“Aku bisa jelaskan, Honey…”
Tangan Soraya, ibu tiri Aliesha, memegangi tangan suaminya yang tampak tegang dan kaku.Dia murka setelah melihat tayangan adegan syur istri dengan mantan calon menantunya.“Itu tidak sengaja, aku dipaksa oleh Eros untuk melayaninya… huhuhu…” dengan air mata buaya, Soraya meyakinkan suaminya. “Aku tidak bisa melawan. Aku dipaksa jika tidak mau memenuhi keinginannya.”Suaminya tak menggubris sementara di luar para tamu undangan satu per satu pulang berpamitan.Beberapa di antaranya tampak terkejut dan ada yang senang karena ini akan menjadi bahan gunjingan di momen arisan sosialita.Gelegar suara suaminya bertitah, “Aku tak mau tahu. Kamu cepat kemasi barangmu dan angkat kaki dari sini…”“Sayang… aku bisa jelaskan. Aku melakukan ini semuanya demi Aliesha.” Alasan terakhir yang dia gunakan adalah anak tirinya.Dia tahu, meski Martin sangat menyayangi dirinya, namun di hatinya ma“Bukti apa?” Aliesha tentu ingin tahu pada bukti yang dimaksudkan oleh Noah. “Ya, bukti rekaman utuh videonya. Asal kamu tahu, ibu tirimu itu adalah ular berbisa yang tidak bisa dipercaya…” Noah memacu mobilnya hingga mereka telah keluar dari perbatasan kota. “Noah, jangan asal bicara. Dia memang jahat, tapi bisa jadi yang dia katakan itu adalah benar!” Aliesha tak ingin menuduh yang bukan-bukan. Setidaknya, ini menyangkut tentang dirinya juga. “Kamu terlalu naïve dan mudah dibohongi. Kamu tahu? Itu sebabnya kamu selama ini diperdaya oleh keluargamu sendiri…” Kalimat yang diucapkan suaminya itu terdengar sangat menyakitkan. Betapa seseorang yang beberapa minggu lalu masih berstatus sebagai sopir dan menurut padanya, kini berubah menjadi suami dan seseorang yang keras serta dictator. “Terserah apa yang kamu nilai tentangku, yang jelas aku tak akan percaya ucapanmu sebelum aku tahu buktinya.” Ser
Mata Aliesha terbuka sedikit. Dia mengerjap meski masih dalam keadaan lemah. Setelah berbaring beberapa saat, Aliesha tersadar. Kepalanya terasa berat dan pusing. “Nona?” Tangan kanannya memegang pelipis dan keningnya sendiri. Terasa sakit sekali. “Nona, minumlah teh hangat ini. Ini manis.” Noah memberikan secangkir teh itu untuk istrinya. “Ah, ya. Terima kasih…” Aliesha menyeruputnya perlahan. “Bagaimana aku bisa masuk ke kamar?” Seingatnya terakhir kali tersadar, dia masih ada di lobby setelah Noah mendapatkan kunci. “Aku menggendongmu ke sini.” Jawab Noah pelan. Aliesha tak percaya. “Kamu yang menggendongku?” Noah mengedikkan bahunya, “Siapa lagi?!” “Noah, ayah…” “Ssst… tenanglah. Kamu jangan membebani dirimu dengan pikiran-pikiran semacam itu..” ucapnya menenangkan. Aliesha memang mudah gelisah dan terbawa pikiran. “Ini menyangkut keluargaku
“Celine?” Eros mengangguk. “Bagaimana bisa wanita yang masih muda dan cantik mau dengan kamu!!!” protes Soraya. “Aku curiga!” “Soraya, kamu itu lucu. Lihat, kamu yang sudah mapan dan berkelas saja juga datang padaku. Kalian semuanya sama… butuh kemewahan dan kehangatan! Hahahahaahaha…” Soraya menganggap kalimat itu sama sekali tidak lucu. Dirinya merasa direndahkan. Tapi, sekarang tak ada lagi pilihan. Dia harus bisa merebut hati Eros atau jika gagal dia akan menjadi gelandangan yang homeless. “Eros, aku berbeda dengan dia. Aku adalah wanita yang loyal dan bisa mengurus lelaki…” “Soraya, jangan membuatku tertawa lagi. Buktinya sekarang kamu meninggalkan suamimu yang bangkrut.” Dia terkejut ketika Eros mengetahui beritanya. “Eros… aku…” “Sudahlah. Ayo ikut aku ke dalam. Kamu bisa menumpang tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau. Di sini ada banyak kamar tamu yang bisa kamu pilih…” serunya. Seorang pembantu membawakan barang-barang Soraya masuk. “Mari, Nyonya…” Diapun menu
Jatuh. Itu yang kini dirasakan Aliesha. Rasanya dia sudah tak sanggup lagi menghadapi hidup sendiri. Malam harinya di rumah sakit, pembantunya benar-benar datang. “Non, bagaimana keadaannya sekarang?” Mata Aliesha tampak kosong. Tatapannya nanar dan entah ke mana. Hatinya terasa ngilu. “Non, ini kata dokter kita sudah boleh pulang. Biaya perawatan sudah dibayar sama Noah tadi. Dia menitipkan ini pada saya…” sang pembantu, Lastri, memberikan sebuah amplop cokelat tebal. Aliesha tak bergeming. Dia tak ingin lagi mendengar nama itu! Baginya semua orang sama saja. Hanya datang saat butuh dan saat bosan, satu demi satu orang akan pergi dari kehidupannya. “Kalau Bi Lastri mau pergi, sekarang saja. Tidak usah nunggu besok. Keluarga saya sudah bangkrut.” Kata Aliesha sambil mencoba untuk duduk. “Nggak, Non. Saya ikut Tuan Martin sejak kecil. Bagi saya, ini adalah pengabdian.” Ucapnya tulus. “Mari, kita pulang. Sudah ada
“Aliesha, lepaskan bajumu. Cepatlah! Aku sudah tak tahan lagi…” Suara itu terdengar jelas di telinganya. Nafasnya terasa menghembus di dekat wajahnya. Apa dia tidak salah dengar? “Noah?!” Aliesha terbangun di tengah malam. Tidak ada siapapun. Dia tidur sendirian di kamarnya di lantai dua, sementara yang lain tidur di bawah. Rupanya itu tadi hanyalah mimpi. Diurutnya wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Beberapa hari terakhir, Noah memang sering datang ke mimpinya. Dia mencoba untuk tidur lagi, namun nihil. Bayangan wajah Noah selalu muncul setiap kali dia memejamkan kedua matanya. Haruskah dia melakukan itu lagi? Seperti kemarin, dia memeluk jaket denim milik Noah yang tertinggal. Mencium aroma tubuhnya yang masih tersisa, rupanya membuat pikiran Aliesha sedikit tenang. Seolah suaminya sudah pulang. Tak lama kemudian, dia bisa tertidur pulas. Paginya, saat sarapan, dia mendengarkan tayangan d
Sesuai dengan janji sebelumnya, Aliesha datang langsung ke lokasi yang akan dirancangnya. Hujan yang turun cukup deras membuatnya sedikit kesulitan menemukan site lokasi. “Halo?” Aliesha menelpon calon klien-nya itu. Perjalanan yang ditempuh memakan waktu lebih lama dari rencana. Kliennya tentu harus tahu ini. “Iya, ini nomornya Aliesha?” suara maskulin terdengar dari seberang. Hati Aliesha bergetar. Sudah lama sekali dia tak berhubungan dengan orang asing. “Betul, saya Aliesha yang mau mendekorasi kantornya Pak Benedict. Kira-kira apa masih jauh lagi dari lampu merah dekat indoma*et? Atau saya bisa lewat jalur alternatif?” “Ahhh… sepertinya kamu kejauhan, Aliesha! Baiklah. Kamu berhenti saja di situ. Saya akan jemput langsung.” Dia merasa tidak enak karena telah merepotkan klien. Tapi, mau bagaimana lagi. Sejak tadi dia hanya berputar-putar tak kunjung menemukan tempat yang dicarinya. “Bagaimana Mbak?” sopir ojek online yang dia pesan bertanya. “Pak, kita berhenti di sini s
Kenapa hari ini ada banyak hal yang mengingatkan dia dengan laki-laki itu? Itu tandanya kamu rindu. Sebuah bisikan halus merasuki pikirannya. Cepat-cepat ditepisnya feeling itu. “Nona, cepat diminum susu hangatnya, biar badannya anget…” Bi Lastri menyuguhkan segelas susu ketika Aliesha pulang. “Rotinya cepat dimakan…” Badannya sedikit basah. Dia lupa tidak sarapan dan terlambat makan siang. Tangan kanannya memegang gelas sementara tangan kirinya membolak-balik hasil pengukuran kantor yang akan dia rancang. “Hmm… cukup luas.” Gumamnya berbicara pada diri sendiri. Tak lama kemudian, Ben mengirimkan sebuah pesan singkat. ‘Aliesha, sebaiknya kita diskusi dulu sebelum kamu mulai. Aku ada referensi yang bisa kamu pakai untuk merancang nanti. Kita ketemu besok?’ Sebenarnya bagi Aliesha, ini akan membuang-buang waktu. Dia sudah tahu apa yang dimaui oleh klien. Tapi, demi menjaga servis dan keprofesional
Noah mengira kalau sosok yang akan diceritakan sepupunya adalah Aliesha. Itu harapannya. Nyatanya, dia justru mendapatkan kabar tentang Celine. “Dia bersama Eros sekarang. Kelihatannya mereka sangat dekat. Bisa jadi, mereka berpacaran… atau… lebih.” Dugaan Ben membuat Noah semakin malas. Tidak ada kenangan indah yang dimilikinya baik dengan Eros maupun Celine. Keduanya bagaikan mimpi buruk. “Halo, Noah, kenapa kamu tidak bersemangat lagi?” Ben sengaja memancingnya. “Reaksi apa yang kamu harap dariku?” ungkap Noah sambil beranjak dari ranjangnya. Semalam dia pulang jam tiga pagi. Kepalanya masih terasa sangat berat karena lembur dan ketiduran di kantor. “Bukankah kamu masih memiliki rasa pada Celine?” Noah terdiam dengan pertanyaan Ben. Semenjak pergi dari kehidupan Aliesha, Noah telah memblokir nomor Celine. Pun ketika Celine berusaha beberapa kali menghubunginya dengan nomor lain, dia tak bereaksi apa-a