Bab 89"Memangnya Intan tidak di kamar yang berbeda?" tanya Arif memindai rumah tersebut."Nggak, Mas! Yana sekamar sama Intan," jawab Yana."Kalau begitu, mas tidur di kamar itu saja!" Arif menunjuk sebuah kamar yang bersebelahan dengan kamar Intan "Itu kamar Sasa, ngapain mas tidur di kamarnya? Sasa bisa mengamuk!" jawab Yana lagi."Dek, mas ini lelah! Mas ingin beristirahat, masa kamu suruh beristirahat di depan televisi seperti ini? Apa salahnya kamu meminta Sasa tidur bersama Intan?" ujar Arif dengan nada sedikit kasar."Maaf, ya, Mas! Ini rumah orang tuaku, jadi kita tidak punya hak untuk mengatur penghuninya. Bukankah di rumah ibumu juga seperti itu?" hardik Yana menjauhi Arif."Mama ...." tiba-tiba Dila muncul dari dalam kamar Intan dan menghampiri Yana."Dila ... Sayang ...." Arif mencoba memeluk Dila, namun bocah berumur dua tahun itu menghindar bahkan ketakutan melihat Arif."Sayang, ini papa!" Arif mengulurkan tangannya untuk memeluk Dila. Sayangnya, Dila menggelengkan ke
Bab 90Pemberi harapan palsuSinta ketakutan melihat ekspresi wajah Bu Wongso. Perlahan, Sinta melangkah mundur, namun, Bu Wongso semakin mendekatinya."Jawab, Sinta!" bentakan Bu Wongso membuat Sinta terkejut."Sinta antar ke bandara! Karena Mas Arif ingin ke Jambi dan mentalak Yana!" jawab Sinta menggigit bibir bawahnya."Bodoh kamu, perempuan bodoh!" Bu Wongso menjambak rambutnya dan menangis histeris."Bu, Mas Arif menemui Yana karena ingin mentalak Yana!" ujar Sinta menatap Bu Wongso yang menangis terduduk."Kamu percaya? Arif itu tidak akan pernah menceraikan Yana. Dia sayang sama Dila!" sahut Bu Wongso lirih."Maksud ibu?" tanya Sinta mendekati Bu Wongso."Arif itu teramat sangat menyayangi Dila. Dia tidak akan pernah mau kehilangan Dila. Sedangkan kamu tahu sendiri, kalau Dila tidak bisa hidup tanpa mamanya. Ibu sudah wanti-wanti agar Arif tidak mencari Yana, tapi kamu malah memberinya jalan untuk menemukan perempuan laknat itu!" jawab Bu Wongso bangkit dan duduk di kursi."Ap
Bab 91Yana mengerti maksud dari perkataan Arif. "Lihat nanti, deh!" ujar Yana berlalu membawa Dila masuk ke dalam kamar.Arif tersenyum, karena sesaat lagi bisa melepaskan hasrat yang telah membuncah selama beberapa bulan.Tiga jam lamanya Arif menunggu. Namun, Yana tak kunjung keluar dari kamar Intan. Arif mulai gelisah, lalu memutuskan untuk mengetuk kamar Intan. Tidak disangka, apa yang dilakukannya membuat Dila menangis dengan kencang dan membangunkan seisi rumah.Pak Bejo dan istrinya keluar dari kamar dan melihat Arif yang menggedor kamar Intan."Dila kenapa, Rif?" tanya Pak Bejo melotot ke arah Arif.Arif hanya menggelengkan kepalanya dan kembali berbaring di depan televisi karena Yana tak kunjung membuka pintu. Hingga pagi, Arif masih belum bisa memejamkan matanya.******"Dek, kita jalan-jalan, Yok!" ajak Arif kepada Yana setelah mereka sarapan."Yana banyak kerjaan, Mas. Hari ini mau bikin kue sama Intan untuk Acara di masjid!" sahut Yana.Yana sudah menyusun rencana denga
Bab 92Lingkaran hitam"Terserah mas! Yang pasti, jika mas pergi dari sini, berarti mas memilih berpisah. Yana akan urus perceraian kita secepatnya!" ujar Yana menatap manik mata Arif."Enggak, Dek! Kita tidak akan pernah berpisah!" Arif mengambil tas ranselnya dan segera menaiki sepeda motor yang sebelumnya sudah dia pesan ketika di warung."Mas akan kembali lagi setelah ibu sembuh! Kita akan kembali bersama!" Arif hendak mencium kening Yana, namun Yana segera menghindar.Yana tidak ingin hatinya terluka dengan harapan palsu yang diberikan oleh Arif.Arif mendekati Dila dan mencium pipi bocah kecil itu. "Papa akan kembali. Dila baik-baik sama mama, ya, Sayang!" ujar Arif membelai rambut Dila.Dila tidak merespon, hanya menatap sekilas. Lalu kembali memeluk Yana dengan erat."Tunggu mas, Dek! Jangan pernah menggugat cerai. Karena sampai kapanpun, Mas akan menolak. Mas tidak ingin berpisah denganmu!" ujar Arif ketika sudah menaiki sepeda motor.Yana mengusap setetes air mata yang jatuh
Bab 93*******Arif telah selesai mandi, dan segera berganti pakaian. Tubuhnya terasa lebih segar. Arif melihat Sinta yang sudah berganti pakaian."Sin, kamu ganti pakaian?" tanya Arif menoleh Sinta yang terlihat seksi dengan mengenakan rok mini dan tanktop ketat.Arif menelan Saliva nya. Hasrat terhadap Yana yang membuncah membuat panas dingin tubuhnya.Sinta menyodorkan segelas jus jeruk kepada Arif."Mas minum dulu jusnya. Aku sengaja membuatkan untuk Mas, agar Mas lebih segar!" ujar Sinta menyodorkan gelas berisi jus tersebut kepada Arif dengan gerakan menggoda.Arif menerima gelas dari tangan Sinta, dan meneguknya tanpa mengalihkan pandangan dari tubuh Sinta yang seksi.Setelah gelas tersebut kosong. Tiba-tiba, Arif merasa kepalanya pusing. Gairah di dalam tubuhnya semakin membuncah.Sinta tersenyum dan duduk di pangkuan Arif. Menelusuri wajah lelaki yang telah terbakar api gairah itu dengan jari lentiknya.Tanpa berpikir panjang. Arif merampok bibir Sinta. Melahap dan melumat bi
Bab 94Bertanggung jawabSinta melihat chat dan telepon dari Bu Wongso puluhan kali. Sinta tersenyum. Mengerti keinginan calon mertuanya itu. Sinta lalu membuka aplikasi go food dan meminta kurir untuk mengantar makanan kesukaan Bu Wongso ke klinik dr. Mita. Sebelum kembali merebahkan dirinya ke dalam pelukan Arif. Sinta memutar video yang berdurasi sembilan puluh menit. Video yang berisikan bagaimana panasnya percintaan yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu.Sinta lalu mengirimkan video tersebut ke tiga email miliknya. Untuk berjaga-jaga, jika suatu saat video di dalam ponselnya hilang atau dihapus oleh Arif, Sinta masih memiliki duplikat di berbagai email.Sinta membayangkan akan menjalani rumah tangga. Bersama Arif. Lelaki pujaan hatinya yang telah lama didamba. Hingga akhirnya tertidur dalam dekapan Arif.*****Arif menggeliat perlahan dan merasakan seseorang berada di dalam pelukannya. Arif terkejut ketika mendapati dirinya dan Sinta tidur dalam satu selimut tanpa sehelai
Bab 95Arif mengenal lelaki tersebut dan sangat menghormati karena jabatannya."Masih bertanya salahmu apa?" tanya laki-laki yang bernama Sakti tersebut.Arif memijit pelipisnya. Sinta pasti mengadukan hal tersebut kepada Sakti."Ada apa ini, Nak Sakti?" tanya Bu Wongso dengan suara pelan. Tentu saja berpura-pura."Arif telah memperkosa Sinta sampai Sinta dirawat di rumah sakit!" jawab Sakti menatap Arif dengan tajam."Apa?" Bu Wongso begitu terkejut dan menoleh ke arah Arif."Benar itu, Rif?" tanya Bu Wongso kepada putranya.Arif hanya terdiam. Tidak mampu menjawab."Aku akan membawa kasus ini ke kantor polisi. Karena video pemerkosaan tersebut ada di tanganku!" ucap Sakti dengan geram.Arif menatap Sakti. "Mas, aku mohon. Jangan!" ujar Arif memohon kepada Sakti."Keadilan harus ditegakkan. Sinta mengalami luka yang parah pada bagian alat vitalnya. Dan yang lebih menyakitkan. Tidak ada laki-laki yang Sudi menikahi perempuan bekas pemerkosaan!" Sakti menatap tajam kepada Arif."Sakti!
Bab 96Sinta terluka parah"Tentu saja, anda bisa mencari kuasa hukum untuk mengurus perceraian anda di sana. Anda cukup menunggu kuasa hukum itu kembali kemari membawa surat cerai anda!" jawab Petugas tersebut membuat Yana dan Intan tersenyum."Baik, Pak. Terima kasih!" "Sama-sama, kita tetap kirimkan berkas ini ke Pengadilan di sana. Jika ditolak, kami akan segera menghubungi anda!" Yana dan Intan pun menjabat tangan lelaki itu dan segera berlalu meninggalkan tempat tersebut."Sepertinya kita butuh bantuan Bang Fikri," ujar Intan.Yana menghentikan langkahnya dan menatap Intan dengan seksama."Nanti kita bicarakan!" jawab Yana singkat."Kita harus bicarakan sekarang, Mbak! Supaya cepat selesai!" sahut Intan mengehentikan langkahnya.Yana menatap Intan sekilas. "Kita coba ini saja, dahulu. Jika memang gugatan kita ditolak oleh pengadilan sana. Kita akan pakai pengacara. Mbak nggak mau merepotkan Bang Fikri dan Bang Arka!" ujar Yana.Intan hanya menarik napas berat. "Maksud Intan, k