Share

Aku akan Menikah

"Luna Devani ? Bukankan dia model cantik yang terkenal itu ? kamu mengenalnya Honey ? Lalu acara apa yang akan kalian rayakan ?." Tanya Arabella merasa ada yang aneh dengan apa yang disampaikan sekretaris kekasih sekaligus bos nya tadi.

"Not special, hanya acara keluarga.

Jangan dengarkan Rara, dia selalu saja mengacaukan pesan dari ibuku." Kilah William bersungut-sungut.

"Apa itu artinya Luna Devani, artis itu adalah keluargamu?." tanya Arabella bersemangat.

"Orang tua kami bersahabat sejak dulu, aku sekolah sejak SD sampai SMA bersama dia." Ucap William.

"Oh ya, Woww."

Arabella semakin senang gadis desa yang polos itulah dia setiap melihat artis kota besar serasa melihat dewa-dewi penuh dengan glamor dan ketenaran

Berbeda dengan William yang sejak kecil sudah bergelimang kemewahan bukan lagi dia mengejar artis tetapi justru para artis yang mengejar William hanya saja Arabella tidak pernah tahu kehidupan William selain apa yang ia temui di kantor dan ketika mereka berduaan di apartemen mewah yang William beli khusus untuk kekasihnya tinggal.

"Jangan bicara soal Luna lagi, honey, aku malas mendengarnya ." Ketus William.

"Honey, aku kembali ke ruanganku dulu ya, jika terlalu lama nanti anak-anak akan curiga." lanjutnya berdiri. William ikut berdiri dan menarik tangan Arabella hingga wanita itu masuk dalam pelukannya.

"Ingat Janjimu barusan, Oke! Ucap William memeluk erat seraya mendaratkan bibirnya di puncak kepala kekasihnya.

Arabella kembali terhenyak, Ada apa dengan William? Kenapa dari tadi wajahnya seperti itu? wajah yang hanya ia temui ketika sedang rapat dan ada masalah serius pada perusahaan.

Ia ingin bertanya tetapi sepertinya William enggan untuk membahas. Arabella hanya menghela nafas resah.

"Jadi apakah besok kamu akan pulang ke Mension mu ?" Tanya Arabella mengusap pipi Wiliam lembut.

"Nanti akan kita bahas lagi,, ok ." Sahut William melepaskan pelukannya, terasa sekali saat itu sebuah keengganan dari William untuk melepaskan Arabella, tetapi ia harus melakukannya siapapun tidak boleh curiga kalau mereka ada hubungan sudah waktunya untuk sang kekasih keluar dari ruangan.

Saat jam kerja berakhir, William dan Arabella secara bergantian meninggalkan kantor untuk menghindari kecurigaan. William adalah yang pertama keluar hari ini, berjalan cepat ke parkiran. Tak lama kemudian, Arabella mengikutinya. Mereka bertemu di mobil William dengan senyuman lega.

"Akhirnya hari yang panjang ini selesai juga," kata William sambil menghidupkan mesin mobil.

"Melelahkan, tapi aku senang kita bisa pulang bersama. Sudah lama rasanya kita tidak memasak bersama." Arabella menghela napas dan tersenyum lelah.

William mengangguk setuju. "Bagaimana kalau kita buat pasta dengan saus buatan sendiri? Aku juga bisa buat garlic bread."

Arabella menyeringai. "Itu ide bagus. Aku akan siapkan saladnya."

Mereka menghabiskan perjalanan pulang dengan berbincang ringan, menikmati momen-momen kecil kebersamaan yang mereka dapatkan. Sesampainya di apartemen, mereka segera bersiap untuk memasak.

****

#pasific Place Residence#

Di dapur, mereka berdua mulai mempersiapkan bahan-bahan. William mengambil tomat dan bawang putih dari lemari es, sementara Arabella menyiapkan sayuran untuk salad.

"Jangan lupa cuci tomatnya dulu, ya," kata Arabella sambil tersenyum.

William mencuci tomat sambil tertawa. "Tentu, koki. Aku belajar banyak darimu, honey."

Mereka bekerja berdampingan dengan harmonis, saling bertukar canda dan tawa. Ada keakraban yang terasa dalam setiap gerakan mereka. William mulai memasak saus tomat, sementara Arabella dengan cekatan memotong sayuran dan menyiapkan salad.

Usai makan dan membersihkan diri keduanya berjalan menuju kamar tidur, suasana tenang dan penuh kedamaian. Lampu di kamar sudah dinyalakan dengan redup, menciptakan suasana yang hangat dan mengundang untuk tidur. Arabella merapikan tempat tidur, memastikan semua nyaman untuk malam itu.

Arabella naik ke tempat tidur terlebih dahulu, merentangkan tangannya untuk menyambut William. la perlahan mendekat setiap gerakannya mencerminkan Kerinduan dan rasa cinta yang begitu besar ia tergila-gila pada arabella tanpa bisa dikekang lagi.

"Kamu terlihat cantik dengan gaun itu", tapi lebih cantik lagi kalau tidak memakainya." Goda Wiliam.

"ingin melakukan sesuatu atas nama cinta seperti tadi pagi? seru arabella tertawa ketika kekasihnya tiba-tiba menindihnya." Tambah Wiliam.

"Aku Milikmu,honey.., lakukan sesukamu kepada diriku." desah Arabella menggigit Bibir bawahnya untuk kedua kalinya dalam hari ini mereka melakukannya lagi dalam rebah sinar kemarang yang menyatu dengan rindu.

Apa yang lebih manis daripada madu di bibir masing-masing ketika mengucapkan buih asa Dari lubuk hati yang terdalam bergelayut manja di lingkaran gairah Tanpa Batas menelusuri titik demi titik pada daerah nyeri sempurna tanpa celah tiap sentuhan menghadirkan Gelora dan napas yang memburu.

Kini mereka terbaring lemas dengan nafas terengah-engah senyuman menghias wajah Elok dan rupawan. Peluh menetes seperti derasnya hujan 2 netra saling tatap rasa sayang terpancar pada kedua manik mata mereka.

"kamu tahu? setiap tulang dalam tubuhku selalu menjerit memanggil namamu tiap saat kamu tidak ada di sisiku." di tatapnya Arabella dengan lekat.

"Aku merasa aku diciptakan untuk mencintaimu, Salahkah kalau aku begitu tergila-gila padamu." sambut Arabella mencium kembali dengan penuh kasih suaranya lelah tetapi bahagia.

"kamu cantik sekali saat ada di puncak, baby." rayu William menggelap penuh di wajah Arabella gombal senyum tawa dan tersipu menjadi satu.

Arabella hanya bisa terkekeh ringan menerima pujian-pujian dan kemesraan dari CEO nya itu. William melingkarkan tangan di leher kekasihnya kedua siku berada di sebelah pundak arabella wajahnya kini berada di atas wajah Jelita tersebut.

"Arabella, honey.. ada yang mau aku bicarakan denganmu." ucap William suaranya tergetar dengan ekspresi yang berubah tegang seperti di kantor.

"Ada apa baby ?" ketegangan ikut menular di wajah Arabella Apakah yang ia takutkan selama ini terjadi?William akan meninggalkannya? tidak!! Tolong jangan! jerit Arabella dalam hati.

"Akku... Aku minta maaf. Aku mohon Maafkan aku ucap Wiliam terbata-bata.

Arabella mendorong kekasihnya Iya menarik selimut untuk menutupi tubuh sampai ke bagian dada kemudian duduk bersila di atas kasur king size itu.

William tak mampu meneruskan kalimatnya.

"kamu akan meninggalkan aku William ?" Tuduh Arabella, wajahnya memucat dan matanya berkabut.

"Tidak! aku bisa mati tanpa kamu, Honey!

"Lalu ada apa ? Jangan menyiksaku begini."

William menatap ke arah lain sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Aku... aku akan menikah."

Wajah Arabella berubah seketika. "Apa maksudmu? Menikah? Dengan siapa?"

Arabella terpaku, merasakan dunia di sekitarnya runtuh. "Kamu serius? Bagaimana bisa kamu melakukan ini padaku?"

"Aku tidak ingin menyakitimu, tapi ini sesuatu yang harus kulakukan." Ucap Wiliam menghela napas.

Wiliam menangkup wajah beku di hadapannya berusaha menenangkan.

"jangan sentuh aku!" hardik Arabella. Tangan William di tepis dari wajahnya Hanya itu yang bisa ia ucap dan lakukan. Entah mengapa Hanya itu yang bisa saya pikirkan.

"Arabella, Honey, maafkanlah aku..aku tidak bisa menolak aku harus menikah." jelas William penuh rasa bersalah begitu terlihat di seluruh tubuhnya mulai dari wajah sampai setiap gerak-gerik mencerminkan rasa penyesalan.

"Dengan siapa? Sahut Arabella masih bersuara datar dan tanpa Mau memandang. begitulah kondisi Arabella saat ini.

"Luna Devani." Akunya menundukkan kepala.

Mendengar nama model favoritnya tersebut Arabella ingin mengubur dirinya dalam-dalam saja, tiada guna jika harus beesaing dengan seseorang yang begitu sempurna. Jadi itu alasan Rara mengurus kepulangan William besok. Perih dalam dada tidak bisa dirangkai dengan kata-kata.

"Aku tidak mengerti.." gumamnya kembali masih benar-benar seperti orang lingung.

"Ibuku dan ibu Luna, mereka yang merencanakan ini, aku tidak punya pilihan lain." jawab William terengah-engah menahan rasa kehancuran yang juga Sama ia rasakan seperti Arabella.

"Aku mau pergi." kedua tangan Arabella menarik selimut untuk menutupi tubuh lalu menuruni kasur ia membalut tubuh polosnya dengan selimu. Arabella tertatih berjalan mengambil pakaian di atas lantai.

"Arabella jangan tinggalkan aku!." cegah William yang kembali menarik lengan Arabella.

"Jangan sentuh aku." Hardik Arabella. "kamu mau mengajak aku ke sini cuma untuk mengabari bahwa kamu akan menikahi wanita lain?! Oh sungguh bahagianya. Amuk arabella semakin menjadi.

"Bukan begitu, hon. Aku tetap bersama kamu tidak akan ada yang berubah dengan perasaanku." tangkas William terus sambil menenangkan hati kekasihnya.

"Lepaskan aku William! Aku benci kamu! lepaskan."

Wiliam menarik tangannya karena melihat kekasihnya itu semakin serius dan dalam jeritan Arabella bahkan mulai menendang betisnya supaya dibiarkan pergi .

Arabella mengambil baju dalam dan pakaianya segera dibawa ke kamar mandi, begitu William melepaskan tangannya ia masuk kemudian Mengunci pintu pikiran hanya fokus pada segera mungkin pergi dari situ Iya tidak ingin melihat William yang akan segera menjadi milik wanita lain. Hatinya hancur dan marah, air mata pun sulit keluar perasaan cinta meledak pecah lalu berserakan dihembus kebencian pada nasib hubungan mereka yang selalu diingkari William pada dunia. Memang tidak pernah ada jaminan akan selamanya namun Apakah ia tidak Berhak Bahagia?

Tembok strata sosial sejak awal telah menjadi penghalang betapa keluarga Mahardika merupakan keluarga bangsawan kaya raya turun temurun sejak zaman perbudakan sampai kini era digital seolah ada peraturan tidak tertulis disana. Siapa saja wanita yang berhasil menyandang nama belakang Mahardika sudah lebih dulu menyandang nama belakang keluarga sendiri sebelumnya.

Sementara Arabella Horison siapa dia? hanya seorang gadis desa dengan mimpi besar atau bahkan terlalu besar sehingga tak akan mungkin digapai, ia bahkan tidak mengetahui siapa nama ayahnya ia menjadi nyonya yang memimpin adalah mimpi yang terlalu tinggi bagi seorang gadis tanpa nama belakang bangsawan.

Sepertinya kamu bodoh sekali Arabella. Ia mengutuk diri sendiri.

"Honey.. buka pintunya." Sahut William menggedor dari luar

Arabella tidak peduli, ia tetap saja Mengunci pintu dan kembali memakai pakaian dengan secepat mungkin ketika semua sudah kembali melekat pada tubuh ia membasuh air ke wajahnya berharap ini hanya mimpi buruk dan saat bangunan nanti entah bagaimana ia tetap menjadi Cinderella dalam dunia dongeng.

Ah...mimpi hanyalah mimpi belaka, tidak ada yang berubah. Ia menatap pantulan diri sendiri di cermin wajahnya cantik namun tidak berharga Ratusan Juta, tidak seperti wajah seorang model Luna Devani yang konon menghabiskan lebih dari ratusan juta hanya untuk perawatan wajahnya.

"Arabella buka! kalau tidak kamu buka, aku akan dobrak pintunya." teriak William

CKLEK.

Pintu kamar mandi terbuka dengan keras. Arabella keluar dengan wajah merah karena menangis, matanya penuh kemarahan. Dia membanting pintu kamar mandi dengan kasar, membuat suara yang menggema di apartemen.

"Kamu ingin aku mengerti? Mengerti bahwa kamu akan menikahi wanita lain? Kamu pikir aku bisa menerima itu?" Tegas Arabella marah.

"Arabella, tolong. Aku tetap ingin bersama kamu. Aku harus menikah, tapi itu tidak berarti aku meninggalkanmu. Aku akan tetap di sini untukmu."

Arabela tertawa sinis "Kamu gila, William. Kamu pikir aku akan mau berbagi? Kamu menghancurkan semuanya dan berharap aku menerima begitu saja?"

"Aku tidak punya pilihan lain. Situasinya rumit dan ini satu-satunya cara." Mohon Wiliam dengan wajah frustasi.

William mencoba meraih tangan Arabella, tetapi dia menepisnya dengan kasar. "Jangan sentuh aku, William. Aku tidak mau mendengar apapun lagi."

"Arabella, aku mencintaimu. Hanya kamu! Aku tidak ingin kehilanganmu."

Dengan air mata yang masih mengalir di pipinya, Arabella mengambil tasnya Brandednya dan berjalan menuju pintu apartemen. William mengikutinya, mencoba menghentikannya.

"Arabella, tolong jangan pergi. Kita bisa bicara tentang ini." Teriak Wiliam dengan mata yang sudah mengalir di pipinya.

Arabella membuka pintu apartemen dan melangkah keluar, meninggalkan William yang berdiri di ambang pintu dengan perasaan hancur.

Wiliam tidak bisa berkata-kata apa-apa ketika tubuh arabella kemudian hilang di balik pintu ia sudah hafal kebiasaan wanita itu jika sedang marah besar paling baik memang biarkan dulu sampai emosinya rendah. Selain itu ia telah memiliki janji temu dengan orang yang berkuasa dalam hidupnya yaitu Ayahnya.

Di luar apartemen, Arabella berjalan dengan langkah cepat, air matanya terus mengalir. Hatinya dipenuhi dengan kemarahan dan rasa sakit yang mendalam. Dia tidak tahu ke mana harus pergi, tapi yang dia tahu adalah dia tidak bisa kembali ke tempat yang penuh dengan pengkhianatan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status