Share

Bab 3. Nikahi Peliharaanmu!

“Mulai detik ini kamu aku pecat!” teriak Echa begitu lantang.

Karena masalah yang menimpa keluarganya, untuk pertama kalinya Echa tidak bisa berpikir jernih.

Niko jelas merasa heran melihat Echa tidak seperti biasanya, “Maaf, Nona. Apakah Nona tersinggung dengan perkataanku barusan? Sungguh, aku tulus ingin membantu Nona.”

“Diam kamu, Niko! Kamu mau menertawakan keterpurukan keluargaku, ‘kan?!” Echa benar-benar tidak terkendali. “Di mana hatimu? Tiga tahun kamu hidup dari belas kasih keluargaku. Dan ini balasanmu? Oh aku tahu … kamu sengaja cari gara-gara biar aku memecatmu? Kamu pikir aku sudah nggak mampu lagi membayar gajimu? Gitu, ‘kan?!”

Niko menggelengkan kepala. Rupanya wanita itu telah salah paham.

“Tidak, Nona. Aku–” sayangnya saat Niko ingin menjelaskan, wanita itu kembali berteriak penuh amarah.

“Turun, kamu! Aku nggak sudi melihatmu lagi!”

“Nona–” Niko benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara.

Terlebih lagi Echa semakin tak terkendali dalam berucap, “Kamu saja tidak pernah melawan jika dihina yang lain selama ini. Bisa-bisanya sekarang kamu jadi nggak tahu diri?” 

“Pergi, kamu! Semoga keturunanku dijauhkan dari manusia sampah sepertimu!” 

Melihat Echa yang tidak stabil, lantas Niko pun terpaksa menurut. Dia turun dari mobil dan membiarkan wanita itu pergi meninggalkannya di pinggir jalan. 

Saat itu pula, Niko baru teringat bahwa hari ini ada acara perpisahan alumni di kampus. Dia pun segera memesan ojek online untuk menghadiri acara tersebut.

Di sisi lain, Echa sudah sampai di rumah besar keluarga Hendra. Dia duduk di kursi menghadap Hendra yang duduk di kursi yang ada di depannya. 

“Ada perlu apa kamu ke sini?” Hendra bertanya tanpa menatap ke arah Echa, lebih tertarik memainkan ponselnya.

Echa yang memiliki kepribadian ekstrovert, saat ini dia merasa gugup dan takut untuk memulai pembicaraan.

“A-nu, Om … Aku …” Echa meremas jari-jemarinya yang dingin. “Pa-paku dirawat di rumah sakit.”

“Terus?” Hendra tertawa menatap ponselnya.

“A-nu…” Echa menghela napas sejenak sambil menekan kegugupan dalam hati. “Om, ginjal Papa bermasalah dan harus segera dioperasi.”

“Terus?” Hendra masih acuh tak acuh dengan kehadiran Echa.

Echa meletakkan secarik kertas berlogo rumah sakit, “Bisakah aku pinjam uang 650 juta? Kami benar-benar nggak punya uang.” 

Akhirnya Hendra mendongak menatap Echa, “650 juta?” ekspresinya datar dan tidak bisa diartikan.

Echa mengangguk, “Iya, Om.” Merasa kepalang tanggung, dia pun memberanikan diri melanjutkan ucapannya. “sebenarnya kami juga butuh uang 8 miliar untuk menghidupkan kembali perusahaan kami. Papa sakit karena–”

Belum selesai Echa berbicara, suara seorang wanita menyahut dari kejahuan, “Di sini bukan pabrik uang!” 

Echa menoleh dan mendapati Sarah datang mendekat dan duduk di samping Herman, suaminya.

“Gak tau malu kamu datang ke sini untuk meminta uang kepada kami?” Sarah berkata begitu dingin.

“Aku akan membayarnya kembali. Aku janji.” Tidak ada rasa gugup lagi yang dirasakan Echa. Dia benar-benar berusaha keras membujuk. “Nggak usah 8 miliar. Berikan aku pinjaman 650 juta saja. Aku mohon, Papa harus segera mendapatkan perawatan lanjutan.”

Herman menoleh ke arah sang istri dan berkata, “Sarah, mungkin kita bisa biarkan dia pinjam uang 650 juta untuk pengobatan Fikram.”

Sarah menautkan kedua alisnya, “Sejak kapan kamu peduli sama Fikram?”

“Tidak, tidak. Aku cuma–” Ucapan Herman terpotong.

“Herman, tanpa aku, kamu nggak bakalan dapat warisan terbanyak dari orang tuamu. Meskipun kamu punya hubungan darah dengan Fikram, jangan keluarkan uang seperpun untuknya.” Tatapan tajam Sarah tertuju pada Herman, seolah-olah mengingatkan masa lalunya.

“Waaaaaaa ….” Ada seorang wanita datang mendekat. Echa pun menoleh ke belakang dan melihat Tessa tampak tersenyum sinis ke arahnya. 

“Adik sepupuku datang minta uang seperti pengemis? Betapa menyedihkan sekali. Ups …” Tessa menutup mulutnya. “keluargamu sudah jatuh miskin, ya? Turut berduka cita, ya.” dia berpura-pura memasang wajah prihatin.

Merasa usahanya tidak akan berhasil, Echa pun berdiri dan melangkah pergi. 

Namun, Tessa menahan lengannya dan berkata,  “Tunggu, kami bisa memberimu uang.”

“Tessa?” pekik Sarah begitu terkejut.

Tersimpul senyuman licik di bibir Tessa, “Ya. Kami akan memberimu uang 1 miliar secara cuma-cuma dengan satu syarat.”

Echa menoleh perlahan, “Apa?” tanyanya walaupun dia tahu syarat yang diberikan Tessa pasti sangatlah tidak masuk akal.

“Bukankah kamu punya peliharaan berkelamin jantan di rumahmu?” Tessa bertanya. 

“Maksudmu Niko, pembantuku?” Echa bertanya balik.

“Ya, betul.” Tessa tersenyum girang. “Nikahi peliharaanmu dan dapatkan imbalanmu.”

Tentu saja Echa terperanjat. Permintaan itu sama saja menginjak harga diri keluarganya. 

“Anakku memang sangat cerdas.” Sarah tersenyum girang, akhirnya tahu tujuan Tessa menawarkan itu untuk mempermalukan keluarga Echa.

“Gila kamu, Tes. Nggak mungkin aku menikahi seorang pembantu.” Rasanya Echa ingin menampar Tessa yang tengah tersenyum jahat ke arahnya. 

“Oh, ya?” Tessa menatap Echa dengan senyuman menghina. “Justru kalian sangat cocok. Sama-sama pecundang! Sama-sama gembelnya!” 

“Itu, benar. Sadar diri, Echa. Statusmu sudah jadi makhluk rendah.” Sarah tak ketinggalan turut menghina Echa.

Wajah Echa memerah, berupaya menahan air tidak keluar dari kedua matanya. Kalimat itu terucap sangat meyakitkan.

“Maaf, aku nggak bisa melakukannya.” Echa berusaha berbicara senormal mungkin. “lagian dia sudah aku pecat.”

Tessa tersenyum miring, “Apa kamu ingin kami membayar biaya operasi Papamu?” 

Hesti dan Tessa tersenyum puas melihat ekspresi Echa yang semakin tersudut dan tak berdaya.

“Aku…”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status