Pengaruh alkohol sudah hilang dan hanya tinggal mual, serta pusing. Ama menatap suaminya dengan sengit. “Selain menyebalkan dan tidak peka, kamu itu lelaki brengsek yang bisanya cuma bikin aku kayak orang bego!”“A-apa!” Orion terdiam beberapa detik sebelum kembali membuka mulut. “Aku gak ngerti sama apa yang kamu katakan, Mal. Jelas-jelas aku langsung ke kantor polisi setelah mendengar kabarmu–”“Aku di kantor polisi karena pria bajingan itu udah melecehkan ku, Rion!” Ama menggeram menahan diri. “Bukankah aku tadi sudah jelaskan ke kamu? Jadi, apa perlu aku menjelaskan lagi?”Orion langsung berjongkok dan menggenggam tangan istrinya. “iya aku tahu. Ok, aku minta maaf karena gak bisa jaga kamu, dan aku juga makasih banget karena kamu bisa menjaga dirimu,” jeda lelaki itu sebentar.Tiba-tiba, bibir Orion mencebik dan menatapnya dengan pandangan setengah kesal. “Kenapa kamu menendang kandung kemihnya pelan? Seharusnya, kamu buat saja dia tak bisa bangun sekalian?” Dia berkata dengan mua
“Kau gila, Amal!” Pria itu langsung seperti orang gila. Ia menggaruk belakang kepala dan berteriak tidak jelas. Setelah itu, kembali menatap Ama dengan pandangan kecewa.Ama menatap Orion dalam diam, lalu tersenyum menyeringai. “Anggap saja aku memang gila. Tapi, itu sudah jadi keputusanku. Jadi, jika kamu menginginkan anak maka aku akan menyewa wanita lain untuk– arghh, sakit, Rion!” Matanya mendelik lebar dengan bibir meringis kesakitan ketika tangannya dicengkram kuat oleh sang suami. “Yakh, lepas, Rion!” “Apa kau sedang bermain-main denganku, Amal?!” Pria itu terdengar mendesis, bahkan mata Orion terlihat menyeramkan sekarang. “Lepas!” Ama menatap tak kalah sengit. Pria itu seolah menulikan telinga dan terus saja menghimpitnya di bawah kungkungan. “Selama ini aku selalu diam menghadapi semua kerandomanmu, Amal. Tapi, untuk bagian ini,” jeda Orion dengan kepala digelengkan. “Kau sungguh-sungguh jahat, Ama!”“Tung–” Setelah itu, Ama merasa kosong. Tangannya yang sedari tadi dice
“Sayang. Kamu di mana?” Orion masuk ke dalam kamar dengan sedikit mengendap. Ia memutuskan untuk pulang daripada berada di luar dan beresiko diganggu oleh mbak Kunti. Bukan karena Orion takut, melainkan jaga-jaga saja. Bukankah tidak lucu jika cowok setampan Orion diganggu sama Mbak Kunti? Orion tidak takut, hanya kurang berteman saja dengan makhluk astralAkan tetapi, ketika ia menyusuri ruang tamu, ruang tengah, lanjut ke dapur, tapi tak juga ditemukan sosok istrinya. “Di mana Amal, yah?” Orion menggaruk belakang kepalanya. Akhirnya, Orion memutuskan langsung ke kamar. Namun, ia juga tidak menemukan siapa pun di kamar itu. Keningnya mengernyit dalam dengan kepala sedikit ditelengkan. “Apa aku melewatkan sesuatu?” Orion menghela napas lelah. Badan sudah terasa remuk hingga otaknya menyuruh tubuh untuk beristirahat. “Mungkin dia balik ke apartemen kali, yah?” gumamnya, “lebih baik aku biarkan dulu, deh. Sekalian buat nenangin diri.”Badannya benar-benar sudah menjerit minta diisti
Disaksikan oleh beberapa karyawan dan resepsionis, Ama dibuat tersenyum salah tingkah oleh tingkah Orion. Mata wanita itu masih tertuju pada sang suami yang sudah berdiri di hadapannya.“Rion,” panggil Ama sekali lagi. “Aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahanku,” ujar Orion dengan suara lirih.Ama sedikit menggelinjang geli lantaran tangan Orion yang tiba-tiba menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. “Apa kita bisa bicara di ruanganmu, Amal?”Mata Ama mengerjap, lalu mundur sedikit sambil meremas buket bunga pemberian Orion. Ia berdeham dengan wajah dipalingkan. Rona Merta serta-merta mewarnai pipinya. “A-ku–”Belum selesai Ama bicara, suara sekretarisnya memanggil dari belakang bahu. “Bu Ama, kita harus rapat sekarang juga! Semua anggota sudah berada di ruangan,” beritahu perempuan berusia 27 tahun itu.“Ah!” Ama gelagapan. Wajahnya melihat Orion dengan perasaan bersalah. Di satu sisi, ia ingin bicara dengan sang suami. Namun, pekerjaannya juga tidak bisa ditinggal
“AMALLLLL!” “Bwahahaha!” Ama tertawa begitu keras melihat suaminya terjatuh menggelinding ke lantai. Ama membungkuk, memegang perut karena tak tahan melihat suaminya yang begitu lucu.Perutnya benar-benar terasa dikocok. Setelah tadi diberi makanan, kini ia harus tertawa puas. Ama menepuk sofa saking ‘geget’ nya ia melihat tingkah random Orion. Pria itu segera bangun dari lantai dan menatapnya dengan bibir cemberut. “Kenapa kau malah menertawakanku, Mal? Kamu, kan, harusnya menolongku!” “Sorry, sorry!” Ama berusaha menghentikan tawanya. Namun, kejadian itu terlalu funny hingga membuatnya kembali terkikik. “Wait-wait-wait! Perutku sakit banget, nih gegera kamu, Rion!” Dengkusan keras baru saja terdengar dari hidung bangir suaminya. “Kau terlihat begitu senang melihat suamimu tercinta sengsara? Huh!” Pria itu menepuk tangannya yang kotor karena tak sengaja kotak makanan ada yang jatuh bersamanya.Ama menggeleng sambil mengulum senyum. “Astaga.” Wanita itu mencoba menarik napas, lal
“Bodoh!” “Huh?” Ama mengernyit bingung ketika lelaki itu mendorong tubuhnya pelan. Pelukan itu sudah tak ia rasakan lagi berganti sentilan di keningnya. “Yakh!” Ia menatapnya protes.“Tak peduli apa yang akan terjadi dalam rumah tangga kita. Jika memang Allahmenakdirkan kita tanpa anak, aku gak masalah, Amal. Selama itu denganmu, kita bisa ciptakan kebahagiaan sendiri.”Ama menatap mata Orion. Ia mencari kebohongan, ataupun kejahilan yang biasa dilakukan oleh sang suami. Namun, lelaki itu terlihat jujur hingga membuat sesuatu di dalam dirinya tersentil. Ama benci perasaan ragunya sekarang? Hatinya semakin mudah goyah semenjak mengenal Orion. Namun, ia segera menghapus keraguan itu agar dinding yang ia coba bangun selama ini tidak runtuh.Ama tidak boleh goyah.Pokoknya katakan tidak pada anak.“Baikah. Kita lihat saja nanti!” tantang Ama. Wanita itu lalu mendorong tubuh Orion. “Udah sana balik kamu ke kantor! Mau jadi apa perusahaanmu jika punya bos tapi malah keluyuran di jam kerj
Setelah mengatakan itu, ia segera berjalan menjauh, meninggalkan Karina yang berteriak seperti orang kerasukan.di belakang. Namun, baru beberapa langkah berjalan, ia sudah kembali berhenti. Bibirnya langsung mengulas senyum tatkala melihat satu pesan masuk di ponselnya. Orion: Datang ke Mall X. Aku tunggu di resto Haww.Ama tersenyum sendiri membaca isi pesan tersebut. Ia sengaja tak membalas chat Orion, tetapi mobil yang ia kemudikan mengarah ke mall X. Tidak butuh waktu lama hingga ia sudah sampai di parkiran. Langkahnya begitu ringan, bahkan sesekali ia berhenti di sebuah kaca besar untuk melihat penampilannya. “Astaga, kenapa aku merasa ini seperti kencan, sih?” Ama memegang bagian wajahnya yang tiba-tiba menghangat. Rona merah pasti sudah menghiasi wajahnya sekarang.“Hai, Ama Sayang. Long time no see!” Sapaan sok kenal terdengar ketika Ama baru saja masuk ke dalam lift Mall. Kening Ama mengernyit. Kepalanya lalu ditelengkan sedikit untuk mengingat siapa wanita itu. Wajahnya
Amalthena berjalan sempoyongan di sebuah lorong hotel. Dia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya setelah minum segelas wine yang ditawarkan Karina—kakak tirinya.Dia mengumpat saat rasa sakit menyerang kepalanya, ditambah tubuhnya juga menggigil. Padahal dia hanya minum sedikit tadi, dan toleransinya terhadap alkohol lebih kuat dari beberapa orang.Gaunnya yang tanpa lengan semakin membuat dia menggigil hingga ke sekujur tubuhnya. Ia harus cepat pulang, sebelum ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ketika dia hampir mencapai lift, dia merasakan dahinya menabrak sebuah dada bidang seorang pria. “Ah, maaf!” ujar Ama dengan kepala tertunduk.“Ama?” Ama tertegun mendengar suara familiar itu. Ia pun mendongak.“Kamu gak apa-apa?” tanya pria itu lagi.Walaupun pandangannya sedikit mengabur, Ama tetap yakin jika pria itu adalah Orion Setiawan. Pria yang selama ini menjabat sebagai CEO Angkasa Group. Hubungan mereka pun tidak berjalan baik, alias musuh bebuyutan.Jika bia