Share

Bab 10 Wanita di Foto

'Mungkinkah wanita pujaan hati yang dicari-cari Gio adalah wanita di foto ini?'

'Nggak, nggak mungkin.'

'Gio pernah bilang gadis kecil itu tiba-tiba menghilang setelah menyelamatkannya.'

'Gio bahkan nggak tahu wajah gadis itu setelah tumbuh dewasa.'

'Berarti, wanita di foto ini bukan gadis kecil itu.'

'Jadi, siapa dia?'

'Selama tiga tahun ini, Gio nggak pernah menceritakan tentang wanita ini.'

'Tapi dilihat dari foto ini, terlihat jelas bahwa wanita ini sangat penting baginya.'

Nadia termenung sambil menatap foto itu dan ada perasaan sedih muncul di hatinya.

Nadia berpikir dia cukup mengenal Gio, tapi sekarang dia menyadari bahwa dia sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang Gio.

Nadia hanya tahu apa yang Gio ingin dia ketahui saja.

Nadia merasa tidak peduli berapa banyak tempat yang ada di hati Gio, Gio tidak akan pernah memberikan satu pun untuknya.

'Nggak heran. Wanita simpanan nggak pantas untuk berharap lebih, bukan?' pikir Nadia dalam hati.

Ketika Ratih kembali dengan membawa sapu, Nadia sudah menenangkan dirinya.

Nadia menelepon toko bingkai foto dan memanggil tukang untuk memperbaiki bingkai tersebut.

Dua jam kemudian.

Tukang selesai memperbaiki bingkai itu dan menggantungkan kembali lukisan ke dinding.

Tukang itu menoleh ke Nadia dan bertanya, "Nona, coba periksa apa masih ada yang kurang?"

Setelah mengecek dengan saksama dan tidak menemukan ada perbedaan sebelum bingkai itu rusak, Nadia baru merasa lega.

"Sudah oke, berapa biayanya?" tanya Nadia.

"Dua juta," jawab tukang itu.

Nadia mengeluarkan ponselnya dan berkata, "Akan kutransfer padamu."

Tukang itu memberikan nomor rekeningnya kepada Nadia.

Setelah Nadia memasukkan kata sandi, muncul pengingat saldo tidak mencukupi di layar ponselnya.

Nadia tertegun dan seketika merasa malu.

Dia lupa bahwa gaji bulan ini sudah dia gunakan untuk membayar biaya perawatan ibunya dan utang ayahnya.

Sekarang saldo di rekeningnya hanya tersisa 800 ribu.

Tukang itu menatapnya terheran-heran.

Sorot matanya itu seolah-olah berkata, "Sungguh aneh, wanita tinggal di vila sebesar ini, tapi nggak punya dua juta."

Nadia menyimpan kembali ponselnya dengan canggung dan berkata, "Tunggu sebentar, ya. Aku bayar pakai uang tunai."

Nadia pergi ke kamar tidur. Ketika dia bingung harus bagaimana membayar biaya perbaikan itu, matanya tiba-tiba tertuju pada meja di samping tempat tidur.

Nadia membuka laci dan mengeluarkan sebuah amplop berisi uang tunai 100 juta.

Uang itu adalah biaya hidup yang diberikan Gio padanya pada malam pertama dia pindah ke vila Pondok Asri ini.

Pada saat itu, Nadia menolak pemberian uang itu. Sekarang, dia tidak menyangka akan menjilat ludahnya sendiri.

Setelah mengambil dua juta, Nadia kembali ke ruang kerja dan menyerahkan uang itu kepada si tukang.

Setelah tukang itu pergi, Nadia tetap berada di ruang kerja dan memeriksa sekeliling dengan saksama.

Dia ingin memastikan tidak ada sisa pecahan kaca di lantai.

Nadia hendak keluar setelah yakin tidak ada sisa pecahan kaca. Akan tetapi, matanya tidak sengaja tertuju pada laci yang dikunci Gio.

Laci yang tabu dibuka.

Sejak hari pertama Nadia pindah kemari, Gio sudah memperingatkannya untuk tidak mendekati laci itu.

Nadia selalu menuruti perkataan Gio dan tidak pernah menyentuh apa yang tidak boleh dia sentuh.

Namun hari ini, entah mengapa rasa ingin tahu Nadia begitu besar sampai membuatnya tanpa sadar mendekati laci itu.

Jari-jari Nadia mengangkat gembok perak kecil dan indah itu dengan hati-hati.

Ada ukiran garis-garis halus yang membentuk sisi wajah wanita berambut panjang di badan gembok perak itu.

Melihat ukiran itu, mata Nadia tiba-tiba tertuju pada lukisan bunga yang tergantung di dinding itu.

'Apa isi laci ini ada hubungannya dengan wanita di foto itu?'

Ketika Nadia termenung, pintu ruang kerja tiba-tiba terbuka.

Melihat Nadia berdiri di depan laci, wajah tampan Gio seketika dipenuhi amarah.

"Apa yang kamu lakukan di sana!"

Gio berjalan ke arah Nadia dengan aura yang sangat dingin. Karena mengenakan setelan hitam, Gio seperti dewa kematian yang ingin merenggut jiwa manusia.

Ketika matanya tertuju pada tangan Nadia yang masih memegang gembok perak itu, amarahnya makin meluap dalam sekejap.

Dia meraih lengan Nadia dan menariknya.

"Aku sudah peringatkan untuk nggak menyentuh laci ini, 'kan?"

Suara Gio terdengar semakin dingin, "Kalau terjadi lagi, aku pasti akan potong tanganmu!"

Nadia mencoba menjelaskan, "Aku nggak bermaksud menyentuhnya, aku hanya penasaran ...."

"Apa hakmu untuk penasaran? Nadia, jangan berpikir kamu bisa melakukan apa pun sesuka hatimu karena kita sudah tidur beberapa kali," sela Gio.

"Di mataku, kamu selamanya hanya alat untuk memuaskan hasratku! Keluar!" bentak Gio.

Tubuh Nadia yang ramping itu gemetar ketika melihat kemarahan Gio.

Dia menggigit bibir bawahnya dengan kuat, lalu mendorong Gio menjauh dan segera keluar dari ruang kerja.

Setelah kembali ke kamarnya, Nadia bersandar ke dinding dan air matanya jatuh tidak terkendali.

Nadia tahu bahwa dia tidak punya hak untuk menangis.

Karena sejak memilih menjadi sekretaris Gio tiga tahun lalu, Nadia tahu bahwa cepat atau lambat dia akan menghadapi perlakukan seperti hari ini.

Keesokan hari.

Nadia bangun dengan keadaan linglung.

Semalam, dia menangis sampai lelah dan tertidur di kamar vila Pondok Asri.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Nadia turun ke bawah.

Di lantai bawah.

Ratih sudah menyiapkan sarapan.

Melihat Nadia turun, dia segera menghampiri dan berkata, "Nona Nadia sudah bangun. Cepat kemari, sarapan sudah siap."

Nadia mengangguk dan duduk di meja makan.

Melihat kursi di seberangnya kosong, Nadia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Pak Gio belum turun?"

Ratih mengernyit dan berkata, "Tuan pagi-pagi sekali sudah keluar. Kelihatannya dia buru-buru sampai nggak ada waktu untuk sarapan."

Mendengar itu, Nadia menunduk dan berpikir Gio mungkin masih marah padanya, jadi pergi duluan ke kantor.

Selesai sarapan, Nadia berangkat ke kantor dengan naik bus.

Setengah jam kemudian, dia tiba di bawah gedung perusahaan.

Tepat pada saat itu, ada bunyi notifikasi pesan muncul dari ponselnya.

Nadia mengeluarkan ponsel untuk mengecek. Pesan dari kurir.

Nadia berencana menjenguk ibunya sepulang kerja. Oleh karena itu, dia membeli beberapa suplemen nutrisi di toko daring dengan alamat penerima alamat perusahaan.

Lokasi pengambilan paket di perusahaan berada di pintu belakang.

Karena masih ada 40 menit sebelum jam kerja, Nadia pun berjalan menuju pintu belakang.

Sepuluh menit kemudian, Nadia membawa paket-paket itu dengan susah payah dan hendak kembali ke kantor.

Saat membalikan badan, Nadia melihat mobil Maybach yang familier berhenti di pinggir jalan dengan jarak puluhan meter darinya.

Nadia sedikit mengernyit.

'Itu mobil Gio.'

'Tapi kenapa dia parkir mobil itu di pintu belakang perusahaan?'

'Dia selalu keluar masuk melalui pintu depan.'

Melihat itu, Nadia kebingungan untuk beberapa saat.

Saat Nadia hendak menghampiri untuk melihat apa yang terjadi, Yuda tiba-tiba berjalan dengan cepat dan membuka pintu belakang mobil dengan hormat.

Selanjutnya, Gio muncul sambil menggendong seorang wanita berpakaian putih dan masuk ke dalam mobil.

Setelah menutup pintu mobil, Yuda kembali masuk ke kursi pengemudi dan mobil itu pun melaju pergi.

Nadia tertegun di tempat dan matanya sedikit berkaca-kaca.

Meskipun wajah wanita itu tidak kelihatan, Nadia bisa mengenali punggung wanita itu.

Itu adalah wanita yang berdiri di pantai bersama Gio di dalam foto.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status