," gumam pria itu cemas. "Ja, kenapa?" tanya Shaka menghampiri kerabatnya. "Ka, kamu lihat bayi sku nggak? Zava sama siapa ya?" tanya pria itu mulai kalut. "Adek Zava bukannya tadi dijagain sama Mbak Ika ya." "Iya, tapi Ika sholat, dia malah nidurin Zava di kamar. Tapi nggak ada, Ka, kamu coba tolong bantuin nyari ya. Msna tahu digendong budhe, atau siapa gitu. Kasihan istriku mau kasih ASI-nya sampai penuh." "Iya, iya, aku bantu nyari sebentar," ujar pria itu bergegas. Ruma tentunya tidak diam saja. Dia keluar menanyakan langsung
Nyonya Maria tak bisa mengendalikan putranya. Dia kalut dengan wajah kebingungan melihat Zava kembali dibawa pergi."Rasya, jangan Nak, kasihan Zava. Ayo berikan pada Mami. Dia masih kecil sayang, dia tidak bersalah," bujuk Nyonya Maria mengiba."Mami jangan ikut campur, sudah kubilang, dia tidak akan pernah aku serahkan pada mereka. Bayi ini seharusnya milikku, Ruma hamil saat masih menjadi istriku. Dia berbohong, pengadilan tidak mungkin akan mengesahkan perceraian kita kalau tahu Ruma hamil. Dia berbohong."Rasya merasa sangat terkhianati. Apalagi melihat mantan istrinya begitu bahagia bersanding dengan sahabatnya, hati Rasya sakit. Dia tidak bisa menerima itu, sementara dirinya menderita sepenuh hati."Mami tahu kamu kecewa, marah, tapi tolong jangan libatkan Zava, kalau memang benar kamu menyayanginya. Berikan pada mami, sayang, mami yang akan mengurusnya. Nanti mami musyawarahkan ke Ruma."Perempuan paruh baya itu terus memohon. Mencoba menyadarkan kekeliruan putranya. Dia tahu
Ruma terdiam dengan tangis. Dia tidak percaya Rasya sekejam itu. Terlihat jelas wajah kalut Raja sembari terus mengemudi. "Ayo Raja, lakukan! Talak Ruma sekarang! Atau kamu mau melihat bayi ini aku lempar ke jalanan!" ancam Rasya tak sabar. "Jangan Rasya! Tolong jangan sakiti Zava. Aku minta maaf, tolong jangan apa-apain anakku!" jerit Ruma terdengar memilukan. "Tenang sayang, aku akan memaklumimu. Kembalilah padaku, kita bisa mempunyai anak yang lucu-lucu," sahut Rasya benar-benar gila. Ruma menggeleng, dia tidak mau mengakhiri pernikahan yang baru saja dibinanya. Terlebih mereka saling mencintai. Berharap ada solusi atas semua ini. "Tolong berhenti Mas, jangan sakiti Zava." "Aku hanya akan berhenti setelah Raja menceraikan kamu, sayang," sahut Rasya tetap dengan pendiriannya. Raja merampas handphone di tangan Ruma, lalu mengakhiri panggilannya. Dia tidak mungkin menuruti permintaan gila Rasya yang jelas tidak masuk akal. "Mas, kenapa malah dimatikan? Kita nanti
Sudah dua hari baby mungil itu tergolek tak berdaya di ruang NICU. Ruma harap-harap cemas menunggu. Setiap kali pumpink ASI, pasti sambil nangis. Rindu sekali dengan tangis dan berisiknya. "Sayang, ummi bawain makanan kesukaan kamu. Dimakan dulu ya, udah selesai kan pumpinknya."Raja masuk sembari membawa bekal titipan ibunya. Pria itu harus memastikan nutrisi istrinya terpenuhi dengan baik. "Nanti Mas, belum lapar," jawab Ruma tak berselera sama sekali. Makan hanya karena perut lapar saja. Benar-benar tidak bisa merasakan dengan nyaman. "Sini Mas suapin," bujuk Dokter Raja sedikit memaksanya. "Aku bisa makan sendiri Mas," tolak Ruma merengut. "Iya tahu, tapi nggak pa-pa kan kalau buya-nya Zava ingin menyuapi umumnya Zava."Mau tidak mau akhirnya Ruma membuka mulutnya. Dia pasti makan walaupun nunggu nanti saja. Tetapi Raja malah yang terlihat begitu khawatir. Sudah anaknya sakit, istrinya tidak boleh sampai ikutan drop memikirkannya. "Mas, apa belum ada perkembangan untuk Zava.
Raja terjaga setelah mendengar deringan alarm ponselnya memekik. Pria itu merasakan kepalanya sedikit pening. Tidak biasanya ia terbangun dengan keadaan begini. Walau ia merasakan stamina tubuhnya begitu berbeda.Pria itu merasa asing menatap sekitar. Jelas sekali ini bukan kamarnya. Lalu di mana? Ia menoleh memastikan keadaan. Netranya hampir melompat dari tempatnya kala mendapati bahu seputih susu terpampang di depannya."Astaghfirullahalazim ...," ucap pria tampan itu shock seketika. Ia langsung memandang dirinya sendiri dengan perasaan tak terduga.Hatinya bergemuruh kala mendapati pakaiannya, dan juga pakaian gadis yang kini masih lelap di bawah selimutnya itu berserakan di lantai kamar.Raja bergegas turun dari ranjang. Memungut pakaiannya dengan kasar, lalu beranjak ke kamar mandi. Sungguh ini tidak benar. Apa yang telah terjadi. Mengapa dia bisa satu kamar dengan seorang gadis.Bukan hanya itu, dia telah melanggar norma agama yang seharusnya tidak boleh dilakukan tanpa adanya
Ruma berjalan cepat meninggalkan kamar enam kosong enam. Dia tidak mendengarkan seruan Raja yang tiba-tiba mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit.Pria itu ingin sekali mengejar wanita yang telah menghabiskan satu malam bersamanya. Setidaknya duduk tenang tanpa ketegangan. Menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi. Namun, waktu seakan tak memberikan restu untuk keduanya.Raja langsung bertolak ke rumah sakit. Meninggalkan kerumitan hatinya yang tengah melanda. Jelas saja dia merasa hidupnya telah berubah dalam semalam.Sementara Ruma pulang ke rumah dengan suasana hati yang sangat tidak nyaman. Beruntung dia masuk shif siang. Jadi, tidak harus dikejar deadline untuk pemeriksaan.Wanita itu pulang dengan taksi. Sepanjang perjalanan, pikirannya menerawang jauh tentang kejadian semalam. Dia agak lupa setelah kedatangannya bersama Rasya ke sebuah jamuan makan.Hatinya bergejolak hebat mengingat itu semua. Lalu, kenapa Rasya meninggalkannya pada seorang pria asing. Apakah dia se
Ruma langsung menundukkan pandangan dan melangkah cepat sembari menarik Vina. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi di rumah sakit. Jujur, Ruma takut kalau masalah semalam ada yang tahu. Apalagi dia punya suami, dan tengah memperjuangkan cintanya."Apaan sih, Rum, narik-narik. Ada Dokter Raja tuh. Kesempatan nyapa dulu," protes Vina kesal."Kamu kenal?" tanya Ruma polos. Dia sudah hampir dua bulan di rumah sakit ini, tetapi tak begitu paham dengan dokter tadi.Jelas saja dia kenal, bahkan hampir semua staf dan dokter di rumah sakit tahu pria itu siapa."Ya ampun Ruma, seluruh penghuni rumah sakit ini juga tahu kali siapa tuh orang. Kamu ke mana saja. Dokter sekeren Raja sampai tidak kenotice. Ish ish ish."Vina menggeleng takjub. Ke mana saja selama ini sahabatnya itu. "Siapa emang? Senior ya?" tanya Ruma sungguh tak paham dengan pria yang semalam menghabiskan malam panas dengannya. Harap-harap cemas dan berdoa semoga tidak bersenggolan dengannya lagi."Beneran nggak