Share

Melarikan diri

Bab 3

"Papa, Mama. Kalian mau kemana? Tunggu Kinanti, papa, mama!" Kinanti mencoba mengejar bayangan kedua orang tuanya, tapi semakin dikejar bayangan itu semakin hilang. 

Bahkan sebuah cahaya memisahkan Kinanti dari kedua orang tuanya. "Mama, papa. Kinanti mau ikut," ujar Kinanti yang tengah menangis sendiri.

Usahanya mengejar kedua orang tuanya sia-sia, yang ada tubuhnya seperti terangkat ke sebuah tempat. "Bangun kamu Kinanti, bangun!" suara itu disertai dengan seseorang yang menggoyangkan badannya. Meminta Kinanti untuk segera membuka mata.

"Siram saja, Ma!" usul Clara, karena kesal melihat Kinanti yang tidak kunjung bangun. 

Martha menyetujui saran dari Clara, hingga Martha mengambil segelas air yang tergeletak di atas nakas sebelah ranjang Kinanti. 

Byurrr

Segelas air putih itu membasahi wajah Kinanti, membuat Kinanti terpanjat dari atas ranjang. 

Kinanti mengusap wajahnya yang basah dengan baju yang dipakainya sambil berkata, "Bi, kenapa aku disiram?" 

"Untung cuman disiram Kinanti, untung gak Bibi pukul kamu Kinanti? Kamu lupa yah apa yang Bibi katakan semalam ha? Bibi bilang kalau kamu boleh tinggal di sini dengan satu syarat kamu harus kerja di rumah ini Kinanti. Jangan merasa ratu kamu di rumah ini Kinanti. Karena mulai detik ini dan seterusnya kamu babu di rumah ini Kinanti!" 

Kinanti yang dimarahi hanya bisa diam sambil menundukkan kepalanya, dia tidak lupa dengan ucapan Martha semalam, hanya saja sekarang masih terlalu pagi untuk Kinanti bangun.

Kinanti bahkan sempat menoleh ke arah jam dinding, pukul 05:30 menit, sementara Kinanti terbiasa bangun pukul 06:10 menit, itu pun paling cepat. Kadang Kinanti bangun jam 08:00 pagi selama sang papa masih ada. 

Namun kini Kinanti dipaksa untuk langsung kerja, dari membersihkan rumah, mengepel lantai, membersihkan jendela, menyapu halaman dan mencuci mobil yang biasa Clara pakai. 

Itu semua harus dikerjakan oleh Kinanti, tapi yang sedihnya saat Kinanti melihat keluarga pamannya sedang sarapan bersama, ingin rasanya Kinanti ikut bergabung. Apalagi perutnya terasa lapar, namun dia tidak berani mendekat. Hingga terpaksa Kinanti harus menahan rasa laparnya. 

"Kapan semua ini selesai? Aku capek, aku lapar," gumam Kinanti sambil mengelap keringatnya. 

"Kinanti, Kinanti!" suara sang bibi yang berteriak memanggil Kinanti, dan Kinanti segera mungkin menghampiri sang bibi. 

"Ada apa, Bi?" 

"Kamu habiskan sisa makan Bibi ini, Bibi kenyang." 

Kinanti melihat sisa nasi yang sudah bercampur dengan sambalnya, dan lauknya yang hanya tinggal kepala ikan dan tulang. Bagaimana bisa Kinanti memakan sisa nasi yang seperti makanan kucing? Entah penghinaan apa yang didapatkan oleh Kinanti lagi. 

"Apa yang kamu lihat lagi, Kinanti? Jangan bilang kalau kamu tidak mau menghabiskan sisa makanan Bibi?"

"Bukan begitu Bibi, apa aku boleh menambah nasi dan lauk pauknya Bibi?" 

"Jangan melonjak kamu Kinanti, sudah untung Bibi tidak menjualmu untuk membayar semua hutang-hutang almarhum papamu itu Kinanti!"

Kinanti kembali menundukkan kepalanya, belum habis rasa sedih di hatinya karena kehilangan sosok yang ia sayangi, sekarang dia harus menderita di rumahnya sendiri. 

"Kenapa tidak dijual aja, Ma? Kan lumayan uangnya Ma, jual aja Kinanti ke sugar Daddy Mama. Kebetulan Clara ingin beli mobil baru, Ma."

"Clara, diam mulutmu!" bentak Rachel. "Kamu jangan ikut campur kalau mamamu bicara, Clara!" sambung Rachel. 

Rachel bahkan mengambil piring bekas Martha. "Kamu mau apa, Mas?"

Rachel tidak menghiraukan ucapan istrinya, tangannya disibukkan untuk mengisi piring bekas Martha. 

"Mas, apa yang kamu lakukan Mas? Jangan bilang kalau kamu mau menyenangkan perut keponakanmu itu, Mas! Aku tidak setuju Mas!" Martha ingin mengambil piring yang sudah terisi makanan itu, namun oleh Rachel di tepis. 

Rachel bahkan berkata, "Kalau Kinanti sakit yang ada kita juga yang susah Martha, kamu mau keluar uang untuk biaya berobat Kinanti, Martha?"

Martha sang istri menggelengkan kepala, mana mau dia keluar uang sepeserpun untuk Kinanti. Dan Kinanti paham betul dengan sikap bibinya yang super pelit sedari dulu.

Kalau bukan begitu Martha dan Rachel tidak akan kaya sampai sekarang, dan ngomong-ngomong keluarga bibinya ini memiliki usaha untuk memberanakkan uang. Bisa dibilang Martha seorang rentenir. Dan itulah kenapa hutang papanya Kinanti sangat banyak ke Martha. 

Berawal dari pokoknya yang tidak seberapa dan bunganya yang selangit, hingga jaminannya harta benda yang dimiliki. 

Jadi tidak heran kalau hal ini terjadi pada Kinanti sang keponakan sendiri. 

"Kamu jangan senang dulu Kinanti, kamu boleh menghabiskan semua makanan itu, tapi ingat … nanti siang dan malam kamu tidak boleh makan lagi! Ingat itu!" 

Bisa bilang apa kini, semua kendali ada di tangan sang bibi. 

_________

Kawasan Brian. 

 Brian sedang berada di ruang kerjanya sambil memeriksa semua laporan penjualan dari bawahannya. "Kenapa bisa omset penjualan ku turun bulan ini?" tanyanya. 

Sang asisten yang bernama Marco itu pun menjelaskan semuanya dengan berkata, "Maaf Bos, pasar kita sedang diacak-acak oleh gang Jecky. Dia menurunkan harga pasar dari biasa kita jual Bos!" 

Bedebug

Brian kesal dengan musuhnya itu, sedari dulu Jecky selalu mencari gara-gara dengan Brian, bahkan Jecky ingin menyaingi Brian. 

"Kurang ajar, aku tidak akan membiarkannya menang dariku, kalau begitu turunkan harga dari harga pasarnya. Aku ingin melihat, apa dia masih bisa menyayangiku? Ha hahahaha!" 

Brian tertawa terbahak-bahak tapi suaranya terdengar sangar, dan Marcho juga ikut mengiringi tawa sang bos. 

"Kamu hancurkan harga penjualannya, aku ingin lihat bagaimana dia datang padaku dan mengaku kalah dariku!" 

Tok tok tok

"Permisi Bos!" Seorang pria yang merupakan anak buah Brian berdiri di ambang pintu, menunggu dapat perintah untuk diizinkan masuk. 

"Ada apa?" tanya Brian dari posisinya yang tengah duduk. 

"Maaf Bos, aku membawa informasi tentang wanita itu Bos."

Brian yang tadinya duduk di depan meja kerjanya langsung berdiri dan pindah ke sofa sambil berkata, "Kamu kemari." 

"Baik Bos." 

Pria itu berjalan menghampiri Brian, dan berdiri di hadapan Brian. Sambil menunjukkan sebuah foto yang ada Kinanti. 

Di dalam foto itu Kinanti tengah menangis di pemakaman, dan satunya lagi ada foto Kinanti yang tengah duduk sendiri sambil menangis. 

"Apakah ini alasan kenapa matanya sembab saat aku melihatnya untuk terakhir kalinya?" Brian bermonolog sendiri. 

"Maaf Bos, menurut kabar yang aku dapat kalau wanita itu bernama Kinanti dan papanya baru meninggal dalam sebuah kecelakaan beberapa waktu yang lalu, Bos."

"Kinanti, nama yang cantik. Secantik orangnya. Cari tahu di mana dia tinggal. Aku akan kesana dan membawanya bersamaku." 

"Baik Bos."

"Hah hahahaha, aku sangat bahagia. Akhirnya aku tahu juga namamu cantik. Aku akan datang menjemputmu dan mengusik sedihmu itu." Brian kembali bergumam sambil tertawa, rasa tidak sabar mulai menghantui pikirannya, dia bahkan langsung terbayang dengan posisinya yang sedang bermesraan dengan Kinanti. 

Di dalam bayangan itu Kinanti sedang duduk di pangkuannya, dan Brian sedang mengusap lembut rambut Kinanti sambil berkata, "Aku mencintaimu, Kinanti!" 

Disaat bersamaan Frans sangp apa muncul dari depan pintu dan langsung menyambar ucapan Brian dengan berkata, "Apa dia calon menantuku, Brian?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status