Share

Bab 7. Mandi Bersama

“Bolehkah saya yang menjawabnya?”

Sebelum Ama menyelesaikan jawabannya, sebuah tangan besar menggenggamnya di bawah meja. Adalah Orion pelakunya. Ama mengerjap.

“Apa kalian tahu takdir kalian apa?” Orion mengambil alih mikrofon yang satunya.

“Itu adalah kisah kami.” Orion melempar tatapan teduh pada Ama. “Kisah kami memang sedikit rumit, tetapi di balik pertengkaran yang sering dilakukan, ada cinta yang mengikat kami untuk bersama.”

Orion memberikan senyum manis pada Ama sebelum kembali melanjutkan ucapannya,

“Pernikahan kami memang terkesan mendadak, tapi percayalah! Tidak ada yang saling menikung di sini. Ama dan Edrick sudah berpisah saat kami memutuskan menikah. Terima kasih!”

Ama terdiam, mendengarkan perkataan Rion ketika menjawab pertanyaan karyawan yang terakhir. Dia sedikit tersentuh dengan kata-kata Orion. Bibirnya sempat membalas senyum pria itu sebelum dirinya tersadar, kalau mereka masih berada di tempat konferensi pers.

‘Bagaimana bisa dia terlihat begitu lancar? Padahal, di sana sekali tak mempunyai teks seperti aku….’

*

“Huhhhh, capeknya!”

Ama langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Namun tiba-tiba, Orion ikut duduk di sana, merebahkan tubuhnya yang atletis di samping Ama.

“Sempit, Orion!” seperti biasa, Ama langsung menendang paha Orion agar turun dari sofa.

Orion sama sekali tidak bergerak. Tubuhnya sekeras batu, dan itu membuat Ama semakin sebal. Wanita itu menendang Orion lebih keras.

“Sanaaa! Ah!” Ama terkejut saat Orion tiba-tiba menangkap kakinya, lalu membawa kedua kaki itu ke pangkuannya.

Tidak hanya sampai situ, Orion juga memberikan pijatan kecil di sana. “Sst… aku juga capek.”

Ama akhirnya tidak menendang lagi, ia malah menikmati pijatan kecil Orion. Tanpa sadar, ia pun menyandarkan punggungnya ke sofa.

Pikiran Ama seketika kembali ke acara konferensi pers tadi. Indera pendengarannya merekam jelas ucapan Orion pada wartawan tadi.

“Kisah kami memang sedikit rumit, tetapi di balik pertengkaran yang sering dilakukan, ada cinta yang mengikat kami untuk bersama”

Sudut bibirnya terangkat naik ketika mengingatnya. Namun, secepat kilat dia menggeleng.

‘Astaga, bagaimana bisa aku mikirin itu orang,’ batinnya menjerit.

Ama memilih mengabaikan Orion yang terus memijit kakinya. Sambil bersandar, dia membuka salah satu sosial medianya, lalu berpindah ke salah satu akun media sosial yang tengah menayangkan hasil konferensi pers-nya tadi.

Ama penasaran membaca komentar para netizen yang budiman. Ada yang mendukung, dan ada juga yang menghujat.

“Hobi sekali mereka mengurusi hidup orang lain,” komentarnya balik.

Lalu, kebanyakan isi komentar itu hanya ketikan asal yang menggiring opini publik ke arah yang negatif.

“Hamil duluan?!” Ama membaca salah satu komentar netizen dengan dengkusan kesal. “Ini yang mengetik kayaknya lagi ada masalah hidup, deh. Sembarang sekali nuduh aku hamil duluan!”

“Kenapa kamu senang sekali membaca komenan orang sih, Mal?” Suara Orion terdengar malas. “Daripada kamu sibuk ngurusin hal-hal yang gak berguna itu, mending gantian mijitin kaki suami kamu.”

Ama menatap Orion dengan mata menyipit, lalu menepis tangan pria itu. “Menyingkirlah! Aku mau mandi!” Ama menarik kakinya kesal.

Mood-nya benar-benar dibuat naik turun hari ini. Setelah tadi sempat dibuat naik oleh ucapan Orion, kini komentar netizen mampu membuat dirinya down.

Ditambah, berdekatan dengan Orion dalam jangka waktu yang lama cukup membahayakan jantungnya. Ia jadi mudah kesal dan tambah sensitif.

“Mau mandi bersama?”

Mata Ama melotot, lalu mengambil sandal rumah yang ia pakal. “Kalau kamu bicara sembarangan lagi, aku akan lempar sandal ini ke kepalamu!” Ama mengangkat sandal itu tinggi.

Orion tertawa keras, dan itu cukup membuktikan kalau pria itu kembali menggodanya. Ama melempar sandal itu ke arah Orion, dan sialnya bisa ditangkap dengan mudah.

Karena sudah terlanjur kesal, wanita itu bergegas masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.

Selesai mandi, dia keluar kamar. Namun, matanya berotasi malas saat menemukan Orion yang masih rebahan sambil ngupil dengan satu kaki terangkat.

“Iyuh! Jijik banget sih, kamu, Rion!”

Rambutnya yang basah dibiarkan saja. Ama tadi sempat mencari hairdryer, tetapi tidak ditemukan. Jadi, dibiarkan saja.

“Apa, sih, Mal?” Pria itu menoleh malas.

Dan sedetik kemudian, ekspresinya mendadak kaku.

Pria itu malah bengong menatapnya. Orion sempat mengerjap beberapa kali, tapi Ama tidak mengerti kenapa pria itu tidak juga bergerak. Lalu, saat ingin memanggilnya, mata Ama malah melihat telinga Orion memerah tanpa sebab.

Kedua alis Ama berkerut. “Kenapa nih manusia?” batinnya bertanya-tanya.

Ia berjalan menuju Orion yang masih seperti orang bodoh. Ia memukul sofa di sebelahnya agar pria itu bangun.

“Mandi sana! Kamu bau asem!” usirnya.

Sret!

Kalau tadi pria itu bengong seperti orang kerasukan, kali ini dia malah langsung bangun. Wajahnya masih kaku, dan telinganya masih tampak merah. Lalu, tanpa banyak kata, Orion bangun, dan berjalan pergi meninggalkannya.

Dahi Ama semakin berkerut.

“Kamu kenapa sih—”

Tidak lama kemudian, kepala pria itu kembali menyembul dari balik pintu kamar.

“Kamu yakin gak mau mandi lagi sama aku?” tanya Orion santai.

Bibir Ama seketika berkedut, dan tanpa ba-bi-bu lagi, ia melempar sandalnya ke arah pintu. Namun, secepat kilat kepala Orion sudah menghilang, berganti dengan tawa keras di balik pintu kamar.

“Arghh! Awas aja kamu, Rion!” Ama menendang udara kosong. Dia mendengkus, membiarkan emosi menguasai dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status