Share

Simpanan Mafia Kejam
Simpanan Mafia Kejam
Penulis: Bulandari f

Prolog

Bab 1

Seorang gadis bernama Kinanti sedang berlari meninggalkan kampus setelah menerima telepon dari pamannya yang mengabarkan bahwa ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Dia berlari tergesa-gesa, hingga tanpa sengaja menabrak seorang pria yang tengah berbicara di telepon. "Iya, aku akan …"

Bedebug

Suara ponsel yang terjatuh di lantai terdengar cukup keras. Pria itu tampak kesal dan menatap Kinanti dengan tajam. "Hey apa kamu tidak bisa melihat apa-apa? Kamu ….?" Dia terkejut setelah melihat siapa yang menabrak dan menjatuhkan ponselnya dia tampaknya mengenal Kinanti dan seketika itu juga, kemarahannya mereda.

Namun, Kinanti tidak memberi kesempatan untuk berbicara dengannya dan terus berlari. "Hey, tunggu! Kamu tidak bisa pergi begitu saja!" teriak pria itu.

Namun, Kinanti yang sedang berkabut tidak menghiraukan teriakan pria itu. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana cara dia bisa segera sampai di rumah. Meski begitu, dia sempat menoleh dan menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. "Ada apa dengannya? Dia biasanya tidak seperti ini," gumam pria yang bernama Brian itu.

Brian tahu betul bagaimana sifat Kinanti yang ceria dan jarang tampak murung. Itulah yang membuatnya tertarik pada Kinanti. Namun sayangnya, Kinanti tidak melihat Brian sebagai pria yang mencintainya.

"Ayo Brian, bukankah kamu harus berangkat sekarang?" sahut mamanya dari dalam mobil.

Brian masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Kinanti, namun dia tidak bisa mengejarnya karena harus berangkat ke luar negeri.

"Aku sudah bilang, Ma, tidak usah menjemput ku. Aku bisa pergi sendiri!" protes Brian.

"Tapi, Brian, papamu hanya khawatir kamu tidak berangkat tepat waktu," jawab mamanya.

Brian merasa kesal, kenapa dia harus terlibat dalam bisnis haram papanya dan ditunjuk sebagai seorang ketua mafia untuk menggantikan papanya?

Dengan wajah tegas dan postur tubuh yang tinggi dan berisi, Brian memang tampak cocok menjadi ketua mafia. Ditambah dengan rambut halus di wajahnya yang menambah kesan tegas.

Brian bahkan pernah beberapa kali membunuh musuh papanya, dan itulah yang membuatnya akhirnya dipilih sebagai ketua mafia untuk menggantikan papanya.

"Kamu harus membuat papamu bangga, Brian!" pesan sang mama. Brian hanya menjawab dengan masuk ke dalam pesawat pribadinya.

Sementara itu, Kinanti tengah menangisi kepergian ayahnya. Dia tidak menyangka akan kehilangan sosok yang begitu ia sayangi. "Ayah, bangunlah. Aku mohon, bangunlah untukku!" tangis Kinanti.

"Sudahlah Kinanti, kamu harus bisa mengikhlaskan kepergian ayahmu," ujar bibinya, Martha.

"Iya Kinanti, jangan sedih. Masih ada Paman dan Bibi," tambah pamannya.

Namun, Kinanti tetap menangis histeris di sisi jenazah ayahnya. Bahkan komentar Citra, sepupunya, semakin membuatnya sedih. "Untuk apa kamu menangisi orang yang sudah meninggal, Kinanti. Dia juga tidak akan bisa bangun lagi."

"Kalian tidak pernah tahu rasanya kehilangan, pedihnya kehilangan orang yang kita sayangi. Kalian tidak tahu, karena kalian belum merasakannya," gumam Kinanti dalam hati.

Proses pemakaman berlangsung, dan untuk terakhir kalinya, Kinanti menatap ayahnya. Hingga timbunan tanah menutupi jenazah ayahnya.

"Ayo kita pulang, Ma.Pa, Kinanti, ayo pulang!" ujar Citra.

Kinanti sebenarnya masih ingin menemani ayahnya di pemakaman, namun Martha dan Rachel tetap besikeras mengajaknya pulang.

Bahkan, perkataan Citra semakin menyakitinya. "Kamu sangat menyusahkan, Kinanti!"

Kinanti akhirnya pulang ke rumah bersama keluarga pamannya, dan begitu mereka sampai di rumahnya, Kinanti ingin langsung pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Namun, Martha menghentikannya dan berkata, "Kinanti, ayo duduk dulu. Bibi ingin berbicara denganmu."

Kinanti patuh dan duduk di depan bibinya.

"Seharusnya pamanmu yang mengatakannya, Ucap Martha!"

"Baiklah. Kinanti, aku minta maaf. Tapi aku harus memberitahumu ini."

"Apa itu, Paman?" Kinanti bertanya, pikirannya ingin segera pergi ke kamarnya untuk melepaskan kesedihannya.

"Kamu perlu tahu ini, Kinanti. Ayahmu yang sudah meninggal itu memiliki banyak hutang kepada paman, dan sejak ayahmu meninggal, paman harus mengambil rumah ini sebagai pelunasan hutang ayahmu itu, Kinanti!"

Dunia Kinanti langsung menjadi gelap. Ia baru saja kehilangan ayahnya, dan sekarang ia juga harus siap untuk kehilangan rumahnya. "Apa maksudmu, Paman?" Kinanti berharap bahwa ia salah mendengar sebelumnya, bahwa rumahnya tidak akan diambil sebagai jaminan untuk melunasi hutang orangtuanya.

"Iya, itu artinya kamu harus meninggalkan rumah ini, Kinanti!" kata Citra, yang menyakiti hati Kinanti.

"Diem aja kamu, Citra," kata Rachel, dan kemudian ia melanjutkan pembicaraannya, "Kamu masih bisa tinggal di sini, Kinanti. Paman tidak akan mengusirmu. Kamu bisa tinggal di sini sampai ada seorang pria yang ingin menikahimu."

Pernyataan Rachel langsung ditambah oleh Martha, yang berkata, "Tinggal di sini juga tidak gratis, Kinanti. Sebagai imbalannya, kamu harus bekerja di rumah ini. Kamu harus membantu bibi membersihkan rumah dan menangani pekerjaan rumah tangga. Bagaimana Kinanti? Apakah kamu setuju? Jika tidak setuju, kamu bisa meninggalkan rumah ini."

Hahahaha

Citra tertawa, senang melihat Kinanti diperlakukan seperti itu oleh orangtuanya sendiri.

"Cukup, Ma. Kinanti tidak punya tempat lain untuk pergi. Kinanti, pergi ke kamarmu dan istirahat."

"Tapi, Pa," Martha keberatan, tapi Kinanti memilih untuk mengikuti perkataan Rachel dan kembali ke kamarnya untuk istirahat.

Di dalam kamar Kinanti tidak bisa memejamkan matanya, kejadian hari ini masih begitu pilu di hatinya. Bahkan bayangan sosok almarhum papa terngiang di benaknya. "Kamu putri kebanggaan papa Kinanti, papa sayang kamu Kinanti." 

"Terima kasih hadiahnya, Pa. Kinanti sayang papa." 

"Pa, Kinanti ada sesuatu untuk papa. Pasti papa senang Pa."

Semua ingatan sosok sang papa hadir di benak Kinanti, sampai-sampai bantal yang digunakan Kinanti basah akibat tetesan air matanya yang berjatuhan. 

"Pa, kenapa papa secepat itu pergi, pa. Kinanti masih rindu dengan papa dan ingin bersama papa. Tapi kenapa pa? Kenapa papa meninggalkan Kinanti. Hiks hiks. Papa, Kinanti rindu papa."

Cuman dengan menangis yang bisa Kinanti lakukan kini, sambil menatap lembaran foto kenangan sang papa yang terpanjang di dinding kamarnya. Sesekali Kinanti berbicara sendiri seperti berkata, "Mama sudah meninggalkan Kinanti, dan sekarang papa juga meninggalkan Kinanti. Dan …."

Kinanti terbayang dengan ucapan paman dan bibinya barusan, hingga Kinanti berkata kembali, "Kinanti harus tinggal di mana, pa? Kenapa rumah ini harus jadi milik paman, pa?" 

Kinanti memang ingat waktu itu, saat papanya menemui keluarga bibinya di rumah untuk sekedar meminjam uang untuk berobat mamanya kala itu. "Dapat pa uangnya, pa?" tanya Kinanti kala itu, hingga sang papa berkata, "Papa minjem duit bibi mu Kinanti, tapi pinjamnya gak boleh lama. Karena mau diputar untuk modal dengan bibi mu Kinanti." 

Mengingat itu semua membuat sesak nafas Kinanti, dadanya terasa sakit memikirkan apa yang akan terjadi padanya selanjutnya. Dia juga tidak memiliki uang untuk membayar hutang sang bibi dan mengambil kembali rumah peninggalan orang tuanya. 

"Apa yang harus aku lakukan, pa, ma? Kenapa kalian meninggalkanku? Bawa aku bersama kalian ma, pa."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status