Share

Penerimaan

“Bos...!” panggil Deni membuyarkan lamunan Ezar yang melanglang buana berselancar ke masa lalunya.

“Gimana, Den?” balas Ezar kembali fokus kepada orang kepercayaannya itu.

“Bos, ini riwayat pendidikan gadis itu!” Deni menyerahkan selembar kertas pada Ezar.

Ezar menerima lembaran kertas putih yang diangsur oleh Deni.  Dengan perlahan dan teliti netra pria berstatus single itu membaca kata demi kata yang sudah ditulis Deni.

Di kertas tersebut tertulis bahwa Fay pernah bersekolah di Kelompk Bermain dan Taman Kanak-Kanak tepat di sebelah Sekolah Dasarnya. Namun, ketika memasuki semester kedua di kelompok B gadis itu pindah ke sekolah lain mengikuti kedua orang tuanya.

Ezar menatap tanggal yang ditulis Deni. Tanggalnya sama dengan peristiwa dimana ia dan Fay bertemu pertama dan terakhir kalinya.

Dari kertas laporan Deni, Ezar hanya bisa berspekulasi dengan dirinya sendiri. Kemana Fay setelahnya? Mengapa gadis cilik dulu tiba-tiba menghilang begitu saja.

Ezar melipat kertas putih tersebut dan menyimpannya di dalam laci meja.

Pria berjas abu-abu merk designer terkenal di Surabaya itu menarik napas dalam pelan-pelan, otak cerdasnya seketika memikirkan ide tidak biasa yang akan ia terapkan untuk menemui si Fay. Gadis cilik yang dulu pernah membuatnya kelimpungan.

Gadis cilik yang kini berubah menjadi seorang remaja dan dijodohkan dengannya. Namun, sayangnya saat bertemu beberapa hari lalu ia tidak sempat memandang wajah imut yang dulu membuatnya kembali sanggup bangkit dalam hidup.

Gadis yang selama ini ia cari, tetapi hasilnya gagal total. Begitu ditemukan malah dirinya menolak kehadiran gadis tersebut.

Terselip sedikit penyesalan di sisi hati pria tersebut. Namun, ia tidak mungkin mneunjukkan penyesalannya dihadapan kedua orang tuanya ataupun orang tua Fay. Pria tampan itu masih memikirkan harga diri dan gengsinya yang begitu tinggi.

***

Malam setelah Ezar mengetahui kebenaran tentang Fay. Ezar menemui kedua orang tuanya.

“Pa… Ma…” ucap Ezar dengan gentar kali ini ia sedikit mneyingkirkan gengsi tingginya.

“Hmm…” jawab Guntur dengan muka masam karena masih kesal dengan pilihan Ezar menolak perjodohan yang ia rencanakan.

“Pa.., denger dulu apa yang mau disampaikan Ezar!” tutur Shafiyah menenangkan suaminya.

Ezar sangat beruntung karena mama sambungnya itu masih memperhatikan dirinya, sehingga sang Papa akhirnya sedikit luluh dari kerasnya hati seorang ayah yang kecewa.

“Katakan, Zar! Apa yang ingin kamu sampaikan pada kita!” sahut Mama Shafiyah dengan lembut.

Hati wanita itu tidak akan tega menyakiti anak dari istri pertama suaminya, ia mencintai putra Guntur dan Echa dengan sepenuh hati seperti anaknya sendiri.

Ia juga mempunya hati, merasa sangat berdosa karena membuat  Guntur harus membagi cinta antara dirinya dan Echa, yang merupakan sahabatnya sejak Sekolah Menengah Pertama. Karena itulah ia sangat menyayangi Ezar tanpa membedakan dengan anak kandungnya sendiri sebagai penebus kesalahan masa lalunya.

Andai saja waktu itu sudah ada istilah pelakor, maka ia akan dikategorikan wanita demikian. Namun, ia juga istri sah Guntur. Bahkan Echa merestui pernikahan mereka berdua.

Wanita cantik yang duduk di samping papanya itu tersenyum menatapnya seolah ia sangat paham apa yang ada dirasakan Ezar.

Ezar hanya menatap sekilas, istri papanya itu lalu beralih ke Guntur. Berharap pria paruh baya satu frekuensi dengan istrinya. Namun, pria itu seolah tak peduli. Entah ia kecewa atau sedih. Ezar tidak bisa membaca pikiran pria yang ia panggil Papa itu.

“Zar, katakana apa yang ingin kamu sampaikan. Tak usah pedulikan Papamu, Mama yakin ia tetap mendengarkan!” ulang Shafiyah.

Ezar menelan salivanya sembari menarik napas mendengar penuturan sang Mama.

“Pa…, Ma… Ezar akan menerima perjodohan itu! Tapi…”

“Kalo nerima ya nerima gak usah pake tapi!” potong sang Papa yang tadinya tersenyum kembali mengerucutkan mulutnya.

Bagi Shafiyah ekspresi suaminya terasa sangat lucu, tetapi tidak bagi Ezar yang sedang sensi.

“Pa.., dengerin Ezar dulu!” Shafiyah menenangkan suaminya, auto Guntur terdiam. Patuh dengan ucapan istrinya.

“Lanjutin, Zar!” titah Shafiyah.

“Tapi jangan paksa kami menikah cepat-cepat. Biarkan Fay lulus dan beradaptasi denganku!” sambung Ezar menuruti sang Mama.

Shafiyah tampak lega mendengar ucapan anak sambungnya itu, artinya tidak ada yang perlu mereka khawatirkan.

“”Tapi jangan mainin Fay. Ingat Papa tidak akan tinggal diam jika kamu nerima perjodohan ini hanya untuk dibuat mainan!” ancam Guntur seakan ia tahu akal licik putranya.

“Pa.., percaya napa sama anak sendiri!” tutur Shafiyah.

“Ma, Papa kenal siapa anak ini!” Guntur melirik ke arah Ezar.

“Enggak akan, Pa! Percaya deh,” balas Ezar.

“Aku gak main-main, Pa. Hanya bermain sedikit dengan Fay,” gumam Ezar dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan rencananya kepada sang Papa. Bisa-bisa ia akan di-phk alias putus hubungan keluarga sebagai anak seketika itu juga.

***

“Gimana bro rencana kamu? Aman?” tanya Kenzo saat mereka bertiga berkumpul di ruang VIP pub langganan mereka.

“Aman,” jawab Ezar.

“Gila loe ya!” Nevan menoyor kepala Ezar seenaknya.

“Elo gak lagi fly kan?” Nevan menelungkupkan kedua pipi Ezar lalu menariknya pelan memaksa si pemilik menoleh ke arahnya.

“Kenapa sih pake acara mainin cewek lugu gitu! Dia itu perempuan baik-baik, bro!” seloroh Nevan.

“Dia bukan cewek yang biasa kita temui di sini tiap malam!” Nevan masih dalam mode mengingatkan ezar tentang gadis yang akan ia jadikan istri itu.

“Justru karena dia perempuan baik-baik, gue pengen tahu sampai sejauh mana dia membaikkan diirnya ama gue!” Ezar melepas tangan Nevan dengan kasar dari pipinya.

“Gue masih waras dan gak ngefly. Alkoholnya masih utuh belum gue sentuh sedikitpun!” sambung Ezar.

Mendengar perdebatan kedua sahabatnya itu Kenzo hanya terkekeh.

“Gak nyangka gue, Nevan yang terlihat paling gak tahan main semprot bisa sebijak itu!” ledek Kenzo.

“Kampret, lo ya! Segila-gilanya gue ama surga dunia masih bisa ngebedain, bagaimana cara memperlakukan cewek baik-baik dan cewek sefrekuensi ama gue!” timpal Nevan.

“Anjir…! Cewek baik-baik dan cewek sefrekuensi. Bahasa elo bikin gue gedek,” sahut Kenzo karena  ucapan sahabatnya itu benar-benar membuatnya ingin tertawa ngakak.

“Yang anjir tuh si Ezar! Udah tahu calonnya cewek baek-baek masih aja diajak main-main,” bantah Nevan.

“Kalo kita mah udah jelas, brengsek,” sambung sahabat Ezar itu.

Kenzo menanggapinya dengan tertawa renyah seaolah tidak terganggu dengan penyataan Nevan, sedangkan Ezar hanya tersenyum mendengarnya tanpa ada niatan membantah.

 Karena memang begitulah adanya dan kebenarannya. Mereka bertiga memang super brengsek tingkat dewa. Ditambah kadar ketampanan ketiganya yang diatas rata-rata membuat pesona mereka semakin menanjak naik tanpa pernah turun.

So, mereka fix terlanjur jadi cowok brengsek high quality.

“Zar, si Gery nawarin cewek nih!” Kenzo menyerahkan ponselnya ke Ezar.

“Mau gak Lo?” sahut Kenzo begitu gawainya sudah berpindah tangan ke Ezar.

“Siapa ceweknya?” sahut Ezar yang sontak disenyumi nevan.

“Nih!” Kenzo menyerahkan informasi detail sang cewek kepada Ezar.

“Bawa sini!” titah Ezar setelah mendapat info dari orang kepercayaannya tentang wanita pilihan Geri yang dikirim ke Kenzo.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status