Share

Menagih Janji

Tante Sissy mengelus rambut panjang Fay, setelah gadis itu dipanggilnya dengan lembut.

“Jangan terlalu percaya sama cowok brengsek ini!” tuduh Tante Sissy kepada Ezar.

Lelaki yang merasa menjadi tertuduh itupun menatap tajam ke arah Tante Sissy. Sedangkan Fay tertawa lebar tanpa suara mendengar tuduhan teman Mamanya itu. Karena tanpa Tante Sissy menyampaikan pun dia sudah tahu belang calon suaminya.

“Kita balik sekarang, Tan!” pamit Ezar yang terlihat kesal. Entah ditujukan pada siapa.

“Hmmm …. Hati-hati bawa anak orang!” ingat Tante Sissy sebelum Ezar menyeret calon istrinya dari ruangan besar di tengah butik milik sahabat Mama Shafiyahnya.

Wanita paruh baya itu hanya tersenyum lebar dengan sedikit suara menyaksikan tingkah anak Echa – sahabatnya yang sudah meninggalkan dunia.

Ezar masih menunjukkan senyum termasamnya ketika mendudukkan Fay di jok samping kemudinya. Mendapati senyum mengerikan milik calon suaminya, Fay bergidik juga. Namun, kadar ketampanannya tidak berkurang sedikitpun.  Fay, sadar siapa dia. Bisik sisi hatinya.

Fay sampai berkali-kali menutup matanya dengan kesal. Bahkan hembusan napas dalam dan panjang ia lakukan berkali-kali demi menyingkirkan bayangan wajah kesal yang selalu tampan milik Ezar.

“Anjir, kenapa sih dia lama-lama terlihat tampan?” gumamnya dalam hati.

Saat lelaki itu mengemudi, Fay tidak mengeluarkan satu suarapun. Sehingga suasana hening benar-benar tercipta di dalam mobil mewah itu.

Sesekali Ezar melirik kepada gadis di sampingnya yang terlihat menatap ke jalanan dari balik jendela. Seakan tidak ingin berinteraksi dengan penghuni mobil. Siapa lagi penghuni jika bukan dirinya.

Melihat situasi yang tidak sesuai keinginannya, Ezar membelokkan mobil ke sebuah resto. Harapannya dengan mendiamkan Fay, gadis itu akan protes atau semacamnya. Ternyata ia salah, Fay malah mendiamkan dirinya.

“Menyebalkan.” Begitu yang Ezar pikirkan.

“Kita makan dulu!” kalimat pertama yang terdengar dari keheningan setelah sekian menit.

Fay yang mendengarnya ikut lega, “ oke.” Jawab gadis itu tanpa pikir lama.

Sebetulnya ia juga kurang nyaman dengan keadaan hening. Namun, menghindari menatap wajah menakutkan Ezar adalah jalan terbaik baginya.

Setelah kendaraan Ezar terparkir sempurna, pemuda itu mematikan mesinnya. 

“Ayo turun!” titah Ezar tanpa ada nada lembutnya sama sekali.

Tanpa respon apapun Fay membuka pintu mobil Ezar. Melihat reaksi kesal calon istrinya, Ezar terlihat tersenyum tipis. Ada rasa bahagia menggelitik sisi hatinya.

Ezar bergegas keluar dari mobilnya menyusul langkah Fay yang sudah berada jauh di depannya.

Tap.

Dengan sekali tarik, pemuda itu sudah membawa Fay dalam gandengannya. Fay yang tidak siap terlihat kaget dengan sikap Ezar yang tiba-tiba menjadi manis. Padahal barusan ia terlihat jutek tak bersahabat.

Ezar menatapnya dengan senyum menawan. Menggandenganya masuk resto seolah mereka adalah pasangan comel.

Gadis itu benar-benar dibikin pusing dengan kepribadian calon suaminya yang terkesan plin plan di otaknya. Sebentar manis sebentar masam sebentar jutek. Sungguh terlalu, begitu kata Bang Haji.

Ezar memilih meja dekat jendela di pojok ruangan begitu sudah di dalam resto. Sehingga posisi mereka tidak begitu terlihat banyak pengunjung. Sengaja karena Ezar berniat menuntaskan rasa penasarannya pada Fay. Gadis cilik yang bertahun-tahun lalu ia temui di halte. Namun, tiba-tiba menghilang karena pindah rumah.

Setelah dewasa, ternyata gadis itu melupakan dirinya. Perasaan Ezar sangat kesal mendapati kenyataan dirinya dilupakan gadis ciliknya dulu. Gadis yang sudah menempati singgasananya hatinya sejak dulu.

Gadis yang pernah menenangkan anak laki-laki berusia dua belas tahun tahun yang dulu menangis tersedu-sedu di halte karena kehilangan Mamanya lalu dalam waktu  hampir bersamaan harus menerima kenyataan bahwa sudah ada ibu pegganti untuk dirinya.

“Duduk!” Ezar menyeret kursi untuk Fay.

Sekali lagi gadis itu semakin dibingungkan dengan sikap Ezar yang terus berubah tanpa bisa ia tebak apa maunya.

Fay menduduki kursi yang disiapkan Ezar untuknya. Bagaimanapun ia masih menghargai usaha calon suami brengseknya itu.

Setelah memesan menu yang Fay dan Ezar inginkan pada seorang wraiters, pria muda itu mendiamkan Fay untuk beberapa saat. Namun, tatapannya masih tertuju pada gadis yang senyumnya masih sama seperti lima belas tahun lalu. Begitu menyejukkan dan meneduhkan.

Yang berbeda dirinya, Ezar yang sekarang bukan lagi Ezar yang dulu. Jika dulu Ezar masih pemuda polos saat ini dirinya adalah seorang petualang cinta. Penebar benih tanpa menumbuhkannya karena ia selalu mengenakan pengaman saat melakukannya dengan pasangan semalamnya.

Fay yang merasa Ezar memperhatikannya sejak tadi , menundukkan kepalanya karena risi.  Karena ia sangat mengenali tatapan tajam calon suaminya itu bisa menaklukkan lawan jenisnya tanpa terkecuali. Bisa jadi saat ini dirinya menjadi korban yang kesekian, tetapi tidak ada pengakuan di hati Fay.

“Gimana udah siap ONS?” Seringai Ezar tanpa taring begitu makanan sudah dihidangkan waiters dan siap mereka nikmati.

Pemuda itu mengingatkan kembali permintaan beberapa minggu yang lalu pada Fay. Permintaan yang membuat Fay merasa jijik dan eneg dengan calon suaminya.  

Mendengar ucapan Ezar barusan wajah Fay memucat, tubuhnya terasa lemas tak bertenaga seolah ingin berlari menjauh dari pria brengsek yang memikirkan soal selangkangan saja . Beberapa waktu lalu, ia memang sengaja mengulur waktu untuk berpikir bahkan berharap Ezar melupakan permintaan konyolnya.

Namun, nyatanya kali ini ia menagih. Ezar berharap Fay segera menjawab permintaan ONS dengan dirinya yang disampaikan secara jelas tanpa tendeng apapun.

 Fay mencoba menahan napas dan kembali mengisi rongga dadanya dengan oksigen penuh lalu ia keluarkan perlahan kuat-kuat.

“Okay ... aku bersedia tapi ucapkan taklik ijab qobul dulu.” Fay pun memberikan syarat kepada Ezar.

“Itu masih lama, sayang!” Ezar mengerlingkan satu matanya.

Membuat Fay semakin muak dan jijik padanya. Apalagi saat Ezar memanggilnya dengan sayang, ingin rasanya mencakar mukanya yang mulus tanpa noda apapun, tetapi takut wajah gantengnya terluka terus kadar tampannya berkurang kan Fay juga yang rugi sebagai calon istrinya. (Fay menempeleng otaknya sendiri yang serasa konslet, terkena virus ketampanan Ezar)

“Aku gak mau tahu bagaimana caranya, ucapkan ijabnya. Baru aku turuti ide gilamu itu! Bagimana? fifty-fifty, kan?” ucap Fay tanpa ragu.

"Setelah itu kamu boleh memutuskan perjodohan ini!" putus Fay dengan gemetar tetapi terdengar menakutkan di telinga Ezar.

Entah dapat keberanian darimana sampai Fay bisa mengatakannya. Yang pasti setelah mengatakannya gadis itu merasa lega dan tidak ada beban. Bahkan urusan dia mau melajutkan perjodohan atau membatalkan bodoh amat.

Tentang Mama, Papa, Om Guntur dan Tante Shafiyah urusan belakangan. Lebih urgent mengalahkan sifat arogan Ezar yang suka semena-mena padanya. Gadis itu melirik Ezar yang tampak seperti berpikir. Dahinya berkerut netranya menatap ke arah yang tidak Fay tahu kemana.

“Bisa, kita ke Tretes hari ini!” ucap Ezar lebih tegas seakan tidak ingin ada penolakan.

“Hari ini?” pekik Fay kaget.

“Gak usah kaget gitu juga kali, siapkan saja dirimu untuk tetap fit melayaniku!” tuturnya tanpa ekspresi. Namun, Fay yakin ada sedikit keraguan dalam kelimat calon suaminya tersebut.

“Selesaikan makanmu, setelah ini kita berangkat!” titah Ezar tanpa bisa dibantah.

Fay kelabakan mendengar ucapan Ezar kali ini. Namun, lelaki itu mengucapkan dengan tenang seakan tidak ada beban dihatinya.

Hancur sudah dunianya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status