“Mulai sekarang aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Echa dengan suara terisak.Niko tidak bisa menahan hatinya lagi, dia langsung memeluk Echa begitu erat. Hari ini adalah hari paling bahagia dalam seumur hidupnya. Pengorbanannya berbuah manis, bertahun-tahun menjadi seorang pembantu di keluarga Echa hanya untuk mendapatkan cinta dari gadis satu-satunya di keluarga tersebut.“I’m verry happy. Thank you, my wife.” Saking bahagianya, Niko tak bisa mengungkapkan kalimat lain selain itu.“I’m also verry happy.” Echa meneteskan air mata bahagia. “tapi mungkin ada sesuatu yang akan merintangi hubungan kita.”Niko melepaskan pelukannya dan mengusap air mata istrinya, “Apa itu?” tanyanya kemudian.“Mamaku. Kamu tahu sendiri Mamaku tidak suka sama kamu. Tapi aku yakin kamu pasti kuat menghadapi masalah ini. Mungkin kamu akan selalu mendengar ocehan Mama yang merendahkanmu. Mungkin saat ini hubungan kita nggak direstui, tapi aku yakin kita berdua bisa melewatinya.”Niko men
“Apa aku boleh menanyakannya?” tanya Echa. Dia sebenarnya curiga, tapi dia tidak mau menuduh Niko yang bukan-bukan.Niko tersenyum pada Echa. Dia tahu apa yang ada di dalam pikiran istrinya.“Aku suamimu. Kamu tak perlu izin untuk bertanya.”“Ump …” Echa berpikir sejenak untuk memilih kalimat yang pas agar tidak menyinggung perasaan suaminya. “tabunganmu kok banyak banget?”“Kemarilah.” Niko menepuk kasur. “aku mau cerita.”Echa menurut, duduk di samping Niko. Dia tak mengalihkan perhatiannya dari Niko yang terus mengulas senyuman.“Jadi, gimana? Ayo cerita.” Echa tampak tak sabar.Niko mengangguk-angguk pelan, senyum lebar tercetak di bibirnya.“Aku bukan sekedar kuliah jurusan manajemen. Aku menerapkan ilmu-ilmu yang aku dapatkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk memanage keuangan.”Echa menaikkan sebelah alisnya, terlihat menatapi wajah Niko untuk mencari kebenaran di sana, “Jadi kamu menabung bertahun-tahun? Tapi kamu, ‘kan … maaf, pendapatanmu sewaktu masih kuliah hanya cukup
Saking emosinya, suara Echa lumayan nyaring dan menggema, “Niko, jodohku! Niko, suamiku!”Senyuman di bibir Hesti menghilang dan ekspresinya berubah kesal. Dia tidak senang mendengar Echa yang malah mempersempit peluang untuk memengaruhi Hellen.Namun, belum saatnya memarahi Echa. Hesti tidak ingin usahanya menjodohkan Echa dengan anaknya Hellen berakhir gagal. “Jangan didengerin, ya. Barusan Echa terpaksa bilang begitu karena si brengsek itu mengancamnya.” Hesti berpura-pura memasang wajah sedih. “itulah sebabnya aku–”Kalimat Hesti terpotong oleh suara Echa, “Nggak! Aku mengatakan kebenaran. Mas Niko, suamiku! Aku bahagia menikah dengannya!” Echa menegaskan. “Echa!” Wajah Hesti tampak memerah–marah. “masuk ke kamarmu! Malu-maluin Mama, kamu!”Echa berbalik dan setengah berlari menuju ke kamarnya sambil mengusap air matanya.Hellen mendengus, suasana hatinya memburuk akibat melihat pertengkaran mereka barusan. Lantas dia pun pergi tanpa pamitan.Hesti yang melihatnya pun mencoba m
“Aku mau ikut kemanapun suamiku pergi,” jawab Echa tanpa keraguan, seketika Hesti lagi-lagi terkesiap. “aku akan tetap datang ke rumah ini karena Mama adalah orang tuaku.”Niko terharu mendengar kebijaksanaan yang ditunjukkan Echa dalam memberi keputusan.Sementara, Hesti terdiam sejenak. Mata cokelatnya bergerak-gerak seirama dengan otaknya yang berputar cepat. “Oh gitu?” ucap Hesti dan Echa mengiyakan. “Jadi, pilih Mama atau Sampah ini!” tanyanya kemudian dengan memasang wajah begitu serius. Lebih tepatnya mengulang pertanyaan yang sama.Echa menggelengkan kepala, tak habis pikir mendengar Hesti masih mengajukan pertanyaan itu. “Niko, suamiku.” Echa melirik Niko yang berdiri di sampingnya, kemudian tatapannya kembali fokus ke arah Hesti. “Dan Mama, orang tuaku. Kedua-duanya sangat berharga dalam hidupku.”Hesti kesal dalam hati karena belum berhasil menekan Echa. Lantas sekali lagi dia memberi ultimatum, “Jawabannya Mama atau dia! Mama atau makhluk ini! Pilih satu. Tetap di sini at
“Mama, jawabanku nggak berubah. Sebenci apapun Mama sama aku, Mama tetaplah Mamaku. Meskipun aku ikut suamiku, rumah ini tetap menjadi tempat pulangku,” ucap Echa sambil menahan tangisnya.Hesti mengepalkan kedua tangannya. Sebenarnya dia hanya menggertak saja agar Echa meninggalkan lelaki itu. Melepas kepergian Echa, sama saja melepas kesempatan untuk menikahkan anaknya itu dengan suami baru yang kaya-raya.Baginya, hanya dengan pernikahan baru satu-satunya cara untuk mengembalikan kejayaan keluarganya.Satu lagi … Jika dia melepaskan Echa, itu sama saja mengaku kalah dengan Niko. Tentu saja dia tak akan membiarkan tiket emasnya, Echa direbut oleh lelaki miskin ini.Hesti bergerak cepat. Sebelah tangannya tiba-tiba memegang kepalanya, “Aduh.”Pancingan awalnya berhasil, kini Echa terlihat sedikit panik, “Ma, Mama kenapa?”“Nggak tahu nih mendadak pusing.” Hesti berpura-pura linglung ke sana-sini dan. “kepala Mama berputar-putar. kayaknya Mama mau pingsan.” lalu seperkian detik dia me
Echa menarik tangannya dengan cepat, lalu melirik ke arah Niko yang sudah menatap dingin lelaki itu.“Maaf, Pak.” Hanya itu yang terucap dari bibir Echa.Lelaki itu tak lain adalah Yordan yang tengah menerbitkan senyuman manis pada Echa.“Kantor kita–” Baru Yordan berucap, suara dingin Niko memotongnya.“Anda sudah mendengarnya. Jangan memaksa.” Niko mengangkat alisnya dengan tatapan dingin.Yordan mendengus kesal mendengar ucapan Niko, “Echa, dia kerabatmu? Seharusnya kamu nggak boleh membawa kerabatmu yang lancang ini. Kampungan banget.”Yordan menatap penuh benci pada Niko yang dibalas pula dengan sinis oleh Niko.Echa tersenyum sederhana. Dia mengaitkan tangannya dengan tangan Niko, seolah ingin menunjukkan bahwa Niko bukan hanya sekedar kerabatnya, melainkan seseorang yang begitu spesial dalam hidupnya.“Tebakan Bapak salah. Dia suamiku, namanya Niko Pram.” Muka Yordan tertekuk dan kusut, tapi perlahan dia melemparkan senyuman meremehkan pada Niko.“Oh pasti suamimu pengangguran
“Bukankah dia Kakek?” Walaupun belasan tahun tidak pernah bertemu, Niko masih mengingat betul wajah Abraham.Abraham tersenyum ke arah Cucunya yang berdiri di ambang pintu, “Niko Prameswara Bakhi, apa kabarmu?”“Maaf, aku salah masuk ruangan.” Ekspresi Niko berubah datar. “Kemarilah cucuku.” suara Abraham menghentikan tangan Niko yang hendak menutup pintu. “aku datang lebih cepat hanya untuk bertemu denganmu.”Abraham memberi kode tatapan pada Danish dan Danang. Kedua orang itu mengangguk. Mereka bangkit dari duduknya dan beranjak pergi dan tersenyum lebar pada Niko sebelum keluar dari sana.Niko melangkah maju dengan wajah malasnya. Dia kemudian memilih duduk di depan Kakeknya itu.“Niko, Kakek senang bisa bertemu lagi denganmu,” ucap Abraham.Sebenarnya Niko tidak suka dengan pertemuan kali ini. Terlihat dari sikapnya yang sedari tadi tak pernah menatap wajah Kakeknya itu. “Kakek tahu, belasan tahun adalah waktu yang lama. Tapi … Kakek terpaksa melakukan semua ini. Maafkan Kakek.”
“Niko, mana minumannya?! Si lelet ini, bisa kerja gak, sih? ” Lengkingan suara sang Nyonya seketika memenuhi rumah, membuat pria 20 tahunan itu berjalan cepat menuju ruang tamu sambil membawa nampan dengan tiga gelas di atasnya.Selalu seperti ini, Hesti akan memarahinya tanpa ampun jika tidak sesuai keinginan wanita itu. Padahal, Niko awalnya melamar menjadi sopir di rumah ini untuk membiayai kuliahnya sendiri di kampus yang kebetulan sama dengan Echa–anak Nyonya Hesti. Tapi, perlahan jobdesknya justru terus bertambah akibat sang Nyonya. “Maaf, barusan aku masih meracik minuman, Nyonya,” ucap Niko sembari memindahkan gelas ke atas meja untuk nyonya rumah dan kedua temannya yang baru saja pulang dari acara arisan Ibu-ibu sosialita itu. “Ck! Mau kupecat kamu?”“Udahlah, Hes. Kamu hebat loh bisa menemukan pembantu multitalenta kayak dia!” Salah satu teman sosialita Hesti berbicara. “Penurut kayak seekor anjing,” sambung yang lain dengan nada sarkas. “padahal dia ganteng sih. Tubuh