Disaksikan oleh beberapa karyawan dan resepsionis, Ama dibuat tersenyum salah tingkah oleh tingkah Orion. Mata wanita itu masih tertuju pada sang suami yang sudah berdiri di hadapannya.“Rion,” panggil Ama sekali lagi. “Aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahanku,” ujar Orion dengan suara lirih.Ama sedikit menggelinjang geli lantaran tangan Orion yang tiba-tiba menyisipkan anak rambutnya ke belakang telinga. “Apa kita bisa bicara di ruanganmu, Amal?”Mata Ama mengerjap, lalu mundur sedikit sambil meremas buket bunga pemberian Orion. Ia berdeham dengan wajah dipalingkan. Rona Merta serta-merta mewarnai pipinya. “A-ku–”Belum selesai Ama bicara, suara sekretarisnya memanggil dari belakang bahu. “Bu Ama, kita harus rapat sekarang juga! Semua anggota sudah berada di ruangan,” beritahu perempuan berusia 27 tahun itu.“Ah!” Ama gelagapan. Wajahnya melihat Orion dengan perasaan bersalah. Di satu sisi, ia ingin bicara dengan sang suami. Namun, pekerjaannya juga tidak bisa ditinggal
“AMALLLLL!” “Bwahahaha!” Ama tertawa begitu keras melihat suaminya terjatuh menggelinding ke lantai. Ama membungkuk, memegang perut karena tak tahan melihat suaminya yang begitu lucu.Perutnya benar-benar terasa dikocok. Setelah tadi diberi makanan, kini ia harus tertawa puas. Ama menepuk sofa saking ‘geget’ nya ia melihat tingkah random Orion. Pria itu segera bangun dari lantai dan menatapnya dengan bibir cemberut. “Kenapa kau malah menertawakanku, Mal? Kamu, kan, harusnya menolongku!” “Sorry, sorry!” Ama berusaha menghentikan tawanya. Namun, kejadian itu terlalu funny hingga membuatnya kembali terkikik. “Wait-wait-wait! Perutku sakit banget, nih gegera kamu, Rion!” Dengkusan keras baru saja terdengar dari hidung bangir suaminya. “Kau terlihat begitu senang melihat suamimu tercinta sengsara? Huh!” Pria itu menepuk tangannya yang kotor karena tak sengaja kotak makanan ada yang jatuh bersamanya.Ama menggeleng sambil mengulum senyum. “Astaga.” Wanita itu mencoba menarik napas, lal
“Bodoh!” “Huh?” Ama mengernyit bingung ketika lelaki itu mendorong tubuhnya pelan. Pelukan itu sudah tak ia rasakan lagi berganti sentilan di keningnya. “Yakh!” Ia menatapnya protes.“Tak peduli apa yang akan terjadi dalam rumah tangga kita. Jika memang Allahmenakdirkan kita tanpa anak, aku gak masalah, Amal. Selama itu denganmu, kita bisa ciptakan kebahagiaan sendiri.”Ama menatap mata Orion. Ia mencari kebohongan, ataupun kejahilan yang biasa dilakukan oleh sang suami. Namun, lelaki itu terlihat jujur hingga membuat sesuatu di dalam dirinya tersentil. Ama benci perasaan ragunya sekarang? Hatinya semakin mudah goyah semenjak mengenal Orion. Namun, ia segera menghapus keraguan itu agar dinding yang ia coba bangun selama ini tidak runtuh.Ama tidak boleh goyah.Pokoknya katakan tidak pada anak.“Baikah. Kita lihat saja nanti!” tantang Ama. Wanita itu lalu mendorong tubuh Orion. “Udah sana balik kamu ke kantor! Mau jadi apa perusahaanmu jika punya bos tapi malah keluyuran di jam kerj
Amalthena berjalan sempoyongan di sebuah lorong hotel. Dia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya setelah minum segelas wine yang ditawarkan Karina—kakak tirinya.Dia mengumpat saat rasa sakit menyerang kepalanya, ditambah tubuhnya juga menggigil. Padahal dia hanya minum sedikit tadi, dan toleransinya terhadap alkohol lebih kuat dari beberapa orang.Gaunnya yang tanpa lengan semakin membuat dia menggigil hingga ke sekujur tubuhnya. Ia harus cepat pulang, sebelum ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ketika dia hampir mencapai lift, dia merasakan dahinya menabrak sebuah dada bidang seorang pria. “Ah, maaf!” ujar Ama dengan kepala tertunduk.“Ama?” Ama tertegun mendengar suara familiar itu. Ia pun mendongak.“Kamu gak apa-apa?” tanya pria itu lagi.Walaupun pandangannya sedikit mengabur, Ama tetap yakin jika pria itu adalah Orion Setiawan. Pria yang selama ini menjabat sebagai CEO Angkasa Group. Hubungan mereka pun tidak berjalan baik, alias musuh bebuyutan.Jika bia
Ama menunduk menatap foto-foto yang dilempar ayahnya. Foto-foto tersebut diambil dengan sudut yang pas. Tentu akan membuat orang yang melihat menjadi salah paham. Itu adalah foto dirinya dan Orion yang tengah ada di lorong hotel semalam, bahkan ada beberapa foto Orion ketika menggendongnya masuk ke kamar hotel.Deg!Keringat dingin membanjiri dahi Ama. “B-bagaimana bisa ada f-foto itu…”Tubuhnya gemetar ketakutan, apalagi saat matanya menangkap jelas keberadaan Edrick yang duduk di single sofa, di rumahnya. Tungkainya yang lemas dipaksa untuk berjalan mendekati sang tunangan. “M-mas, A-ama bisa jelasin!”Pria itu langsung menepis tangan Ama saat ingin digenggam. Sakit, tapi tak berdarah. Hatinya begitu diliputi rasa takut dan juga frustasi. “M-mas….” panggilnya dengan mata basah.“Bukankah pria itu adalah Orion?” tanya Edrick.Ama menegang kaku, apalagi saat Edrick membawa-bawa nama pria itu. Dia bingung harus menjawab apa dan hanya menunduk. “I-tu–”“Tega kamu, Ma!” kata itu begi
Ama sudah tidak tahan. Ia pun berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Karina. Tanpa babibu, dia langsung menarik rambut Karina, sampai membuatnya memekik nyaring. "Apa yang kamu lakukan, jalang?!" teriak Karina, sambil berusaha melepaskan jambakan Ama. "Dengar, ya!" Ama mendesis. "Kamu tidak akan bisa mengambil itu semua, karena dari awal, semua itu memang bukan untukmu!" "Amalthea! Lepaskan tanganmu!" Ameera mulai membantu sang anak yang mulai menangis. Namun, bukannya melepaskan, Ama malah menjambak rambut Ameera dengan tangan satunya. "Diam kamu, Nenek!" Keributan di kamar rawat VVIP itu akhirnya mengundang perhatian orang-orang di luar. Pintu terbuka, membuat Ama berhenti sejenak dan menoleh. Pada saat itulah jambakannya mengendur. Edrick berdiri di depan sana bersama kedua orang tuanya. "Amalthea!" bentak Edrick. 'Oh, sialan!' Ama mengumpat dalam hati. Situasi ini pasti terlihat seperti dirinya yang menyiksa dua dedemit ini. Ama buru-buru melepaskan tangannya. "Mas Edric
“Apa?” Ama yakin, ia tadi mendengar sesuatu. “Ck! Baiklah, sesukamu saja,” jawab Orion akhirnya, malah mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Kalau begitu, aku terima semua syaratnya. Tapi, aku juga punya beberapa syarat.” “Apa itu?” Ama mengerutkan keningnya. “Satu, tidak boleh bermesraan dengan lawan jenis selain aku di hadapan khalayak ramai. Dua, jika pergi harus saling memberi tahu ke mana dan dengan siapa. Ketiga, jika sampai perjanjian ini berakhir dan kamu memiliki sedikit rasa padaku, maka kamu harus menuruti semua keinginanku.” Orion memberikan syaratnya tanpa jeda. “Apa-apaan itu semua tadi?” Ama menganga tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Deal atau nggak?” Orion menatap Ama serius. Orion mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Ama berpikir keras. Wanita itu tampak menimang-nimang persyaratan dari Orion. Beberapa saat kemudian, akhirnya Ama membuka suara. “Deal!” Tangan Ama menggantung di udara. Cepat-cepat pria itu melangkah untuk menyambut uluran tang
Sosoknya yang tinggi itu tampak mengintimidasi Edrick. Ama terdiam di tempatnya. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi lain dari Orion. “Seperti yang kau bilang, dua hari yang lalu kalian masih bertunangan,” Orion lalu melirik Karina yang berdiri di sebelah Edrick. “Tapi, apa kau tidak memiliki kaca di rumah?” Ama tidak bisa berpaling. Pesona Orion hari ini benar-benar menjeratnya hingga netra Ama sulit sekali dialihkan dari pria tersebut. “Sayang sekali istriku harus bertemu ubur-ubur sepertimu kemarin,” Nada bicara Orion kembali seperti semula. “Dia sangat malang malang bertemu dengan pria bodoh yang sudah menyia-nyiakannya.” Sudut bibir pria itu tertarik ke atas hingga membentuk sebuah kurva senyum. Ama terpaku sesaat, merasakan debaran jantungnya yang mendadak jadi aneh. “Istriku,” panggil Orion lembut. Ama baru sadar ketika pria itu sudah merangkul pinggangnya kembali. “Hm?” sahut Ama. “Bukankah aku ini tampan?” Seperti terhipnotis, Ama mengangguk saja hingga Orion sema