"Apa yang harus kita bela. Kamu salah," jawab Mas Lukman spontan."Aku tidak tidur dengan wanita itu. Aku bukan lelaki murahan yang mengumbar cinta pada banyak wanita ....""Murahan nggak, tapi baperan, iya," potong Ali dengan kekehan sarkas."Siapa suruh kamu merekayasa pernikahan? Siapa?" tanya ibu seraya berkacak pinggang. Sisi lembutnya mendadak menghilang dalam kurun waktu bulan ini. "Stop berdebat. Kamu harus menikahi Nagita. Pelajaran untuk kamu sendiri. Gunakan otak dan hati sebelum melakukan sesuatu." Ibu memegang dadanya. Dia terlihat sulit bernapas, berat beban yang menderanya. "Aku bisa klarifikasi, bahwa pernikahan kami cuma rekayasa ....""Stop Gilang! Tak ada bantahan. Terima konsekuensi dari perbuatanmu. Jangan memperburuk citra keluarga di depan media. Karena yang malu bukan kamu saja. Namun, seluruh keluarga besar Sentawibara. Sejauh ini paham!" Mas Lukman berbicara sangat tegas. Namun, Mas Gilang masih saja ngeyel."Ngapai nolak. Bini baru, Mas," goda Ali dengan
Tidak ada tukar cincin seperti pernikahan kebanyakan. Bahkan, Mas Gilang acuh tak acuh saat di minta berfoto oleh pihak keluarga Nagita. Berulang kali fotografer meminta Mas Gilang untuk tersenyum. Namun, lelaki tampan itu memasang wajah masam. Dia sama sekali tidak bisa menyembunyikan isi hatinya.Aku menarik napas panjang. Hukum tabur tuai layaknya sebuah gravitasi. Perlahan tapi pasti. Disadari atau tidak, semua akan datang dengan sendirinya. Ini lah yang sedang kami hadapi. Aku dirajam oleh pengkhianatanku tanpa ampun. Mas Gilang masuk dalam permainan yang dia ciptakan sendiri. Berusaha menjatuhkankan mentalku. Namun, begitu cepat Allah mengguak kebenarannya."Nak, ayo ke depan." Suara ibu mengagetkanku. Dia menepuk pundakku kasar. Entah dari mana ibu melangkah. Tiba-tiba saja berdiri di belakangku."Nggak, Bu. Nia di sini saja," tolakku halus dengan mengurai senyum manis."Ayo! Nggak apa-apa," ajak ibu lagi."Jangan, Bu. Jangan buat Mas Gilang semakin membenci Nia," ucapku pelan.
Setelah salat subuh, aku memilih keluar dari kamar. Semalam tak bisa memejamkan mata. Bayangan Mas Gilang dan Nagita melakukan malam pertama menganggu pikiran. Padahal, sudah kusiasati dengan salat malam dan membaca Al-Quran. Namun gejolak penasaran tak mampu kukendalikan."Nggak, Bu! Menyebalkan. Lelaki itu payah. Dia meninggalkanku sendirian." Suara Nagita terdengar jelas di telinga. Aku memilih diam di belakang tembok. Hanya berjarak tiga meter dari posisinya berdiri. Dia sepertinya sangat serius dalam berbicara. Kehadiranku tidak disadari olehnya."Nanti lah, Bu. Aku akan membuat dia bertekuk lutut di kakiku." Nada bicara Nagita penuh penekanan.Hanya pembicaraan singkat itu yang mampu kudengar. Sepertinya, Nagita sudah mematikan sambungan teleponnya.Aku mengarahkan kursi roda ke dekatnya. Dia terperangah melihat kedatanganku."Sejak kapan kamu di sini?""Dari tadi, kamu bicaranya terlalu serius sampai kehadiranku tidak kamu ketahui," balasku tenang."Hemm! Aku mau ke kamar, suam
"Sudahlah Nagita. Jangan memaksaku. Kita bertahun bersama. Kamu mengenalku baik. Tentunya sudah tahu jawaban apa yang akan kuberikan." Mas Gilang berdiri angkuh. Memasukkan kedua tangan dalam saku celananya."Mas! Untuk apa kamu terus menerus mencintai wanita itu. Dia pengkhianat, buka mata kamu, Mas. Dia sampai mengandung anak lelaki lain. Apa belum cukup alasan untuk kamu membencinya?" tanya Nagita dengan surara bergetar."Aku rasa kamu tahu jawabannya. Kamu juga tak lebih baik dari dia. Kamu juga pengkhianat. Melanggar perjanjian yang telah kita sepakati. Bahkan, lebih dari itu. Kamu menjebakku bersama keluargamu," tuding Mas Gilang.Nagita berusaha menjelaskan, jika sedari dulu dia iri dengan posisiku. Mas Gilang memperlakukanku bak ratu di depan mereka semua. Dia mencintai dan memimpikan Mas Gilang sedari dulu."Mas, aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuk kamu. Aku akan membantu kamu melupakan wanita cacat itu ....""Sssstttt! Jangan pernah hina dia ....""Dia pantas untuk
"Penurunan detak jantung bayi dan pegerakan bayi harus diwaspadai, karena itu merupakan tanda adanya fetal distress yang beresiko kelahiran premature dan kematian janin dalam kandungan," papar Dokter Diana."Apakah itu bisa dicegah?" tanya ibu. Aku memilih diam tak tahu harus berkata apa. Antara senang dan sedih menghadapi kondisiku sekarang."Sebelumnya keadaan seperti ini berkaitan dengan kontraksi rahim, aktivitas ibu, anemia, obat-obat yang dikonsumsi ibu, dan perubahan lainnya pada kandungan. Denyut jantung janin bukan satu-satunya hal yang menjadi kriteria janin sehat atau tidak. Karena ada detak jantung sehat pas lahir meninggal. Ada juga yang detak jantungnya lemah, lahirnya sehat. Cuma kita jaga-jaga saja. Kita sama-sama mendoakan agar ibu dan bayi sehat sampai lahiran." Dokter Diana sangat pandai dalam berbicara. Sehingga, penjelasannya tidak terlalu membebani kepalaku."Apa ini ada hubungannya dengan obat yang saya minum untuk kesembuhan luka dan patah tulang yang saya der
"Mas Gilang!" teriak Nagita seraya memukul-mukul dada Mas Gilang. Dia terlihat sangat kecewa.Wanita berparas cantik itu berlari dengan derai air mata yang membasahi pipinya. Aku merasakan sakit yang dirasakan oleh Nagita. Sungguh! Diabaikan dan didiamkan pasangan adalah hal yang sangat menyakitkan.Langkah Nagita terhenti melihat kehadiranku. Mas Gilang tak kalah tegugu saat melihatku berada tak jauh dari posisinya."Ini semua karena kamu wanita busuk!"Nagita mendorong kursi rodaku kasar, hingga tubuhku terjerembab ke lantai. Aku mengaduh kesakitan. Tak berdaya untuk bangkit. Aku memohon pertolongan dari Mas Gilang. Namun, dia hanya melihat tanpa mau membantu. Tatapan sinis dan penuh benci terpusat untukku. "Tolong, Mas!" Suaraku terdengar lirih. Namun, sia. Tidak ada yang peduli. "Bangun sendiri! Jangan sok manja!" Mas Gilang masih dalam posisinya berdiri angkuh dengan tatapan sarkas memporak-porandakan jiwa.Bersusah payah bangkit, perlahan mengesot mencari pegangan. Kutarik kur
"Jangan, Do. Aku tidak mau." Ucapanku sama sekali tidak diindahkan. Tubuh lemahku dimasukkan dalam mobil."Jangan pernah kembali lagi," ketus Nagita dengan senyum miring."Tenang, aku akan membawamu ke tempat yang indah." Aldo terlihat menakutkan.Mobil dilajukan cepat. Aku sempat melihat mobil ibu belok ke halaman rumah. Aku menurun kaca mobil secepat kilat. Berteriak sekuat tenaga memanggil ibu. Aldo semakin beringas, ditarik tubuhku dan segera menaikkan kaca mobil sampai jemariku terjepit dan mengeluarkan darah. Aku meringis kesakitan. Kecepatan mobil dilajukan semakin cepat. Namun, sepertinya, Ibu tidak melihat keberadaanku. Mobil ibu tidak mengikuti mobilnya Aldo. Tamat riwayatku. Kemana Aldo akan membawaku? Takut mendominasi hati. Aldo tidak seperti biasanya. Harapanku pupus seketika."Do, lepaskan aku!""Tidak akan! Gara-gara kamu pernikahanku batal ....""Kenapa gara-gara aku? Nggak ada yang tahu masalah kita.""Bohooong! Pihak calon istriku membatalkan pernikahanku dua hari
Aku dibaring di UGD sebuah klinik di daerah yang tidak kuketahui lokasinya. Beberapa perawat dan seorang dokter sedang mengecek kondisiku."Suaminya parah, Dok," ucap salah satu pasien. Suami? Apa jangan-jangan mereka mengira Aldo adalah suamiku? Hah! Biar lah. Aku tidak perlu menjelaskannya dalam kondisi yang tak memungkinkan."Pendarahan di kepala dan patah tulang di bagian kaki. Diperkirakan karena terhimpit badan mobil," lanjut perawat cantik itu lagi."Sabar, Bu. Ya. Suami Ibu akan baik-baik saja," ujar lelaki yang dipanggil dokter oleh perawat barusan.Aku hanya mengedipkan mata pelan. Tak perlu membantah karena hal itu tidak penting untuk saat ini."Alhamdulillah kondisi Ibu tidak apa-apa. Kandungan Ibu juga aman-aman saja. Cuma detak jantung bayinya agak lemah. Mungkin pengaruh shock yang ibu derita. Tulang paha ibu juga tidak bermasalah. Masih pada posisi semula setelah operasi. Tenangkan diri Anda. Keluarga Anda sedang dalam perjalanan," terang dokter tersebut dengan mengula