Tawa Aliesha seketika keluar saat mendengar Ben mengatakan istilah ‘menyusu’.
“Memangnya kamu anakku, kok mau menyusu?” ucapnya sambil meninggalkan kamar tidur menuju ke tempat tidur si kembar.
“Non, sebaiknya Non Aliesha pumping saja ASI-nya biar tidak terlalu rewel begini.” Lastri menyarankan agar majikannya mematuhi saran dokter.
Mengingat dia adalah wanita karir yang juga sibuk di luar sekali-kali.
“Tapi saya masih menikmati proses menyusui mereka langsung Bi. Gimana ya? Berat rasanya kalau cuman dikasih ASI dari botol. Itu juga saya penginnya bisa ada bonding sama mereka!”
Aliesha memang sedikit keras kepala sejak dulu. Meski beberapa hari ini akhirnya dia kerepotan sendiri dan nyaris tak bisa ke mana-mana.
Setiap saat harus stand by untuk meng-ASI mereka.
“Bibi tahu Non. Tapi anaknya Non Aliesha ini cowok semua. Anak cowok itu jatah ASI lebih banyak dari pada anak cewek, Non.
Ingin rasanya berteriak sekuat-kuatnya untuk melepaskan beban di pikirannya saat ini. Tapi, itu tak akan menjadi solusi. Ben sejak pagi tak bisa dihubungi. Nomornya selalu dialihkan. Ada apa ini? Kenapa saat genting justru dia tak bisa dicari? Aliesha bingung sendiri di kantor. Anak buahnya masih harus menyelesaikan target bulanan atau mereka tak akan gajian. Persediaan uang untuk biaya operasional semakin menipis. Proyek-proyek besarnya harus mandeg dan tak mungkin dia mengajukan pinjaman ke bank. Sementara keluarganya sudah masuk daftar buku hitam. “Aliesha…” Ayahnya yang sejak hari ini sudah mulai bisa berjalan menyapanya. Tumben ayahnya mengunjunginya di kantor depan rumah. “Ayah? Baru selesai olahraga sama berjemur?” Dia menyambut ayahnya dan mencarikan segera tempat duduk. Kata dokter memang ayahnya belum boleh terlalu lelah berjalan. “Iya. Aku sudah kuat jalan sampai ujung perumahan.” Katanya bangga. “Si kembar tadi juga berjemur sama aku.” Kini Ayahnya sudah mulai l
Jantung Aliesha seperti berhenti berdegup ketika ayahnya menanyakan siapa ayah anak-anaknya. Betapa pertanyaan yang sebenarnya dia tahu jawabannya tapi yang jelas itu tak akan bisa dicerna oleh sang ayah.“Siapa ayahnya? Apa kamu hamil di luar nikah dan aku tidak kamu beritahu?” Sang ayah melanjutkan pertanyaan yang tadi dilontarkan.Sekarang ayahnya terlihat lebih mirip seperti anak usia PAUD daripada seorang kakek.Sari yang baru datang ikut bingung. Dia berpandangan dengan majikan wanitanya yang seolah bertanya padanya apa jawaban yang harus diberikan.“Tuan, susunya sudah dibuatkan Bi Lastri tadi. Sebaiknya segera diminum. Mari saya antarkan.” Lengan Tuan Martin dipegang oleh Sari untuk diarahkan ke kamar.“Mungkin sebaiknya kita cari orangnya, Aliesha. Jangan mau kamu disia-siakan begini. Apa keluarga lelaki itu kaya raya atau miskin?” ayahnya masih saja belum mau beranjak pergi.Batin Aliesha teriris
“Apa kalian sedang bermain-main malam-malam begini?” Ayahnya berseloroh membuat Aliesha bingung harus bagaimana menjelaskan. Noah tiba-tiba melepaskan begitu saja jeratannya. Dia khawatir kalau-kalau Tuan Martin akan menyerang karena dia ketahuan hendak membekap Aliesha. “Ayah, kenapa ayah belum tidur? Kemarin-kemarin malam kan sudah tidur di jam segini?” Aliesha mengingatkan. “Kamu kenapa main-main sama sopir? Itu si kembar siapa yang menjaga?” Ayahnya protes layaknya anak kecil. Noah tidak mengerti apa yang sedang terjadi. “Cepatlah pergi dari sini atau kamu akan aku panggilkan satpam perumahan.” Aliesha membisikkan kalimat itu agar Noah segera pulang. “Tidak semudah itu. Apa yang terjadi pada ayahmu, Aliesha?” tanya Noah masih dalam volume suara pelan. Dia tak ingin Tuan Martin mendengar dan bisa saja keadaan menjadi runyam. “Sudah. Ini bukan urusanmu. Cepat pulang sana!” seru Aliesha sambil mencubit lengan Noah. “Aku tidak akan pulang sebelum kamu membiarkan aku menjenguk
Komplotan pria kekar yang rupanya debt collector itu tak mengerti dengan maksud perkataan Aliesha."Hah, kami bukan suruhannya. Bos kami bukan orang sembarangan!" ucap salah satu di antara debt collector itu."Tidak perlu menutup-nutupi. Berapa upah yang kalian terima sebagai tukang tagih hutang, hah?" Giliran sekarang Aliesha yang menaikkan volume suara.Noah mencegah untuk tidak cari gara-gara dengan para debt collector itu."Sudahlah." Noah berencana untuk menyudahi saja huru-hara yang terjadi malam-malam. “Sekarang apa mau kalian?”Khawatir nanti akan mengganggu ketenangan tetangga, Noah berupaya mencari jalan tengah saja.“Kamu anak muda, jangan macam-macam sama kami!” pria berperawakan seperti algojo itu mendekati Noah dan mencengkram lehernya. “Mau aku lumat dengan tangan kosongku?”Bukannya takut, Noah justru makin melawan. “Hajar saja kalau kamu berani! Siapa yang menyuruhmu, katakan sekarang dan aku akan menemuinya!”“Dasar anak muda kurang ajar. Berani-beraninya kamu sama a
Goresan dan gesekan dengan lantai paving yang mengena di tubuhnya menyisakan rasa pedih luar biasa.Berkali-kali Noah hanya meringis saat Aliesha membersihkan lukanya dengan alkohol.“Pelan-pelan saja!” Rutuknya karena menganggap Aliesha masih terlalu kasar mengoleskan cotton bud ke lukanya.“Ini sudah pelan-pelan. Kamu jangan banyak gerak!” Aliesha merasa apa yang dia kerjakan tidak ada yang salah.Sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Walau bagaimanapun dia dulunya berpengalaman sebagai seorang PMR di masa sekolah.“Kalau tidak ikhlas menolongku, biarkan saja luka-luka ini. Kamu tidur saja sana! Aku bisa membersihkannya sendiri.” Noah makin cerewet seperti balita.“Heran aku! Bukannya berterima kasih malah ngomel dan ngeluh terus.” Aliesha membuang cotton bud itu ke dalam keranjang sampah.Lalu beranjak pergi meninggalkan Noah terbaring di sofa ruang keluarga.“Apa
“Noah, badanmu masih demam!” Aliesha mengecek dengan satu tangannya ke dahi. “Kenapa kamu bangun? Tidur lagi sana!”Layaknya seorang anak kecil, dia menuruti perintah mantan istrinya.Tubuhnya terasa belum seimbang saat digunakan untuk berjalan. Ada gaya tarik untuk merasa miring condong ke kiri atau kanan sehingga dia hampir saja jatuh.“Tapi, aku mau memegangnya dengan tanganku!” sebagai seorang papa muda, tentunya dia ingin merasakan bagaimana itu menggendong anaknya sendiri.“Sudahlah, urusi dirimu dulu. Jangan sok-sokan mau gendong bayi. Memangnya kamu bisa?” perkataan itu terdengar sangat menyakitkan dan setelah mengucapkannya Aliesha membawa anaknya jalan-jalan keluar.Sengaja sekali untuk menjauhkannya dari darah dagingnya sendiri.Barulah Noah ingat kalau semalam dia belum makan. Tak ayal rasa pusing dan perut pedih kini dirasakannya.Belum pernah dia skip kalau untuk urusan mak
“Bagaimana kamu bisa di sini dan berada di lantai dua?”Noah bertanya dengan nada tinggi. Ingin dia marah dan meluapkan emosi pada sepupunya itu.“Pertanyaan yang sama, bagaimana Aliesha bisa membiarkan kamu duduk manis di ranjangnya? Ini hal yang aneh menurutku.” Desis Ben tak kalah murka.“Sebentar, kamu mengatakan ini seolah-olah sudah terbiasa berada di tempat ini!” Meski Noah terkesan menuduh, dia mengatakannya karena melihat gelagat Ben yang tak terlihat kaku saat berada di sini.Sementara dirinya sendiri masih sedikit kaku dan tak terbiasa menginvasi ruangan paling privasi milik Aliesha.Baginya dia harus tahu diri dan tak terlalu banyak menyelidik apa saja yang terdapat di ruangan ini.“Sudahlah, Noah. Sebaiknya kamu segera angkat kaki dari sini. Kakek pasti akan sangat marah melihat kamu ada di sini.” Ben menggunakan dalih kakeknya untuk menakut-nakuti Noah. “Kamu sudah harus tidak berhubungan dalam bentuk apapun dengan Aliesha, bukan?”Noah tentu saja tak bisa berkata apa-ap
“Noah? Kamu masih di sini?” Aliesha tak tahu menahu bagaimana bisa dia masih di sini dan tak beranjak pergi?“Memangnya kenapa kalau aku di sini? ini kan rumahnya a-…“ tangan Aliesha segera membekap mulut Noah yang mau mengatakan kalau ini adalah rumah anak-anaknya.“Uk…uk…” Noah berbicara tapi dalam kondisi bungkam. Tidak ada kata yang terdengar jelas.“Ben, sebaiknya kamu pergi dulu. Aku harus menyelesaikan urusan dengan adik sepupuku ini.” Tangan Aliesha menarik kuat-kuat lengan Noah untuk kembali masuk ke rumahnya.Ben pura-pura tak mengenal Noah dan menuruti Aliesha.“Aliesha, kalau begitu… aku izin pamit saja. Semoga kamu dan si kembar sehat-sehat selalu. Tadi aku menitipkan sesuatu pada Bi Lastri.” Ben akhirnya pamit dan pergi dari kantor.Suasana kantor sudah panas seperti sisi di sekeliling api unggun.“Ke mana saja lelaki itu saat kamu dalam masalah? Saat semua sudah damai, baru dia berani unjuk gigi!” Noah seenaknya sendiri berkomentar.Beberapa anak buah Aliesha tertawa sa