Share

My W ?

"Ingat pesan papa, jangan buat malu keluarga!ucapnya sekali lagi sambil menepuk pundak William kemudian berlalu.

Wiliam termangu dalam kehancuran. Hatinya sakit mengetahui tidak akan mungkin hubungan dengan Arabella dapat tetap berjalan seperti saat ini. Tidak mungkin mereka bisa bertemu dengan bebas di saat nanti sudah ada Luna Defani dalam kehidupannya.

William menghentikan BMW 7 Series hitamnya di tempat parkir khusus untuk pemilik apartemen yang ia beli untuk Arabella. Ia melangkah gontai yang masuk ke tempat di mana Arabella biasa menunggunya datang. Rangkaian kalimat telah Ia persiapkan untuk menjelaskan kondisi dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang lebih menghancurkan bagi hatinya selain melihat Arabella menangis karena telah Tersakiti.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Honey." gumamnya dalam hati. Ia tidak sanggup jika harus berpisah dari Arabella. Wanita satu-satunya yang ia cintai.

Saat sudah didepan unit Arabella, William membuka pintu dengan tangan yang sedikit gemetar. Kegelapan menyambutnya, seolah menjadi cerminan dari kekhawatiran yang merambati hatinya. Lampu di apartemen itu mati, menciptakan suasana yang sunyi dan menegangkan.

“Honey?” panggilnya, suaranya bergetar halus di udara.

Sunyi. Tidak ada jawaban, hanya keheningan yang menyakitkan.

William meraba-raba di dinding, mencari sakelar lampu. Kegelisahan melilit hatinya seperti tali yang makin lama makin erat.

“Arabella, kamu di mana, honey?” Suaranya semakin mendesak, mencerminkan kepanikan yang mulai tak terkendali.

Setiap sudut apartemen diperiksanya. Kamar tidur, ruang tamu, bahkan kamar mandi, semua kosong. Arabella tak ada di mana-mana. Kepanikan William mencapai puncaknya, menguasai seluruh pikirannya. Dimana wanita yang sangat dia cintai ini? Kenapa dia tidak ada disini?

Hati William merasakan sakit yang tajam, seperti ditusuk ribuan jarum. Kenapa Arabella harus pergi? Bagaimana dia bisa membiarkannya pergi tanpa penjelasan yang jelas?

****

Pagar besi menjulang tinggi terbuka secara otomatis dua orang petugas keamanan menyambut di depan gerbang ketika Bugatti milik Sebastian memasuki sebuah mansion mewah dua lantai.

"Arabella, bangun," Sebastian mengguncang bahu Arabella dengan sedikit kasar. "Woii! Bangun ga Lo!." Teriak Sebastian tepat di telinga Arabella.

Arabella tidak merespons, hanya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas dan tetap terlelap. Sebastian menghela napas kasar, menyadari bahwa dia tidak punya pilihan selain membawanya masuk ke dalam mansion dalam keadaan seperti ini. Dengan malas, Sebastian membopong tubuh Arabella yang lemas keluar dari mobil.

"Menyusahkan sekali!" Umpat Sebastian, meski dia tahu Arabella tidak akan mendengarnya.

Setelah memasuki mansion yang penuh kemewahan, Sebastian berjalan menyusuri lorong-lorong yang luas dan dihiasi dengan lukisan-lukisan mahal. Lampu-lampu kristal berkilauan di atas kepala, memantulkan cahaya yang menciptakan bayangan-bayangan panjang di dinding. Dia akhirnya sampai di kamar tamu yang luas, dan dengan lembut meletakkan Arabella di atas tempat tidur.

"Bi, Tolong bawakan barang-barang wanita ini." Perintah Sebastian kemudian pada seorang pelayan yang sudah lama bekerja untuknya. Seorang wanita paruh baya dengan seragam rapi segera datang, wajahnya penuh perhatian.

"Dia butuh bantuan untuk dibersihkan dan diganti pakaiannya," kata Sebastian singkat namun tegas.

Pelayan itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan. Saya akan mengurusnya."

Dengan hati-hati, pelayan itu mulai membersihkan tubuh Arabella yang dipenuhi bekas muntah, sementara Sebastian berdiri di dekat pintu, memastikan semuanya berjalan lancar. Pelayan itu bekerja dengan cekatan, mengganti pakaian Arabella dengan yang bersih dan nyaman.

Sebastian berdiri di dekat pintu, ia menelan ludah melihat pemandangan di depannya. Hanya saja logikanya tetap berhasil mengekang nafsu birahi yang menggelora. Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri dengan kedua tangannya.

"Sadar Bas! Tidak untuk malam ini! Tidak boleh!" gumamnya pada diri sendiri.

Dia sedikit merasa bersalah dan cemas bercampur aduk karena membawa masuk wanita ini dalam mansionnya. Dia tidak pernah bermaksud membawa Arabella ke dalam situasi seperti ini, tapi keadaan memaksa. Dia berharap wanita ini akan mengerti dan tidak mengamuk.

Setelah beberapa saat, pelayan selesai dengan tugasnya dan menutupi Arabella dengan selimut. "Dia akan baik-baik saja sekarang, Tuan," kata pelayan itu dengan lembut sebelum pergi.

Setelah memastikan Arabella tertidur lelap. Justin merasa bahwa dirinya juga butuh istirahat. Namun, sebelum itu, dia harus membersihkan diri. Malam yang panjang di klub membuatnya merasa lengket dan lelah. Dia berjalan ke kamar mandi utama di mansionnya, sebuah ruang besar yang dilengkapi dengan segala fasilitas mewah.

Dia melepas pakaiannya satu per satu, merasakan beban hari itu mulai terlepas dari pundaknya. Saat terakhir kain terlepas dari tubuhnya, dia melangkah masuk ke dalam pancuran. Air hangat menyentuh kulitnya, memberikan sensasi nyaman dan menenangkan.

Ssshhh...

Suara air pancuran mengalir deras, menghanyutkan sisa-sisa kepenatan dari tubuhnya.

Setelah selesai berpakaian, Ia kembali ke kamar tamu, Sebastian memeriksa Arabella sekali lagi. Sebastian mendekati tempat tidur dan duduk di kursi di sampingnya, menatap wajah Arabella yang kini tampak lebih tenang.

"Cantik." gumamnya lagi dengan sudut bibir sedikit terangkat.

Malam semakin larut, dan Sebastian tetap di sana. Entah apa yang ia pikirkan tapi tubuhnya seakan terhipnotis untuk tetap berada di kamar ini, enggan untuk beranjak. Ada rasa penasaran yang terus bergelayut dalam pikirannya. Siapakah Arabella sebenarnya? Kenapa dia bisa mabuk berat di klub malam? Apakah ada sesuatu terjadi? Pikirannya berputar-putar, mencari jawaban yang tidak kunjung datang.

Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada tas tangan Arabella yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Sebuah dorongan kuat muncul dalam dirinya untuk memeriksa isi tas itu. Siapa tahu ada petunjuk tentang siapa sebenarnya wanita ini. Mungkin saja dia adalah mata-mata atau pembunuh bayaran bukan ? kekehnya dalam hati.

Sebastian merasa sedikit ragu, tetapi rasa penasaran yang membara mengalahkan keraguannya. Dengan perlahan, dia membuka tas itu dan mulai mengeluarkan isinya satu per satu. Setiap barang yang dia temukan memperkuat rasa penasarannya. Dompet, ponsel, beberapa kosmetik, dan sejumlah barang pribadi lainnya. Dia membuka dompetnya, mencari kartu identitas atau petunjuk lain.

"Arabella Horison," baca Justin dari kartu identitas yang dia temukan. "Umur 25 tahun. Hmm..."

Dia meletakkan kartu identitas itu di meja, lalu melanjutkan pencariannya. Tiba-tiba, ponsel Arabella bergetar, menampilkan beberapa pesan masuk. Sebastian ragu sejenak sebelum memeriksa pesan tersebut. Pesan-pesan itu berasal dari kontak yang berbeda, beberapa dari teman, beberapa dari nomor yang tidak dikenal.

"Ara, kau baik-baik saja? Kita khawatir denganmu," baca Sebastian dari salah satu pesan.

"Apakah kau akan datang besok ke kantor?" bunyi pesan lainnya.

Sebastian menghela napas panjang. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan dari pesan-pesan itu, tetapi rasa penasarannya belum terpuaskan. Dia menaruh kembali ponsel dan barang-barang lainnya ke dalam tas, berusaha tidak meninggalkan jejak bahwa dia telah menggeledahnya.

Tapi, tiba-tiba ponsel Arabella bergetar lagi. layarnya menyala, ada sebuah panggilan dengan nama tertera 'My W'. Senyum penasaran muncul di wajah Sebastian. Haruskah ia menekan tombol terima?

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status