Share

Bab 5. Harus Ekseskusi

Sosoknya yang tinggi itu tampak mengintimidasi Edrick. Ama terdiam di tempatnya. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi lain dari Orion.

“Seperti yang kau bilang, dua hari yang lalu kalian masih bertunangan,” Orion lalu melirik Karina yang berdiri di sebelah Edrick. “Tapi, apa kau tidak memiliki kaca di rumah?”

Ama tidak bisa berpaling. Pesona Orion hari ini benar-benar menjeratnya hingga netra Ama sulit sekali dialihkan dari pria tersebut.

“Sayang sekali istriku harus bertemu ubur-ubur sepertimu kemarin,” Nada bicara Orion kembali seperti semula. “Dia sangat malang malang bertemu dengan pria bodoh yang sudah menyia-nyiakannya.”

Sudut bibir pria itu tertarik ke atas hingga membentuk sebuah kurva senyum. Ama terpaku sesaat, merasakan debaran jantungnya yang mendadak jadi aneh.

“Istriku,” panggil Orion lembut.

Ama baru sadar ketika pria itu sudah merangkul pinggangnya kembali.

“Hm?” sahut Ama.

“Bukankah aku ini tampan?”

Seperti terhipnotis, Ama mengangguk saja hingga Orion semakin mendekatkan wajah mereka.

“Aku siapa?” tanyanya.

Ama menelengkan kepala sebentar, lalu menjawab, “Suamiku.”

“Good!”

Entah setan apa yang sudah merasuki Orion. Pria itu mencium Ama tepat di bibirnya, di depan dua orang yang jelas tengah memperhatikan mereka.

Bodohnya, dia hanya diam saja, menikmati setiap lumatan yang diberikan Orion kepadanya. Tangan besar pria itu bahkan sudah meremas pinggangnya, dan menempelkan tubuh mereka lebih rapat.

“MENJIJIKAN!”

Itu adalah kalimat terakhir yang Edrick lontarkan sebelum keluar dari ruangan itu. Karina pun mengikuti setelahnya.

Sementara dirinya yang sudah terlalu nyaman berada dalam dekapan Orion. Jelas ia mendengar jantung pria itu berdebar begitu cepat.

Derap langkah dan suara bantingan pintu dari Edrick membuat Ama kembali sadar. Dia segera menyudahi ciuman mereka, dan mendorong Orion menjauh.

Gila! Mereka berciuman seperti itu di kamar rawat ayahnya!

“A-apa-apaan kamu!” ucap Ama gugup, lalu kembali ke sofa di seberang brankar ayahnya. Dia terus mengalihkan pandangan dari Orion.

“Padahal kamu terlihat menyukainya.” Orion terkekeh, dan menyusul Ama duduk.

“Gila!”

Setelah adegan tidak diduga itu, Ama sama sekali tidak mau berbicara dengan Orion. Ia terlanjur malu. Mereka pun hanya saling berdiam untuk waktu yang cukup lama.

Sampai akhirnya, Ama mendapat sebuah pesan dari sekretarisnya.

[Bu, sepertinya konferensi pers harus dipercepat. Beritanya naik lagi!]

Sekretaris itu mengirimkan sebuah tautan berisi video. Dalam video itu terlihat Ama sedang meraba-raba dada Orion di lorong hotel, dan kemudian berlanjut pada narasi soal pernikahan diam-diam mereka.

Kolam komentar dari netizen pun ramai menghujat Ama.

“Ternyata dibalik parasnya yang cantik, menyimpan sifat jalang!”

“Pemimpin perusahaan? Serius? Cih! Mau jadi apa itu perusahaan kalau pemimpinnya bobrok begitu!”

“Udah, lengserin aja CEO begitu! Bikin malu doang!”

“Mending kakak tirinya. Dia udah cantik, baik, orangnya juga ramah. Lah, dia? Lihat mukanya aja udah muak!”

Ama bergetar, semua hujatan itu mulai mempengaruhi mentalnya.

“Udahlah, gak usah dilihat lagi.” Orion mengambil ponsel Ama. “Itu semua gak penting, Ma.”

“Nggak penting?!” Ama memekik tertahan. “Nama baik aku dan perusahaan tercoreng gegara video itu tersebar luas!”

Ama terlihat semakin tidak sabar. Dia pun tiba-tiba berdiri dari sofa. “Nggak bisa! Kita harus segera melakukan konferensi pers!”

Ama segera keluar dari ruangan ayahnya dengan langkah berderap karena emosi. Ia tidak sadar kalau Orion mengikutinya di belakang.

Sampai, pria itu meraih tangannya. “Oke, nanti kita pikirkan, ya?”

Orion merapikan anak rambut Ama yang berantakan. Wanita itu terlihat sangat emosi, sampai napasnya memburu. Ia pun hanya diam saja ketika Orion mengusap wajahnya dengan lembut.

“Kamu kelihatan pucat banget. Kita pulang untuk beristirahat terlebih dahulu, oke?” ucap Orion, khawatir.

Wanita itu akhirnya menepis tangan Orion. “Tapi, aku ingin membereskan masalah ini secepat mungkin, Orion!”

“Iya, nanti aku bantu buat pikirin,” sahut Orion sekali lagi. “Tapi, kamu harus istirahat dulu, oke.”

Begitu banyak yang Ama lalui dua hari ini. Dimulai dari ayahnya masuk rumah sakit, pembatalan pertunangan, sampai menikah dengan pria menyebalkan ini. Belum lagi hujatan-hujatan yang di media sosial. Kepala Ama rasanya ingin pecah.

Ama tidak memberontak saat Orion menuntunnya menuju mobil. Ia pun hanya memejamkan mata, membiarkan Orion membawanya entah ke mana. Wanita itu berkali-kali membuang napas besar sepanjang perjalanan. Pikirannya masih ruwet seperti benang kusut.

***

“Ngh….”

Ama melenguh panjang ketika merasakan seluruh tubuhnya pegal. Ia pun berusaha meregangkan otot, tapi sayangnya, tubuhnya seperti terlilit sesuatu.

Ia pun membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang seorang pria yang tertutup piyama. Namun karena tidak terkancing sempurna, ia bisa melihat sedikit kulitnya.

‘Kayaknya kalau disentuh….’

“Udah lebih baik?”

Suara Orion itu membuat Ama tersadar, dan mengangkat pandangannya. “Orion?”

“Iya?” Orion bergerak sedikit, sambil membetulkan posisi lengannya yang memeluk Ama. “Tolong jangan menendangku seperti waktu itu… Aku masih ngantuk, Mal.”

Ama terdiam. Walaupun ucapan Orion terdengar menyebalkan, ia tidak berpikiran untuk menendangnya seperti di hotel.

Pada akhirnya, dia membiarkan dirinya berada dalam pelukan Orion. Kepalanya masih sibuk merangkai kejadian kemarin.

“Kenapa diam?” tanya Orion kemudian. Ia pun sedikit mengendurkan pelukannya.

Ama melirik ke arah Orion, lalu meringis. “Kepalaku sakit.”

Pria di sebelahnya malah menguap.

“Katanya kamu mau ngasih solusi, tapi mana?” Wanita Itu mendengkus.

“Aku nggak bisa mikir kalo lapar.” Orion mengulat sebentar, lalu mengeluarkan senyum khasnya kepada Ama.

“Terus?” Ama menaikkan sebelah alisnya dengan tangan terlipat di dada.

“Buatin aku sarapan dulu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status