Aku segera menghentikan mobil di tepi jalan. Lalu turun dari mobil dan berjalan menuju penjual bubur itu. Tapi, sayangnya orang yang aku kira adalah Bunga ternyata orang yang salah. Agar orang-orang tidak menganggapku orang jahat, aku juga ikut membeli bubur. Lumayan untuk mengganjal perut setelah tadi malam aku tidak makan apapun. Saat akan berbalik badan, aku merasa jika ada orang yang mengawasiku dari jauh. Namun, saat menolehkan kepala hanya ada orang-orang yang lewat. Pandanganku tertuju pada rumah joglo modern yang pagarnya baru di bangun. Kelihatan seperti rumah mewah. Apalagi dengan halaman rumah yang luas. Membuat aku semakin iri dengan pemilik rumah itu. Setelah membayar satu bubur dengan teh hangat yang aku beli, aku masuk kembali ke dalam mobil. Tiga hari ini hidupku benar-benar jungkir balik. Bunga kabur dari rumah dengan membawa Mawar. Awalnya aku mengira jika Bunga hanya pergi sebentar karena tidak membawa bajunya di dalam lemari. Namun, tadi malam aku sadar jika bebe
Arga sudah tersenyum senang melihat kedatangan Satrio. Kenapa dia harus datang di saat seperti ini sih? Dan apa tadi yang Satrio katakan? Kenapa dia harus bertanya tentang Bunga dan Mawar padaku? “Duduk dulu Yo. Kebetulan kami lagi bahas sesuatu.” Lek Wito sudah berdiri dan mempersilahkan Satrio untuk duduk di sampingku. “Saya kesini mau cari Mbak Bunga dan Mawar Pak Lurah. Seperti yang Pak Lurah tahu, sejak bolak-balik keluar kota saya tidak pernah datang kesini lagi.” “Sudah coba di hubungi?” Satrio menganggukan kepalanya. “Sampai kemarin masih kirim pesan, telpon atau video call. Tapi sejak tadi pagi, Mbak Bunga sama sekali nggak bisa di hubungi.” Pandangan Satrio kini beralih padaku. “Memang Mbak Bunga dan Mawar dimana mas?” Lidahku terasa sangat kelu. Tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan Satrio yang satu itu. Satrio kini mengalihkan pandangan pada Bapak dan Ibu yang sama-sama terdiam. Bahkan Bapak dan Ibu sudah menundukan kepala mereka. Begitu juga dengan Mas Budi,
POV Bunga Sepagi ini aku sudah bangun untuk membersihkan rumah. Satrio mengatakan padaku jika aku tidak perlu menyapu atau mengepel rumah setiap hari. Karena Satrio sudah membeli robot penyedot debu yang bisa bergerak sendiri tanpa perlu di pegang. Setelah aku menyalakan robot penghisap debu, aku memandikan Mawar di kamar mandi yang berada di dalam kamar kami. Sejak pindah ke rumah ini, Mawar sangat riang dan senang. Apalagi saat aku mengijinkannya bermain di taman. “Ibu aku mau bubur.” “Kok bubur? Kenapa nggak nunggu Ibu selesai masak sop ayam kesukaan Mawar?” Mawar menggelengkan kepala dengan ekspresi yang menggemaskan. “Soalnya Om Tukang di beliin makanan terus. Tapi, aku nggak.” Aku tertawa sambil memakaikan Mawar kaos berwarna merah muda dan rok berwarna senada. “Oke. Ibu belikan Mawar bubur di depan. Sekalian nanti kita pergi ke tukang sayur ya.” “Hore.” Seru Mawar sambil mengangkat kedua tangannya. Om tukang yang di maksud Mawar adalah tukang yang bekerja untuk membangun
Drtt… Drrtt… Drrtt… Sejak tadi hp Satrio terus berbunyi. Aku lalu menyuruhnya untuk melihat pesan yang masuk lebih dulu. Ternyata semua pesan yang masuk dari Mas Ragil yang meminta Satrio menghubunginya jika sudah menemukan aku. “Gila banget suami kamu ini mbak. Sudah ketahuan selingkuh, tapi tetap nggak mau berpisah.” Aku menganggukan kepala setuju. Layar hp Satrio sudah terarah padaku. Sehingga aku bisa membaca pesan terakhir yang di kirimkan Mas Ragil pada Satrio. Aku hanya bisa menggelengkan kepala setelah membaca pesan itu. [Kamu camkan baik-baik Yo. Aku tidak akan pernah menceraikan Bunga. Jika dia mengajukan gugatan cerai, dia tidak akan bisa karena sama sekali tidak punya bukti.] “Apa yang harus aku balas mbak?” “Biarkan saja. Jangan di ladeni. Lebih baik jika kamu diam saja Yo. Oh iya, kapan kontrak rumah kamu akan berakhir?” Satrio menggulir layar hpnya untuk melihat tanggal penting yang selalu ia tandai. “Bulan depan. Setelah itu, aku akan menerima pekerjaan secara
“Aku jadi ingat mbak waktu nggak sengaja lihat Bude Jumi mencuri uang simpananmu di dalam lemari. Kalau tahu kamu akan di marahi lagi oleh Mas Ragil, aku tidak akan memberi tahu kamu.” Bunga terkekeh pelan saat mengingat kejadian itu. Satu minggu setelah Satrio selesai memasang kamera CCTV di setiap sudut rumah, Ibu mertua diam-diam masuk ke dalam kamar. Saat itu aku sedang memasak di dapur sambil menggendong Mawar. Uang dari Satrio masih cukup banyak di dalam lemari. Selain itu, Satrio juga membelikan baju baru untukku dan Mawar. Aku baru tahu jika uang di dalam lemari hilang pada malam harinya. Saat Satrio mengirimkan pesan padaku jika Ibu mertua sudah mencuri uang dan baju baru milikku dari dalam lemari. Sontak saja malam itu aku langsung memeriksa ke dalam lemari. Uang yang aku letakan di bawah tumpukan bajuku sudah hilang. Seluruh tubuhku rasanya sangat lemas. Karena uang itu berjumlah lima ratus ribu rupiah. Aku terduduk di atas tempat tidur. Menatap Mawar yang sedang bermain
POV Orang Ketiga Bukan tanpa alasan Bunga menanyakan hal itu pada Satrio. Pasalnya ia sama sekali tidak tahu kapan tepatnya Satrio memasang semua kamera CCTV di rumahnya dan Ragil. Karena di hari pertama menginap, Satrio sendiri tidak membawa peralatan elektronik. Selain hp dan laptop yang di gunakannya untuk bekerja. “Dua hari kemudian. Waktu itu aku sengaja masuk ke dalam rumah kalian lewat pintu belakang. Tepat setelah Mas Ragil pergi. Aku sudah mau manggil kamu mbak. Tapi, kamu buru-buru pergi ke pasar buat beli baju lagi untuk Mawar.” Bunga seketika teringat dengan kejadian hari itu. Satrio kembali melanjutkan ceritanya jika tujuan Satrio memasang kamera CCTV selain untuk mendapatkan bukti adalah untuk mengetahui dimana Ragil menyimpan surat-surat penting. Karena pasti ada saatnya Ragil mengambil surat penting sepert KK untuk di potokopi untuk mengurus suatu keperluan. Malam harinya Satrio hanya mengiirm pesan pada Bunga jika rumahnya sudah di pasang kamera CCTV berukuran keci
Baru saja Ragil akan keluar dari rumah, suara ketukan terdengar di pintu depan. Pria itu berjalan menuju pintu depan. Seorang pria dengan pakaian kurir menyerahkan sebuah amplop padanya. “Ada kiriman atas nama Pak Ragil.” Kata kurir itu lalu pergi. Kening Ragil berkerut bingung. Ia kembali masuk ke dalam rumah untuk membuka amplop itu. Saat segel plastiknya terlepas, terlihat dengan jelas nama Pengadilan Agama di kotanya sebagai pengirim. Dada Ragil menjadi berdetak lebih cepat. Rasa takut perlahan menyusup dalam hatinya. Sesuai dugaan Ragil, surat itu adalah gugatan cerai yang di layangkan Bunga padanya. Tubuh Ragil menjadi lemas hingga ia terduduk di lantai yang dingin. Di remasnya kertas itu dengan kasar. “Kalau aku nggak bisa membujuk Bunga dengan cara halus, aku harus memakai cara kasar. Tidak akan aku biarkan dia pergi saat masalahku sedang pelik seperti ini. Aku butuh anak laki-laki secepatnya agar bisa menjad ahli waris Bapak lagi.” Ragil lalu bangkit dari duduknya. Dengan
Semua orang sedang berada di kamar masing-masing setelah kami selesai makan malam. Aku sendiri sudah berada di dalam kamar bersama Mawar yang sudah terlelap. Jarum jam baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Aku sama sekali belum mengantuk. Jadi, aku memutuskan untuk membuat video konten ID. Setelah selesai membuat video, aku mengeditnya dan mengunggah video itu. Seperti biasa, jumlah like dan komen sudah banyak hanya dalam hitungan detik. Melihat salah satu video yang aku buat tentang perubahan suami setelah menikah mengingatkanku dengan awal pernikahanku dengan Mas Ragil dulu. Hari itu setelah acara resepsi di laksanakan Mas Ragil langsung memboyong aku ke rumahnya. Rumah yang sudah ia beli sebelum menikah denganku secara kredit. Jadi, Mas Ragil masih harus membayar cicilan kredit rumahnya. Gaji Mas Ragil otomatis akan berkurang. Aku sudah di beri tahu hal itu. Jadi, tidak akan terkejut. Aku memang tidak terkejut dengan hal itu. tapi, aku terkejut dengan hal lain. Malam it