"Lo nggak lihat tadi, mukanya si B itu juteknya luar binasa pas keluar dari ruang HRD!" ucap seorang wanita bermata sipit."Heh, gimana-gimana?" sahut wanita lainnya yang tengah berada di dalam ruang pantry lantai tiga kantor yang bernama PT. Gema Sentosa itu.Hera yang tadinya ingin melangkah masuk guna mengisi ulang gelasnya dengan air mineral yang biasanya disediakan pihak kantor pun urung melanjutkan langkah karena mendengar suara dari dalam sana. Wanita ini memilih bersandar di dinding samping pintu yang membuka guna mencari tahu apa yang dibicarakan dua wanita itu.Tanpa perlu masuk, Hera sudah tahu siapa yang mereka bicarakan. Siapa lagi kalau bukan pria yang berstatus sebagai suami sirinya itu. Pun Hera juga mengenali dua wanita yang merupakan rekan satu divisinya, bahkan mereka satu ruangan dengannya.Kabar pemecatan Bramantyo sudah santer terdengar di seantero area kantor, sampai-sampai Hera yang hanya merupakan karyawan magang ini pun mengetahui gosip terbaru dan terhangat
“Kok sepi?” bisik Hera bergumam sendiri melihat kediaman itu dalam keadaan remang karena lampu yang belum dinyalakan setelah pintu yang tidak terkunci ini terbuka, “Mas Bram?” panggilnya sedikit keras sambil melangkah masuk.Hening, tidak ada jawaban yang menyahuti panggilan Hera.Berkerut sedikit kening Hera karena keadaaan yang menurutnya tidak biasa ini, tapi tetap dilangkahkannya kaki lebih jauh untuk masuk ke dalam rumah itu.Netra Hera beredar menatap sekeliling rumah yang di desain minimalis itu. Kondisinya terlihat berantakan dengan sepatu dan tas kerja Bramantyo yang diletakkan sembarangan, pun lantainya berdebu karena tidak ada yang pernah berinisiatif menyapu.Kondisi ini jelas jauh berbeda saat ia berkunjung semasa masih menyembunyikan hubungan dari Falisha. Di tangan wanita yang bertubuh tambun itu, rumah selalu dalam keadaan bersih dan rapi.“Dia sudah pulang kok! Tapi kenapa nggak nyahut?” bisik Hera berbicara sendiri nyaris tidak terdengar telinga saat matanya menangka
"Kamu gebrak meja … Kamu bicara tinggi dan tajam sama Aku, Mas?" ucap Hera kaku, "memangnya kenapa kalau Kamu dipecat, Mas! Kamu 'kan bisa cari kerja di perusahaan lain! Berhenti dari Gema bukan berarti dunia mau kiamat!" sambungnya sarkas menusuk tepat sasaran.Oleh Bramantyo, pria yang hampir tidak pernah mendapatkan bantahan dari Falisha ini mendadak naik darahnya karena kata-kata Hera. Memang, dipecat bukan berarti semuanya berakhir tapi ada yang tidak diketahui oleh istri sirinya itu bahwasanya setelah meninggalkan PT. Gema Sentosa tadi pagi dengan perasaan kacau balau ia telah mendatangi tiga perusahaan besar lainnya yang ia kenal baik HRD mahupun managernya.Hasil yang Bramantyo peroleh tentu pahit. Bramantyo mengalami penolakan dengan berbagai alasan, yang mana tanpa ia ketahui sebenarnya ada campur tangan Matteo si CEO Taslim Grup di belakangnya."Nggak usah banyak bantah Kamu Hera! Turutin aja apa kata suamimu! Pokoknya mulai sekarang harus hidu
Bramantyo memarkirkan mobil berwarna putihnya di halaman parkir gedung pengadilan agama dengan wajah lesu karena kurang tidur dan memang dia kurang istirahat.Bukan tanpa alasan, Bramantyo memang tengah diliputi masalah bertubi-tubi walaupun itu karena ulahnya sendiri.Pasca pertengkarannya dengan Hera si Istri Siri, wanita itu benar-benar meninggalkan dia kemarin. Tidak hanya pergi, Hera bahkan sengaja menonaktifkan ponselnya hingga Bramantyo tidak bisa menghubunginya.Bramantyo menghela napas panjang, untuk masalah Hera ia tidak ingin mengurusnya dulu. Dia akan membujuk wanita itu nanti termasuk juga sang Ibu kandung Reni yang masih mengambek karena permasalahan sebelumnya.Sidang hari kamis ini dijadwalkan jam satu siang dengan agenda mediasi dan Bramantyo masih ada waktu sekitar setengah jam lagi.Memanfaatkan waktu yang singkat ini, Bramantyo meraih ponselnya lalu dengan cepat mengirimkan lagi email lamaran kerjanya ke beberapa perusahaan terkenal.Bramantyo memang mau tidak mau
Falisha baru saja usai mengantar dokter yang datang setiap harinya merawat Ameera ketika ponsel wanita itu berbunyi nyaring menarik perhatian.Tanpa firasat apapun Falisha melangkah kembali ke arah meja ruang tamu, tempat dimana ia meletakkan ponselnya alih-alih menemani putri semata wayangnya yang tengah bermain bersama Bik Jum.Saat Falisha meraih benda pipih itu, detik itu pulalah ia tertegun melihat nama yang tertera di atas layar.Fakta sesungguhnya, walau Falisha telah menghapus foto-foto kebersamaan keluarga kecilnya–yang kini telah berantakan–dari sosial media, wanita ini sama sekali belum menghapus nama calon mantan suaminya itu dari kontak ponsel.Bukannya Falisha sengaja tapi ia melupakan hal yang bisa dibilang remeh ini.Sekarang, entah dengan alasan apa Bramantyo menghubunginya dan Falisha tidak tahu harus menerima atau menolak panggilan telepon ini. Padahal, semasa belum bercerai dan masih terikat status Bramantyo sangat jarang sekali menelponnya lebih dulu. Berbagai per
"Well … ok. Terima kasih atas supportnya … back to the points, Aku nelpon Kamu mau ngajakin kencan," kata Matteo dengan santainya tapi sukses membuat Falisha terdiam seketika.Sumpah demi apapun, Falisha tidak pernah menyangka jika kalimat ajakan kencan ini akan keluar dari bibir Matteo. Pun ekspresi pria itu–tertangkap dari layar kaca–terlihat biasa saja, seolah yang baru saja dikatakannya bukanlah apa-apa.Seumur hidup Falisha, untuk ukuran kisah cintanya ini termasuk dalam kategori menyedihkan. Dia tidak pernah yang namanya kencan meskipun ia menikah dengan Bramantyo karena mencintai pria itu tapi juga ada sebab lain di balik pernikahan mereka.Kencan romantis dengan pria lain juga tidak kunjung Falisha lakoni karena terlanjur terikat hidup dengan Bramantyo dan calon mantan suaminya ini tidak pernah yang namanya mengajaknya kencan walau hanya makan malam saja.“Hei? Kok diam?” tegur Matteo beberapa detik kemudian karena Falisha larut dalam keterdiaman dan tak kunjung merespon ajaka
“Di antara sekian banyak tempat … Kamu milihnya Taman Enggang?” ujar Matteo sambil geleng-geleng kecil saat mobil yang ia kemudikan berhenti di perempatan lampu merah."Loh, memangnya kenapa? Nggak ada larangan untuk ke taman itu, 'kan?" balas Falisha yang keheranan karena pertanyaan Matteo."Ya … namanya kencan seharusnya romantis … ke tempat-tempat yang bagus. Bukannya para wanita suka makan di restoran mahal atau pergi ke klub kalangan atas yang mewah biarpun cuma sekedar nongkrong?" timpal Matteo berdasarkan pengalaman mengenai wanita-wanita yang berada di sekitarnya.Seperti itulah memang tipikal wanita-wanita yang dikenal oleh Matteo. Lingkungan sosialnya berada di kalangan atas dan rata-rata mereka semua suka akan barang mewah, mulai dari pakaian, tas hingga sepatu apalagi perhiasan mahal, juga suka pergi ke tempat-tempat yang bisa dibilang prestige.Bukan seperti selera Falisha. Wanita ini lebih suka pergi ke taman yang terbuka untuk umum."Ehm … gini ya Mamat … yang pertama,
“Cerita sekarang!” titah Falisha sembari terus melangkahkan kakinya dengan pandangan mata yang beredar ke sana kemari.Matteo menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman tipis yang tidak tertangkap mata Falisha karena sikap tidak sabaran wanita ini menurutnya cukup menggemaskan.“Nggak sabar!” ceplos Matteo mengutarakan isi kepalanya.“Ya memang! Kamunya juga bertele-tele, Mat … mau ngomong aja pake acara kencan abal-abal!” sahut Falisha cepat sembari mengabaikan pandangan mata orang-orang yang melihat ke arah mereka berdua.Falisha sungguh sadar diri kalau perbedaan sangat kentara diantara keduanya terutama perihal fisik. Bagai si Tampan dan si Buruk rupa.“Sebenarnya nggak juga bertele-tele, Sha … Aku memang lagi stress di kantor, butuh angin segar dan taman ini jadi pilihan yang lumayan membantu meski di luar ekspektasiku. Padahal Aku nggak keberatan kalau Kamu mau ngeMall atau nyalon … Aku mau kok temani,” terang Matteo gamblang tapi santai dengan kaki yang tetap mengimbangi i