Share

Hampir ketahuan

Bab 8

Brian jadi bingung kini, dia tidak menyangka Kinanti melihatnya hendak masuk ke dalam mobil mewah yang dibawa oleh anak buah Brian. “Berlan, kenapa kamu diam? Kamu mau kemana dan mereka itu siapa?” tangan Kinanti menunjuk ke arah lima mobil mewah yang berderet dan tujuannya untuk menjemput Brian.

“Mereka? Aku tidak kenal dengan mereka, Kinanti. Ini salah satu dari mereka bertanya di mana rumah Pak Midun. Yah mana aku tahu? Lagian aku juga baru disini,” kata Brian berbohong, lanjut dengan Brian yang berkata, “Sana kalian pergi saja, tanyakan ke yang lain, aku tidak mengenal siapa orang yang sedang kalian cari.”

Brian senyum-senyum sendiri memandang Kinanti, padahal senyuman itu hanya semata menyembunyikan kebohongan dan kecemasannya kini. Karena dalam hatinya Brian justru berkata, “Hampir saja ketahuan.”

“Aneh, masak di tempat seperti ini masih ada yang namanya Midun? Memangnya orang luar itu ada yang namanya Midun yah, Berlan?”

Brian mengedikkan bahunya menjawab ucapan Kinanti, lanjut dengan Brian yang justru berkata, “Ini sudah malam loh, apa kamu tidak ngantuk dan tidak ingin tidur? Apalagi besok hari pertama kamu kerja, Kinanti. Mendingan kamu tidur deh Kinanti.”

“Iya nih, aku juga sudah ngantuk. Tapi ngomong-ngomong. Terima kasih yah Berlan.”

“Terima kasih untuk apa, Kinanti?”

“Untuk semuanya Berlan, untuk tempat tinggal dan pekerjaannya Berlan. Kamu juga mengeluarkan uangmu untuk membeli pakaian untukku, tapi aku janji Berlan. Aku akan mengganti semua uangmu setelah nanti aku gajian Berlan. Gak apakan kalau harus menunggu selama ini Berlan?”

“Gak apa-apa Kinanti, kamu tidak usah pikirkan itu. Mendingan kamu masuk ke dalam dan istirahat lah. Tidak baik juga wanita seperti kamu berada di luar gini Kinanti. Apalagi kini kita berada di negeri orang. Jadi sedikit berbahaya Kinanti untuk perempuan seperti kamu.”

Mata Kinanti pun melihat sekitar tempat tinggal barunya, tidak ada seorangpun disitu. Sangat sepi dan hanya ada mereka berdua di tempat itu sekarang.

Sejauh matanya memandang pun tidak tampak ada orang, hanya beberapa pepohonan rimbun kalau dilihat di malam hari sedikit menyeramkan. Hal itu membuat Kinanti jadi merinding sendiri. Terlebih saat melihat pokok pepohonan itu seperti bergoyang karena hembusan angin malam.

“Hmmmm, aku masuk dulu.” Kinanti segera masuk rumah, dan hal itu sempat membuat Brian berkata, “Dasar wanita mau aja ditakut-takuti.”

Setelah merasa aman dan Kinanti pun tidak lagi terlihat barulah membuat Brian menelepon Marco untuk menjemputnya kembali.

Marco mengusulkan agar Brian berjalan sedikit ke depan, agar suara mobil anak buah Brian tidak terdengar oleh Kinanti dari dalam rumah. Sebab posisi Marco dan beberapa anak buah Brian lainnya tidak terlalu jauh dari keberadaan Brian kini.

Brian pun setuju dengan usulan Marco, dia berjalan beberapa langkah ke depan hingga mobil yang ada Marco di dalam mundur dan berhenti tepat di sebelah Brian.

“Ayo kita berangkat,” sahut Brian.

Di dalam mobil itu Brian menerima jas pemberian Marco, lalu menyimpan tompel yang melekat di wajah Brian, lanjut dengan Brian yang mengganti sepatunya ke sepatu yang lebih bagus dan mahal. Jadi semua aksesoris yang dipakai oleh Brian saat menyamar sebagai Berlan di hadapan Kinanti itu pun dilepaskan oleh Brian semua. Dan menggantinya dengan barang-barang yang biasa dia pakai dalam sehari-hari.

Saat mengenakan jam mahalnya, Brian pun meluapkan isi hatinya yang kerepotan harus menyamar sebagai orang lain untuk Kinanti, dengan Brian yang berkata, “Apa gak ada asulan lain Marco, selain harus menyamar menjadi pria cupu di hadapan Kinanti. Ini sangat mengganggu ku, Marco.”

“Bagaimana lagi caranya, Brian? Aku cuman punya ide seperti itu, memangnya kalau kamu muncul di hadapan Kinanti sebagai Brian. Apa kamu pikir dia bakalan mau menerima kamu Brian? Tapi semua tergantung pada kamu lagi Brian. Aku sebagai seorang asisten hanya bisa memberikan usulan saja, Brian. Lagian apa salahnya menikmati hidup seperti kehidupan orang biasa. Aku lihat kamu cukup menikmatinya Brian.”

Brian jadi terbayang saat untuk pertama kalinya dia makan di rumah makan biasa, dan bagi Brian itu pengalaman yang luar biasa. Karena rasa makanannya membuat Brian ketagihan.

“Jadi tergantung kamu sih Brian, aku nurut saja apa yang kamu mau,” lanjut Marco.

“Baiklah, akan aku coba untuk beberapa hari ini. Tapi kalau aku gak betah maka dia akan aku nikahkan paksa dan menjadikannya sebagai seorang istri. Terserah kalau dia mau atau tidak. Tapi aku pastikan kalau kali ini dia tidak akan bisa lari dariku!”

“Hmmmm, tapi kamu harus ingat satu hal Brian. Mungkin kamu bisa memiliki raganya tapi tidak dengan hatinya. Apalagi ada pepatah yang mengatakan. Kalau kamu ingin menangkap ikan di dalam kolam maka tenangkan dulu airnya, jika kamu tertarik pada gadis pendiam. Maka caranya tidak sama. Aku rasa kamu paham dengan maksud ucapanku itu Brian.”

“Entahlah,” kata Brian dengan dia berpaling muka, dia tidak lagi mau melanjutkan pembahasan tentang Kinanti, tapi justru bertanya. Siapa saja pimpinan para mafia yang datang itu. Dan mereka dari negara mana saja.

Hingga pertanyaan Brian pun dijawab oleh Marco dengan berkata, “Semuanya datang Brian, alasannya sih ingin membuat persatuan antara para mafia, aku rasa itu tidak akan berguna. Yang ada justru akan saling menjatuhkan. Karena yang namanya musuh sangat payah diajak duduk dalam satu meja.’

“Hmmmm, siapkan saja pasukan untuk jaga-jaga.”

“Soal itu aman Brian, semuanya sudah aku atur. Kita ikutin aja dulu permainan mereka.”

“Baiklah,’ jawab Brian.

Keberadaan mereka pun sampai di tempat pertemuan, dan disitu sudah ada beberapa pemimpin Mafia yang sudah terlebih dahulu datang sebelum Brian dan para anak buahnya tiba. Dan kedatangan Brian disambut dengan senyuman palsu dari pemimpin lain.

Mereka seakan-akan senang menyambut kedatangan Brian, satu dari mereka pun berkata, “Aku pikir kamu tidak akan datang, Brian.”

Brian membuang senyum sinis, dan menatap semuanya dengan tatapan mata tajam, tidak ada kepalsuan yang ditunjukkan Brian malam ini. Dia tetap menjadi si Brian yang kejam dan tidak menyukai para musuhnya.

Bahkan hal pertama yang Brian ucapkan pun mampu membuat yang lainnya langsung terpancing emosinya, tapi mereka berusaha untuk mengendalikan diri. “Untuk apa sih kalian buat acara sampah seperti ini? Apa kalian kurang kerjaan hah? Atau jangan-jangan kalian ingin minta perlindungan, cih … aku tidak sudi bekerja sama dengan orang-orang goblok kayak kalian semua.”

“Maaf Tuan Brian yang terhormat, kita disini hanya untuk silaturahmi antara para mafia, bukan untuk membicarakan tentang kerjasama. Kalau ada pun tentang pembahasan kerjasama bisa dilakukan setelah pertemuan ini selesai. Cuman peraturannya disini harus saling menghargai dan jangan sampai ada tumpah darah disini,” kata salah satu dari pimpinan mafia itu.

“Baiklah, baiklah. Ayo langsung mulai!” ujar Brian.

Gaya Brian tidak berubah-ubah, dari caranya bicara yang terkesan menyakitkan dan selalu membuat musuhnya sakit hati, sampai dari caranya memandang yang membuat musuhnya gentar.

Itulah Brian, pria yang baru tumbuh dewasa dan sudah diminta memimpin sebuah geng Mafia penjual segala barang-barang haram dan melakukan semua praktek yang ilegal. Dari penjualan manusia sampai pekerjaan lain yang dilakukan oleh Brian.

_________

Bisa dikatakan Brian dan rombongannya pulang dari pertemuan itu sekitar jam 2 pagi, itu pun tidak ada pembahasan yang mampu membuat Brian tertarik atau merasa waktunya tidak terbuang sia-sia. Karena bagi Brian. Menghadiri acara semalam hanya membuang waktunya yang berharga.

Ditambah pagi ini dia harus segera mungkin menemui Kinanti di rumah petak yang sengaja dibeli oleh Brian sebagai tempat tinggal Kinanti.

“Dia belum menunggu kan?” tanya Brian ke Marco.

“Kayaknya belum Brian, jangan lupa pakaikan tompel mu Brian. Dan ini sepatumu Brian.”

Marco menunjukkan sepatu biasa dari merek murahan untuk dipakai oleh Brian lagi.

“Kenapa tidak memakai sepatu yang biasa aku pakai?” tanya Brian.

“Kalau kamu memakai itu Brian, maka dia akan tahu kalau kamu bukan pria sederhana yang dia kenal, tapi seorang penipu yang menyamar sebagai pria biasa. Karena gak mungkin seorang pria biasa memakai sepatu yang harganya ratusan juta Brian.”

“Hah, ribet banget sih. Sini lah!” Brian menarik kasar sepatu itu dari tangan Marco.

“Sudah selesai, aku berangkat dulu,” Brian lupa hingga dia hendak masuk ke dalam mobil mewahnya, tapi tiba-tiba Marco berkata, “Pakai ini Brian, aku sudah siapkan sepeda motor untuk kamu. Agar kamu bisa membonceng Kinanti ke kantor mu, Brian.”

“Kamu serius ini Marco, aku harus pakai motor sendiri?”

“Hmmmm, good luck, Brian.’

Marco tersenyum saat melihat Brian menaiki sepeda motor sederhana milik penjaga kebun rumahnya Brian, ditambah saat melihat mimik muka Brian yang tertekan saat mulai membawa motor itu untuk menjemput Kinanti.

“Semoga dari sini kamu belajar untuk menjadi lebih baik, Brian. Dan aku harap Kinanti bisa merubah sikap keangkuhan dan kekejaman mu Brian.”

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status