Pandanganku segera beralih pada putriku. Benar kata Ibu. Kaki Mawar memang sudah berdarah. Tidak hanya itu bagian kaki dan tangannya yang lain sudah lebam bekas cubitan. Aku menatap nyalang ke arah Arum. Hendak menyerangnya lagi karena sudah berani melukai putriku. Sebelum aku berhasil mencapai Arum yang kini sudah di lindungi oleh Mas Ragil, Satrio sudah menahan tanganku lebih dulu. Tubuhku memberontak ingin di lepaskan. Akan ku cakar wajah Arum untuk membalas perbuatannya pada anakku. “Jangan mbak. Lebih baik sekarang kita ke rumah sakit untuk mengobati sekaligus melakukan visum pada Mawar. Setelah itu kita laporkan kejahatan mereka semua ke polisi.” Mendengar penjelasan dari adik laki-lakiku itu, hati mulai merasa tenang. “Benar apa yang di katakan adik kamu nduk. Yang penting Mawar di obati dulu. Kasihan sejak tadi nangis terus. Pasti sakit banget sampai beradarah begini.” Aku menganggukan kepala lalu hendak berbalik untuk mengikuti Satrio dan Ibuku. Mas Ragil yang mendengar se
Setelah pertemuan keluarga selesai, Pak Lurah dan Bu Lurah ijin kembali pulang ke rumah. Meninggalkaku dan Satrio di rumah itu bersama dengan keluarga Mas Ragil. Wajah permusuhan langsung di tunjukkan oleh Mas Budi, Mbak Tina dan Arum padaku. “Puas kamu mempermalukan keluarga di depan umum Nga?” Hardik Mas Budi padaku. Membuat tubuhku terlonjak kaget sejenak. Tapi, aku sama sekali tidak takut lagi pada kakak ipar pertamaku itu. Sifatnya sebelas dua belas dengan Mas Ragil. Hanya saja Mbak Tina yang berasal dari keluarga kaya dengan bodohnya bisa cinta mati pada Mas Budi yang lebih mementingkan Ibu mertua dan ketiga adik iparnya daripada Mbak Tina sendiri. “Nggak. Aku belum puas. Kalau tadi bukan di acara pernikahan Rina, sudah aku jambak rambut Arum. Mencubit sekujur tubuhnya hingga berdarah. Seperti yang Arum lakukan pada putriku. Apapun akan aku lakukan hingga membuatnya babak belur.” Mbak Tina sudah berdiri mendengar perkataanku. Matanya nyalang menatap ke arahku dengan penuh amar
Tok.. tok.. tok… Ketukan di pintu membua tubuhku terlonjak kaget. Aku membawa Mawar dalam gendongan lalu membuka pintu. Tampak Bude Yani yang memakai baju gamis berdiri di ambang pintu. “Ternyata kamu malah di kamar nduk. Ayo makan dulu. Bude bawa dua bungkus snack dari acara yasinan tadi.” Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. “Iya. Terima kasih Bude.” Setelah itu kami makan malam bertiga. Sama seperti Ibu, suami Bude Yani sudah meninggal sejak sepuluh tahun lalu. Lalu, enam tahun kemudian giliran Bapak yang meninggal. Membuat Ibu dan Bude Yani menjadi janda dan harus pontang-panting menafkahi anak-anaknya. Aku menceritakan semua kejadian hari ini termasuk pesan terakhir yang di kirim oleh Satrio. Asih merutuk saat membaca isi pesan Mas Ragil di hpku. Perasaan takut itu membuatku terus melihat Mawar yang sedang di pangku Bude Yani. “Kamu tenang saja nduk. Kita ini hidup di desa. Kalau Ragil sampai berani membawa Mawar sudah pasti tetangga kita yang akan maju. Dia bisa babak
POV BungaWalaupun sudah memblokir nomor Mas Ragil, Ibu mertua dan semua kakak ipar, aku masih menyimpan nomor Rina dan saudara yang lain. Rina baru saja mengirim pesan padaku karena tidak bisa melihat konten yang aku buat di aplikasi Tik Tik. Dengan jujur aku mengatakan pada Rina sudah memblokir semua akses sosial mediaku dari keluarga besar suamiku karena takut jika Mas Ragil dan keluarganya ada yang melihat.[Yah. Padahal aku suka banget sama kontennya Mbak Bunga. Kalau begitu buat akun baru di ID aja mbak. Para sponsor pasti juga setuju.]Boleh juga ide dari Rina. Aku segera mengetikan pesan balasan jika akan mengupload konten di ID juga. Bedanya konten yang di Tik Tik akan aku upload berdasarkan kisah hidupku. Di tambah dengan beberapa kiriman cerita dari pembaca. Sedangkan di ID akan aku buat versi series.[Oke. Terima kasih idenya Rin. Tunggu akun baruku di ID ya.][Siap mbak. Oh iya, Mbak Bunga sudah tahu tentang foto-foto Arum yang pergi bersama pria berseragam ASN di mall. A
Rina mengirimkan foto-foto yang di maksud. Foto-foto ini memang tidak ada di sosial media. Tapi, sudah sangat ramai di grup keluarga besar mereka. Hingga Arum dan Mas Ragil memutuskan untuk keluar. Aku menatap Satrio yang tengah memasukan baju-bajuku yang dia bawa dari rumah Ibu ke dalam lemari. Sedangkan untuk baju Mawar akan di beli oleh Satrio sendiri setelah ini.“Kenapa Mbak Bunga menatapku seperti itu?Aku menunjukkan foto-foto yang di kirimkan oleh Rina tadi. Kening Satrio berkerut heran. “Darimana orang yang mengirim foto ini bisa dapat bukti secara langsung?”“Jadi, bukan kamu yang mengirim foto ini Yo?” Satrio menggelengkan kepalanya.“Ya nggak lah. Selama ini bukti yang kita dapat kan dari hp Mas Ragil yang aku sadap. Buat bukti rekaman CCTV secara langsung jelas tidak mungkin. Karena mereka tidak pernah melakukannya di dalam rumah kalian. Lagipula dari foto ini, sepertinya di ambil dengan kamera hp.”Debaran dalam dadaku sirna begitu saja. Padahal dulu aku biasa saja saat
Aku memilih tidak membalas pesan dari Arga lalu merebahkan tubuh di samping Mawar. Bagaimana aku bisa bekerja sama dengan keponakan yang nakal dan tengil seperti Arga. Anak itu tumbuh tidak terkenali karena terlalu di manja oleh Ayah serta Kakung dan Utinya. Arga tidak pernah bicara sopan pada orang yang lebih tua. Selalu memukul semua saudaranya untuk melampiaskan kemarahan, pemalas dan pengangguran. Di usia dua puluh dua tahun, Arga sama sekali belum memiliki pekerjaan. Sejak masih kecil, Arga memang tidak suka dengan Arum yang memang jauh lebih pintar darinya. Bisa di bilang ini adalah kesempatan Arga untuk menjatuhkan Arum dan Mas Ragil. Sayangnya aku tidak mau bekerja sama dengan Arga. Aku hanya bisa menghela nafas sebal. Sepertinya besok aku harus mematikan aplikasi wa biasa yang aku gunakan dan meminta Ibu serta Satrio menghubungi aku lewat wa business. Kelopak mataku perlahan terpejam. Dalam tidurku aku kembali bermimpi saat Satrio yang baru saja gajian membelikan sejumlah p
POV Ragil Sebagai anak laki-laki sekaligus anak bungsu, aku sudah di beri tahu sejak kecil harus memenuhi kebutuhan Bapak dan Ibu saat mereka tua nanti. Bapakku adalah seorang guru SMA. Sedangkan Ibu adalah guru SMP. Aku punya satu kakak laki-laki dan dua kakak perempuan yang bernama Mas Budi, Mbak Sindy dan Mbak Yuni. Bapak dan Ibu selalu memberikan apapun yang aku dan Mas Budi mau. Tapi, tidak untuk Mbak Sindy dan Mbak Yuni. Jika mereka ingin mendapatkan barang Mas Budi, Mbak Sindy dan Mbak Yuni harus menyerahkan uang jajan mereka. Hal yang kemudian aku tiru. Mas Budi berhasil memikat Mbak Tina yang merupakan anak juragan sapi di desa ini. Orang tua Mbak Tina juga punya berhektar-hektar sawah. Baik untuk di kelola sendiri maupun untuk di jual lagi. Mas Budi memang beruntung. Mendapat Mbak Tina yang cantik dan dari keluarga kaya. Selain itu, orang tua Mbak Tina menentang adanya perceraian. Jadi, Mbak Tina bisa menjadi istri yang penurut untuk Mas Budi. Mbak Sindy dan Mbak Yuni jug
Entah sudah berapa kali aku mengirim pesan pada Bunga. Tapi, tidak pernah di balas. Hingga gurp keluargaku menjadi ramai kembali dengan foto-foto yang mirip denganku dan Arum. Sialan. Ini semua pasti perbuatan Satrio. Hanya dia yang bisa menyadap hp dan semua akun sosial mediaku. Padahal aku sudah berhati-hati. Karena grup keluarga ini terdiri dari anak-anak Mbah Buyut, itu berarti semua saudara sepupuku juga di masukan dalam grup ini. Mereka dapat dengan cepat mengenali postur tubuhku yang tinggi besar. Tapi, wajahku dalam foto ini sama sekali tidak terlihat. “Sialan. Aku pasti akan memberi pelajaran padamu dan keluargamu Bunga.” Aku segera mengirim pesan lain untuk Bunga. Bukannya di balas nomorku justru di blok. Aku membuka akun Tik Tik untuk melihat konten yang di unggah Bunga. Dia juga membuat konten tentang keluarga kami. Karena penasaran dengan respon followernya, aku mencoba melihat. Aku yakin akan banyak yang kontra dengan Bunga. Bukan karena sudah membuka aib keluarga. Ka