Bab 36"Papa ... Papa ..." Dila kembali mengigau. Memanggil-manggil papa dalam tidurnya.Yana menghapus air matanya, mengambil ponsel dan menyalakannya."Aku rela bersujud di kakimu, Mas. Jika memang dengan begitu, aku bisa kembali padamu," gumam Yana di dalam hati.Yana mengusap layar ponsel dan memanggil kontak Arif, namun selalu di rijek otomatis, Yana lalu membuka aplikasi WhatsApp. Namun, kontak yag biasanya terpampang poto mereka bertiga berubah menjadi kontak tanpa gambar, bahkan tidak tertera terkhir dilihat. Yana terduduk di kursi samping brangkar Dila. "Ya Allah, Mas, kamu memblokir kontak aku?" Yana menangis tersedu-sedu.Yana sungguh tidak menyangka, Arif Setega itu, memblokir kontak WhatsApp dan menghitamkan kontak telepon Yana juga. Jika selama ini mereka sering ribut, Arif tetap mengangkat telpon Yana walaupun dalam keadaan marah, Arif akan tetap membalas Chat Yana meskipun mereka sedang diam-diaman. Tapi saat ini, Arif memblokir kontak Yana. Apakah itu berarti, Arif be
Bab 37Pengakuan FikriPagi-pagi sekali, Bu Bejo dan Intan sudah berkutat di dapur, mereka membuat sarapan dan menyiapkan bekal untuk berangkat mencari keberadaan Yana. Ketika adzan subuh berkumandang, Intan dan ibunya bergantian mengerjakan ibadah shalat subuh, lalu melanjutkan pekerjaannya di dapur."Pak e, hayoo sarapan, bentar lagi kita berangkat," Intan memanggil bapaknya yang sedang asik memandikan burung-burung kesayangannya."Iya, Nduk!" Sahut Pak Bejo beranjak dari tempat duduknya, dan meletakkan kembali sangkar burung pada tempatnya.Nasi putih sudah mengebul, dengan goreng ikan asin, sambal terasi, dan rebusan daun singkong. "Wah, sedap banget ini sarapannya, Buk," ucap pak Bejo melirik pada istrinya."Lah iya, Intan nyuruh masak menu ini, untuk bekal nanti bawa lauk lele goreng, katanya!" Sahut Bu Bejo membuat suaminya terkejut."Lah? Kok pake acara bawa bekal segala toh, Nduk?" Tanya Pak Bejo menatap Intan yang makan dengan lahapnya."Emangnya kenapa, Pak?" Intan melirik
Bab 38"Beneran? Lalu bagaiman dengan Reka?" Tanya Bu Indah."Fikri udah bercerai sama Reka, Bu ..." Jawab Fikri."Iya, ibu tau. Tapi bagaimana kalau Reka meminta rujuk lagi?" Tanya Bu Indah menatap Fikri."Nggak, Bu. Fikri nggak akan rujuk sama Reka, sudah cukup selama ini Reka manfaatin Fikri," ujar Fikri."Lagi pula, ibu tau kan, sejak dulu Fikri memang sudah jatuh cinta pada Yana. Hanya saja, Yana selalu menolak Fikri. Sekarang, jika Yana mengizinkan Fikri mengisi hatinya, Fikri akan menyayangi Dila sepenuh hati," ujar Fikri. Lalu meninggalkan ibunya menuju Mushola Rumah sakit.Yana baru saja menyelesaikan ibadah salat dua rakaat, Yana bermunajat, memohan pada Sang pemilik dunia, untuk segera mengangkat penyakit Dila."Robbi ... Hamba mohon, angkatlah penyakit anak hamba, berilah Dila kekuatan. Jangan biarkan Dila menderita dalam menahan rasa sakitnya," Yana menadahkan kedua tangannya, berurai air mata. "Hamba rela jika sepenuh hidup hamba harus mengabdi pada mertua dan suami ham
Bab 39Pencarian dimulaiWajah Burhan berubah muram, "Kamu sudah menghubungi Yana lagi?" tanya Burhan.Arif menggelengkan kepalanya."Segera selesaikan masalahmu dengan Yana, sebelum penyesalan itu datang," ujar Burhan menepuk pundak Arif dengan pelan. "Maksudmu apa, Bur?" Tanya Arif menatap serius ke arah Burhan."Menurut tafsir yang aku pelajari, arti mimpimu itu adalah Dila sedang merindukanmu, Dila sedang sakit, kamu harus segera menemuinya, kalau tidak, kamu bisa kehilangan dia untuk selamanya," ujar Burhan."Maksudmu, Dila akan mati?" Tanya Arif gelisah."Aku tidak berkata kehilangan itu berarti mati, bisa saja kehilangan dengan cara lainnya," Burhan menatap Arif yang masih terlihat bingung."Aku nggak ngerti maksudmu, Bur!" Jawab Arif bingung."Seorang anak bayi, akan merasa nyaman berada di dekat orang yang menyayanginya, disaat dia merindukan seseorang yang berarti dalam hidupnya," ucap Burhan.Arif masih tercenung, mencoba mencerna ucapan Arif. Burhan menarik napas berat,
Bab 40Pak Bejo membawa sepeda motornya untuk mencari alamat rumah Bu Indah. "Di sana, Pak," ujar Intan menunjuk sebuah lorong kecil.Pak Bejo menghentikan sepeda motornya."Kenapa, Pak?" Tanya Intan."Kamu ngapain nyuruh bapak ke sana?" Tanya pak Bejo pada Intan."Lah, rumahnya di sana," jawab Intan singkat."Kamu itu pasti salah, Bu Indah itu orang kaya, lorong yang mau kita masukin itu lorong kecil. Sepeda motor aja gak masuk," ujar Pak Bejo."Bapak ... Intan nggak peduli, Bu Indah mau orang kaya atau konglomerat sekalian, yang penting, alamat yang di tunjuk bapak yang tadi itu, di sana!" Ujar Intan geram pada Bapaknya."Udah, ah. Ayook ke sana. Atau Intan aja yang kesana sendirian," ujar Intan turun dari motornya dan hendak mengambil alih posisi tempat duduknya."Eh, eh, eh, ada-ada saja, hayuuk kita kesana!" Pak Bejo kembali menstater motornya, Intan pun segera naik ke atas motor dan mereka memasuki lorong kecil tersebut.Intan menyuruh Pak Bejo berhenti di depan sebuah rumah ke
Bab 41Menemukan YanaIntan melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Pak Bejo menepuk-nepuk bahu Intan."Kamu itu, mbok yo kalau mau mati, mati aja sendiri, Ojo ngajak-ngajak bapak!" Ujar Pak Bejo menepuk bahu Intan."Wes ah, bapak diam aja, nggak usah banyak cerita," sahut Intan terus melajukan sepeda motornya dengan kencang."Gimana mau diam, kalau mulut bapak udah kayak mulut Komeng begini, nyesal bapak beli motor Jupiter, bukan cuma iklan, bibir bapak beneran monyong, ini?" Pungkas Pak Bejo membuat Intan tertawa terbahak-bahak.PletakkPak Bejo memukul kepala Intan yang di tutupi Helm. Intan tertawa cekikikan karena melihat dari kaca spion, bapaknya mengibaskan tangan karena sakit memukul helm Intan." Kalau bapak itu sakit, dibantu, bukannya ditertawai," ujar Pak Bejo membuat Intan semakin tertawa."Lah, bukannya bapak hebat, masa tangan kena helm aja kesakitan?" Sahut Intan kembali tertawa.Mereka tiba di halaman rumah sakit Raden Mattaher Jambi, Intan meminta pak Bejo
Bab 42"Bapak, hayoo," ujar Intan menarik kembali tangan bapaknya."Kamu itu kebiasaan, Nduk, narik-narik tangan bapak, bapak ini belum jadi buyut, masih tampak kok jalanan ini," sungut Pak Bejo."Bapak suka melamun, Sih!" Jawab Intan terus melangkah."Bapak ndak melamun, wong Bapak cuma liat-liat aja, kok!" elak Pak Bejo."Terserah, pokoknya ayo ikuti Intan," ujar Intan menarik tangan bapaknya."Iya, tapi jangan tarik-menarik kayak gini, dong. Malu tau, dilihat orang," ujar Pak Bejo melepas tangannya dari genggaman Intan.Mereka terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Intan membaca sebuah pintu bertuliskan Cempaka nomor tiga. Intan menarik napas dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Sedangkan Pak Bejo terheran-heran melihat sikap Intan.Ceklekk"Assalamualaikum," ujar Intan."Waalaikumsalam," jawaban dari dalam ruangan.Intan masuk ke dalam ruangan bersama Pak Bejo, Intan tercenung saat mendapati seorang lelaki sedang duduk di kursi samping brangkar, lelaki yang tidak p
Bab 43Kembali ke PatiBu Wongso mengetuk pintu kamar Arif berkali-kali. Hening, tidak ada sahutan."Rif, Arif, buka pintunya," teriak Bu Wongso menggedor pintu kamar Arif. Masih hening, tidak ada sahutan."Arif, kalau pintunya nggak dibuka, ibu bakalan suruh Bik Minah mendobrak pintu ini," teriak Bu Wongso.CeklekkPintu kamar terbuka, Arif muncul dengan wajah kusut dan baru bangun tidur."Rif, udah tiga hari loh kamu nggak kerja?" Tanya Bu Wongso menatap Arif yang kembali berbaring di ranjang menghadap ke arah dinding, memunggungi ibunya."Arif dipecat, Bu!" Ujar Arif singkat."Apa? Dipecat? Kok bisa?" Tanya Bu Wongso duduk di pinggir ranjang."Arif kerja nggak becus, Bu!" Jawab Arif tanpa mengubah posisinya."Kenapa bisa nggak becus? Selama ini baik-baik saja?" Tanya Bu Wongso lagi.Arif membalikkan badannya, lalu duduk di pinggir ranjang, disamping Ibunya."Arif nggak fokus, Bu!" Ujar Arif menundukkan kepalanya."Kenapa? Karena Si jelek Yana itu?" Bu Wongso mencebikkan bibirnya.