Share

Cemburu

Suara berderak di kepala Arabella seolah disambar petir. Dia terperangah melihat siapa yang memasuki ruangan. "Sebastian Vanderwood?"

Sebastian melepaskan pelukan dengan William dan menoleh ke arah Arabella, senyum liciknya semakin lebar.

"William, kamu benar-benar beruntung memiliki tim yang hebat," katanya sambil berjalan mendekat.

"Dan siapa ini? Saya belum diperkenalkan."

William, dengan bangga, memperkenalkan Arabella.

"Sebastian, ini Arabella, salah satu Manager terbaik

kami."

Sebastian mengulurkan tangannya dengan senyum menggoda. "Senang bertemu dengan Anda, Arabella. Saya Sebastian Vanderwood."

Arabella, meskipun merasa gugup, menjabat tangan Sebastian dengan mantap. "

Senang bertemu dengan Anda, Pak Sebastian," katanya dengan sopan, meskipun hatinya berdebar keras. Dalam pikirannya, dia merasa cemas.

"Apakah dia tahu?"

Saat mereka berjabat tangan, Sebastian menatap mata Arabella dengan intensitas yang membuatnya semakin gugup. Ia tersenyum kaku, seolah wajahnya terbuat dari kayu. Tetapi mau bagaimana lagi? Itu adalah senyum termanis yang bisa ia lakukan disituasi kacau saat ini.

Kepalanya masih terasa pening akibat minuman keras, dan seakan dunia Belum puas memberinya tekanan batin. Muncullah sosok Sebastian Vanderwod dalam dunia kerjanya.

"Sepertinya kita pernah bertemu. Bukan begitu Nona Arabella? tanya Sebastian tersenyum.

Kepala Arabella semakin pening, matanya melotot protes pada Sebastian, ia terdiam seribu bahasa. Tidak tahu apa yang sebenarnya akan Sebastian lakukan. Kenapa terus mengintimidasinya? Apa salahnya pada laki-laki ini? bagaimana ia bisa sampai di rumahnya, itu pun tanpa ia sadari.

Sebastian melangkah mendekat ke Arabella, matanya memancarkan ketertarikan yang tak terbantahkan.

“Tapi mungkin saya salah sangka. Jakarta memang selalu penuh dengan wanita cantik seperti Anda, Nona Arabella. Senang juga bisa berkenalan dengan Anda,” lanjut Sebastian, suaranya terdengar lembut namun mengandung makna tersembunyi.

Sebastian menjulurkan tangannya dan menepuk punggung Arabella dengan ringan, membuat tubuhnya mendadak lemas. Kakinya hampir saja goyah, sepatu hak tinggi sembilan sentimeter yang dikenakannya bergoyang-goyang saat dia berusaha mengendalikan kegugupannya.

'Tega sekali Anda Tuan Sebastian. Sangat tega mempermainkan hati dan jantung saya seperti ini,' jerit Arabella dalam hati tanpa suara, berusaha menjaga ketenangannya di depan semua orang.

Sebastian tersenyum penuh arti, pandangannya tak pernah lepas dari Arabella.

“Hmm, bisa kita lanjut berkenalan?” tanyanya dengan nada menggoda.

Sebelum Arabella sempat menjawab, William yang sejak tadi memperhatikan dengan cermat, berdehem keras.

“Sebastian, mungkin kita bisa kembali fokus pada agenda rapat kita?” katanya, suaranya mencoba terdengar tenang meski ada nada tegas di dalamnya..

William, yang mengamati interaksi itu, merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Meskipun dia dan Arabella pandai menyembunyikan hubungan mereka, William mulai merasakan kecemasan yang mengganggu.

Begitupun dengan Arabella, dia mengerti bahwa bosnya, William, itu sedang cemburu. Sikap Arabella yang salah tingkah dan membeku di hadapan Sebastian, terlihat seperti orang mabuk asmara yang sedang salah tingkah.

Itu jelas dan wajar. Bagaimana William tidak merasa terancam dengan kehadiran seorang Sebastian Vanderwood? Memang mereka bersahabat sejak kecil bersama anak para konglomerat lainnya. Namun di mana-mana dunia ini selalu penuh dengan persaingan bukan?

Ketampanan yang sama exotic-nya dengan William. Kekayaan juga pasti sejajar bahkan lebih! belum lagi bentuk tubuh atletis. Keduanya berotot dan kuat kokoh dalam baluran jas mahal Fit body. Dilihat dari belakang, keduanya menyajikan pemandangan yang menghanyutkan setiap wanita.

Mata Arabella memperhatikan bagaimana William dan Sebastian sedang saling memperkenalkan tim kerja masing-masing. Bola mata mungkin terlihat fokus padahal isi otaknya melalang buana pada hal-hal lain, salah satunya adalah bagaimana ia akan segera melihat William memiliki istri dan itu bukan dirinya. Tiap ia melihat William hanya pernikahannya dengan Luna Devani saja yang terbayang. Sementara kalau ia melihat Sebastian hanya ketakutan akan terbongkarnya peristiwa semalam yang muncul.

Rapat pun dimulai, dan suasana kembali normal. Namun, selama presentasi, Sebastian tak bisa memalingkan pandangannya dari Arabela. Ia terus terus tersenyum simpul menatapnya menggoda. Hal itu disadari oleh Arabella dan membuat Arabella semakin gugup.

Tapi tiba-tiba ponsel Arabella bergetar. pesan chat dari William masuk.

My W

[Kenapa kamu main mata dengan Sebastian? Apa kamu lupa Aku ada di sini?]

Mata Arabella mendelik, hampir saja ya spontan melirik kepada William. Untung ia bisa menguasai dengan baik.

Arabella

[Siapa yang main mata dengan Sebastian? Jangan asal menuduh.]

My W

[Aku lihat dia tidak berkedip dari tadi memperhatikan kamu. Jangan ditanggapi! dia itu Playboy keras kakap.]

Arabella

[Meski dia Playboy kelas kakap, tapi dia tidak akan menikah dengan Luna Defani kan?]

Ejekan Arabella berakibat fatal. Wiliam menggeram marah. Emosinya menjadi meledak-ledak. Bunyi telepon dibanting mengagetkan sekian pasang mata. Seluruh peserta rapat jadi terkejut. Celine sampai menghentikan persentasinya dan Sebastian menoleh heran pada William.

Jantung arabella kembali dipompa lebih keras hari ini. Entah sudah berapa kali ia dibuat berdebar oleh kedua pria ini. Rasanya mungkin setelah ini ia akan memeriksakan kondisi jantungnya ke dokter spesialis jantung. Jaga-jaga kalau terjadi masalah karena ulah dua pria di depannya ini.

"Maaf, ada masalah pribadi. Saya permisi keluar sebentar." William berjalan keluar dengan emosi yang tertahan. Sadar telah menjadi pusat perhatian ia mohon maaf atas perilakunya yang tiba-tiba tadi.

Sekali lagi Arabella berusaha tidak memperhatikan William. Ia kembali memandang ke layar ponsel dan pura-pura mengetik sesuatu. Hal ini ia lakukan agar tidak terlihat bersamaan dengan William saat berhenti memegang ponsel dan menimbulkan kecurigaan.

"Silahkan dilanjutkan bu Celine." Ucap Arabella mengatasi suasana canggung setelah kekasihnya itu keluar.

"Oh ya! sebelum kita lanjut, boleh saya minta nomor telepon anda Nona Arabella?" Sebastian membuat semua mata menatap Arabella.

Untung William sudah meninggalkan ruangan. Arabella bingung. Sebenarnya meminta nomor telepon Wajar saja bagi orang-orang yang hendak berbisnis. Tapi ini adalah orang yang sama dengan yang meminta nomor teleponnya pagi tadi.

"Eh, untuk apa? Tuan bisa menghubungi saya lewat telepon kantor. Rara, Tolong berikan nomor telepon kantor pa--."

"Tidak mau! Saya mau telepon anda pribadi. Banyak hal dalam kerjasama ini yang harus kita bahas. Bukankah William sudah mengatakan bahwa ibu Arabella yang akan mengurusi proyek kami? potong Sebastian menolak diberikan telepon kantor.

"Nomor Anda Ibu Arabella." wajah Sebastian sangat serius. Seisi ruangan menanti jawaban dari sang wanita. Arabella merasa mati kutu. Jika tidak memberikan nomor telepon kepada Sebastian, itu akan terlihat janggal. Akhirnya ia menyerahkan dan menyuruh Rara memberikan nomor ponselnya pada Sebastian.

Senyuman puas tergambar pada wajah orang nomor satu di kalangan pengusaha itu. Kemudian mengedipkan sebelah mata pada Arabella sebelum kemudian memasukkan nomor telepon ke dalam ponselnya.

Melihat kedipan genit itu, membuat Arabella sesak nafas. Apa-apaan ini? batinnya mengutuk Sebastian karena menyamakan diri dengan wanita lain yang bisa digoda dengan kedipan mata.

Notifikasi pesan masuk beberapa kali membuat ponsel Arabella kembali bergetar. Dilihatnya layar terang itu, ada pesan masuk dari Wiliam dan nomor baru. Ia lebih tertarik membuka pesan dari nomor yang tidak dikenal itu.

08134xxxxxxx

[Kamu terlihat lebih cantik Saat bangun tidur dengan segala make up luntur dan wajah Hangover-mu.]

Pada akhir chat disertai emoticon wajah tertawa dengan dua mata bergambar hati.

Ya ampun! Ini nomor Sebastian, batin arabella menjerit. Segera ia simpan nomor itu dengan sebuah nama konyol.

Sebadut

[Makan siang denganku?]

Kembali Arabella mendelik. Baru saja ia memberikan nomor teleponnya. Lelaki itu langsung mengajaknya makan siang.

Arabella

[Maaf aku sedang sibuk. Lain waktu, ya?]

Sebadut

[Klub Collusion. Tidak ada penolakan. Atau soal tadi malam aku akan umumkan disini, gimana?]

Arabela

[Kau GILA!. Demi apa kita sedang rapat, kenapa malah bahas klub sih! Nanti aku diomeli bos ku. Lihatlah sekretaris mu di depan sedang persentasi. Dasar bos tidak berperasaan!].

Sebastian terkekeh tanpa suara membaca chat balasan dari Arabella. Ia kembali melirik ke arah seberang meja dimana seorang wanita sedang melotot ke arahnya. Bukannya marah, pemandangan itu malah membuat Sebastian gemas.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status