Share

Bab 4 Kenangan Di Taman Bunga

"Apaan, sih. Ah, kamu kali yang kangen sama Aa Tukang Balon. Dia kan selalu bikin bunga dari balon buat kamu. Ciee ...," rayu Tania sambil menyuapi baso.

"Mending balon bunga. Lah kamu dapet pedang-pedangan dan kain warna-warni dikeluarin dari mulut. Iuhh!" sindir Iis yang membuat Tania mencubit pahanya.

"Paling kocak, Aa Badut coba bikin balon bentuk pedang. Eh, malah bentuk itu ...." Tania mengingat kenangan lucu itu. Iis dan Tania tertawa terbahak-bahak lagi.

"Satu lagi, Aa Tukang Balon mau masukin balon ke mulut. Malah seret dan nyangkut. Sumpah, panik tapi bikin ketawa. Mimik mukanya itu, loh." Iis berguling-guling di kasur.

"Tapi, kalau dipikir-pikir agak aneh. Kenapa mereka kerja jadi badut dan tukang balon? Tania, dua orang itu ganteng banget! Enggak cocok profesi itu! Minimal model gitu."

"Benar, juga. Aneh banget! Tapi, kan kita jadi dapat hiburan mata dan hati." Dua sekawan itu cekikikan, sampai Tania mengingat sesuatu.

"Yuk, siap-siap. Sebelum ke taman. Kita ke apotik dulu, ya. Mau beli obat lagi." Iis mengangguk sambil menyeruput kuah baso.

Ucup dan Gema sedang berbincang di kamar sebelah. Mereka membahas bagaimana cara melunasi hutang itu. Namun, Ucup ingat setengah sertifikat tanah dan sawah sudah dipegang Rose. Untungnya, Tania dan Gema sudah jadi Ahli Waris. Ucup mengikuti kata hatinya yang membagi warisan secepatnya. Gema berkali-kali meminta maaf atas kelakuan ibunya. Dia berjanji akan memarahinya dan lebih bertindak tegas lagi. Perbuatan ibunya yang sekarang sudah tidak bisa dimaafkan. Gema terus menghubungi Cindy dan Rose, tetap nihil.

Tania dan Iis pun berpamitan, meminta ijin untuk pergi ke apotik dan ke taman bunga komplek. Sudah dua bulan, di taman bunga banyak aktrasi. Ada atraksi skateboard, kuda lumping, Balon, Badut, para pencinta reptil, dan lain-lainnya. Taman Galaksi itu sangat luas, berbagai macam jenis bunga dan pohon ada. Taman Galaksi juga ada kawasan khusus anak dan para pedagang kaki lima. Iis dan Tania bercanda sepanjang jalan, sudah membeli obat-obatan untuk Ucup.

***

Tania dan Iis suka menonton aktraksi Si Badut dan Si Tukang Balon dalam seminggu tiga kali. Kadang, dua wanita itu menjadi MC, jadi asisten, dan peserta. Keakraban itu berlangsung hingga sekarang. Suara musik khas carnaval menggema, semua penonton banyak yang hadir. Tania dan Iis memilih duduk paling depan. Kursi penonton pun penuh. Asep memulai aktraksi sulap dari mengubah tongkat jadi bunga sampai mengeluarkan kelinci dari kotak. Ujang melayani anak-anak dengan membuat banyak bentuk hewan dari balon. Mereka kembali tertawa dan tersenyum lebar. Membuat Asep dan Ujang bahagia. Dua jam penampilan pun selesai, langit pun mulai gelap dan diiringi suara Adzan yang menggema.

"Kalian tidak mau pulang? Kenapa? Masih takut kaya kemarin?" tanya Asep ke Tania yang sedang membantu merapikan peralatan.

"Bukan tidak mau. Iya, hanya takut dan malas saja." Tania merapikan rambut yang terus mengibas ke berbagai arah. Asep menyadari itu, mengambil karet gelang bekas bungkus nasi goreng. Lantas dia merapikan rambut Tania dan mengepangnya.

"Kalau kaya gini baru cantik." Asep mengangkat kotak dan pergi ke gerobak.

"Ciee! Singsing! Suing, uhuk!" goda Iis dan Ujang sangat serempak.

"Apaan, sih!" Tania tersipu malu dan pipi merah merona.

"Apa yang aku berbuat tadi," keluh Asep sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Aduh, makan sepiring berdua nih. Suap-suapan lagi. Ciee ...," goda Tania saat melihat Iis dan Ujang yang sedang makan nasi goreng. Sesekali terlihat saling menyuapi.

"Ehm-ehm ... enggak tuh. Kata siapa? Malesin banget nyuapin dia," ketus Ujang yang menyimpan piring panas di paha Iis.

"Aa Ujang, suka paha yang panas, ya?" cetus Iis yang membuat Ujang syok, baru menyadari Iis menggunakan hotpants pendek.

"Angkat piringnya. Panas! Gelo sugan mah!" Semua yang mendengar guyonan itu pun tertawa bahagia.

"Aa Asep, itu kelinci putih yang tadi, kan? Kok ada di luar?" tanya Tania melihat kelinci ada di semak-semak.

"Ujang! Yang bener atuh," tegur Asep yang mengejar kelinci.

"Eh, kok aku? Lah kamu yang enggak fokus." Ujang menghentakkan kaki.

Si Badut dan Si Tukang Balon itu mengejar terus, kelinci sangat gesit menghindar. Iis dan Tania menghadang dan menutup jalan. Karena, Ujang dan Asep masih menggunakan kostum otomatis jadi terinjak-injak bajunya. Mereka berkali-kali terpeleset, tersandung, dan bertabrakan satu sama lainnya. Kelinci itu melompat tinggi dan menghantam muka Ujang. Dua wanita yang menonton langsung tertawa terpingkal-pingkal. Si kelinci melompat ke arah wajah Tania. Asep berlari kencang, bukannya menangkap kelinci. Asep tidak bisa berhenti dan menabrak Tania. Pria itu refleks memeluk dan menahan benturan kepala Tania ke papingblock yang keras.

"Kamu enggak apa-apa? Waw! Cantik sekali." Asep melihat wajah cantik itu lebih lekat. Mereka saling menindih dan saling menatap lama.

"Bibir merahnya ingin aku gigit. Hidung mancung, mata bulat," puji Asep yang terpesona hanya sekali liat secara dekat.

"Tampan, mata setajam Burung Elang, rahang yang indah ...," puji Tania. Walau wajah Asep tertutup makeup badut. Ketampanannya luar biasa.

Lampu jalan menerangi mereka. Suara napas yang terdengar jelas. Jantung yang berdetak pun terasa. Kulit saling menyentuh dan hidung merahnya pun beberapa centimeter lagi tersentuh. Hati mereka merasakan sesuatu yang asing dan aneh. Waktu seakan-akan terhenti, begitu tenang. Angin sepoi-sepoi menggerakkan dedaunan, daun kering berguguran. Asep perlahan maju dan Tania memejamkan mata. Mereka terhipnotis akan suasana romantis itu. Serasa dunia hanya milik berdua.

"Cium! Cium! Cium!" teriak Iis.

Menyadarkan mereka dan bangun dengan wajah merah merona. Memang, sahabat itu seperti setan. Menganggu suasana indah itu. Dua orang itu merapikan pakaian masing-masing. Sesekali diam-diam melirik dan cekikikan.

"Apa? Kamu ingin dicium sama aku?" tanya Ujang yang menghampiri Iis.

"Nih! Cium ketiakku! Kalau kamu berani. Sini ... heh!" Iis mengangkat tangannya. Langsung menyodorkan ketiaknya ke Ujang.

"Ish, baunye! Tak patut. Tak patut!" Ujang menahan mualnya. Sampai Iis memukul punggung pria itu dengan keras.

"Sudah-sudah. Cukup. Perutku sakit nih. Ketawa mulu," ucap Tania.

"Aduh, perutku. Eh, udah malam ini. Mau pulang enggak?" tanya Asep yang membuat dua wanita itu berpikir.

"Kalau kalian enggak mau pulang dulu. Bagaimana kita jalan-jalan malam. Kan sekarang malam Minggu. Double date!" usul Ujang yang membuat dua mata wanita itu bersinar. Tania dan Iis memohon ke Asep untuk mengabulkan permintaan itu. Asep pun tertekan sekali.

"Oke-oke. Tapi, cuma sebentar. Obatnya diminum sekarang?" Asep menunjuk kantong plastik putih yang dibawa Tania.

"Eh, Ya. Enggak sih. Ini buat nambahin stock aja." Tania mengedipkan mata, membuat Asep merinding.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status