“Aku ingin kalian segera memiliki anak,” ujar Rachel dengan senyum penuh arti. Dia tahu, cicit akan meyakinkan mertuanya untuk menyerahkan perusahaan kepada Nicholas secepat mungkin.
Mendengar jawaban Rachel, Ariana menelan ludah. Nicholas tidak menginginkan anak darinya. Bagaimana membuat Nicholas meminum teh herbal pemberian ibu mertua? “Lebih baik kau kembali, dan jangan pernah berpikir untuk menggugat cerai putraku," tegas Rachel membuyarkan lamunan Ariana. Ariana mengangguk pelan sembari menyalami tangan Rachel. “Baik Bu,” ucapnya. Setelah mendapat tamparan dan ancaman dari ibu mertuanya, Ariana merasa hancur dan tak berdaya. Suaminya tidak pernah mencintainya; sampai dunia berakhir, dia tahu tidak akan pernah bisa melahirkan anak yang tidak diinginkan oleh Nicholas. ** Malam itu, di tengah kegelapan, Ariana duduk termenung di kursi meja makan sambil mengamati teh herbal yang diberikan oleh Rachel. Sejak dia melihat suaminya tertawa bahagia bersama Katrina di rumah sakit, Ariana berhenti menyiapkan makan malam untuk Nicholas. Dia menyadari bahwa alasan suaminya tidak pernah menyentuh masakannya selama ini adalah karena ada wanita lain yang mendominasi hati dan pikirannya. Cklak!! Tiba-tiba lampu dapur menyala terang, mengejutkan Ariana. Segera dia menoleh ke arah saklar lampu. Nicholas telah berdiri di sana. “Apa yang kau lakukan?” Nicholas menatap Ariana heran. Apa yang dilakukannya dalam kegelapan? Mendengar Nicholas yang terlebih dahulu berbicara dengannya, Ariana membeku. Jarang-jarang suami dinginnya itu menyapanya terlebih dulu. Nicholas mengernyitkan dahi melihat ekspresi bengong Ariana. Setiap kali pulang dari menemui ibunya, istrinya itu selalu melakukan hal aneh. Terakhir kali istrinya itu mengenakan lingerie yang tidak pantas dan berdiri di kamarnya. “Sudahlah, lanjutkan apa yang tadi kau lakukan,” ucap Nicholas, dan kembali mematikan lampu dapur. "Tunggu!," Ariana mengejar Nicholas yang hendak naik ke atas tangga. “Aku ingin kau yang mengajukan gugatan cerai ke pengadilan!” tegasnya kemudian. Setelah tadi berpikir cukup lama, akhirnya dia menemukan jalan keluar agar dirinya terbebas dari kontrak yang dibuatnya dengan Rachel. Dia tidak bisa menggugat cerai Nicholas, tetapi Nicholas bisa menceraikannya. Nicholas menatapnya dengan tatapan dingin, kembali seperti biasa. "Berapa banyak uang yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada sinis. Mendengar permintaan Ariana, Nicholas mengira istrinya itu menginginkan sejumlah besar uang sehingga merencanakan kompensasi perceraian. Ariana menggeleng, air mata mulai mengalir di pipinya. Lagi-lagi suaminya itu akan berakhir menyindirnya wanita yang gila uang. "Aku tidak menginginkan uang, Nick. Aku hanya ingin bercerai darimu." Nicholas mendengus, menatap Ariana dengan mata menyipit. "Kau pikir aku percaya? Apakah ini trik terakhirmu untuk mendapatkan uang lebih banyak dariku?" tanyanya, dan tertawa mencemooh. "Itu benar, kau tidak akan mendapatkan satu sen pun jika kau yang menggugatku." Ariana menggigit bibirnya, berusaha menghentikan tangisnya. "Aku tidak akan meminta apapun selain bercerai! Jangan mempersulitku, Nick. Bukankah kau juga menginginkannya agar bisa kembali bersama Katrina?" Nicholas merasa kesal ketika Ariana membawa-bawa nama Katrina untuk keinginan pribadinya. "Jangan pernah sebut nama itu lagi!" Nicholas menyela dengan nada tajam, tatapannya menusuk tajam ke arah Ariana. Ariana terdiam, menyadari bahwa dia telah menyentuh urat saraf yang sensitif pada Nicholas. Namun, saat Nicholas memperhatikan ujung bibir Ariana yang sedikit memerah, matanya menangkap sesuatu yang mengganggu. Dengan mata menyala oleh kemarahan, Nicholas membayangkan Ariana, wanita yang selama ini berpura-pura polos di hadapannya, bermain dengan pria lain. Tanpa ragu, dia menyeret Ariana dengan kasar menuju kamarnya. "Wanita murahan sepertimu, ternyata memiliki nyali besar, huh?" Nicholas memaki dengan suara gemuruh, mengabaikan jeritan kesakitan Ariana. Ariana terjatuh ke lantai kamar mandi di kamarnya Nicholas, merasakan rasa sakit akibat lututnya membentur lantai. Dia terkejut oleh sisi gelap suaminya yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Mengapa Nicholas begitu murka karena dirinya menyebut Katrina sebagai alasan dirinya meminta cerai? Ariana semakin merasa bersalah kepada Nicholas dan Katrina. Agaknya dia masih saja bersikap egois dan tidak tahu diri di mata Nicholas. "Maafkan aku..." bisik Ariana dengan suara gemetar, namun terpotong oleh cengkraman Nicholas yang semakin kuat. "Tutup mulut kotormu itu!" Nicholas berteriak, wajahnya dipenuhi oleh ekspresi marah dan kebencian. Dengan kasar dia menggunakan sikat gigi untuk membersihkan gigi Ariana. Dengan sekuat tenaga Ariana mencoba melepaskan dirinya dari Nicholas. “Hentikan!” Plak!! Sebuah tamparan mendarat di pipi Nicholas. Entah keberanian apa yang merasuki Ariana. Dia terkejut, begitu juga dengan Suaminya. Nicholas langsung melepaskan cengkraman tangannya di dagu Ariana. “Jika kau begitu mencintai wanita itu, seharusnya kau tidak menikahiku. Aku sudah muak selama ini dijadikan pelampiasan kau yang tidak bisa menolak permintaan ibumu,” ucap Ariana dengan nada gemetar. Sebelum Nicholas membalasnya, Ariana segera berlari meninggalkan kamar suaminya itu.`Sejak malam Nicholas melakukan kekarasan kepadanya, Ariana memutuskan untuk pergi pagi-pagi buta agar tidak bertemu dengan suaminya itu. Dia bangun lebih awal dan sudah mengurung diri di kamar sebelum Nicholas pulang, berharap bisa menghindari berpapasan dengan suaminya. Sudah tiga hari Ariana tidak bertemu dengan Nicholas. Namun, bayangan kejadian malam itu terus menghantuinya hingga membuat penyakit asam lambungnya kambuh. Ariana memutuskan untuk pergi menemui dokter di rumah sakit. Setelah menemui dokternya, Ariana berjalan menuju loket farmasi untuk mengambil obatnya di lantai satu. Rasa cemas yang semakin membebani pikirannya, membuatnya penasaran apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai atau belum. Di tengah perjalanan, dia menghubungi Agus, pengacara Nicholas untuk menemukan jawabanya. "Pak Agus, ini Ariana. Apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai?" tanya Ariana dengan hati-hati setelah Agus menjawab panggilan teleponnya Di ujung saluran telepon, Agus menjawab d
Ariana terbaring di sebuah kamar rawat rumah sakit. Tadinya dia hanya mengeluhkan asam lambungnya. Tidak menyangka dirinya justru berakhir menjadi pasien rawat inap di rumah sakit tersebut. Sebenarnya dia bisa langsung pulang setelah mendapat perawatan dokter, tetapi dengan keadaannya yang sulit berjalan, Ariana tidak ingin pulang. Dia meminta untuk dirawat di rumah sakit. Meskipun mengalami luka ringan, kakinya terkilir cukup parah akibat insiden tabrakan itu. Seeorang perawat yang membawa Ariana dari ruang IGD memastikan pergelangan kaki Ariana yang terbalut perban baik-baik saja, sebelum dia pergi. Ariana merasakan rasa nyeri di kakinya yang membengkak, tetapi lebih dari itu, dia merasa syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Pikirannya melayang ke insiden itu, bagaimana mobil itu tiba-tiba menyerangnya. Sambil mencoba menenangkan diri, Ariana melihat keluar jendela rumah sakit yang menghadap ke sebuah gedung tinggi. Dia melihat pantulan awan yang bergerak perlahan-lahan
Ariana duduk di sebuah kafe yang cozy, di tengah-tengah perbincangan serius dengan dua temannya sesama dosen. Tanpa sepengetahuan Nicholas, Ariana sudah hampir dua tahun bekerja sebagai dosen di salah satu universitas swasta. Di depan mereka, masing-masing membuka laptop yang menampilkan dokumen proposal pengabdian yang sedang mereka rencanakan. Namun, pikiran Ariana melayang jauh dari topik yang sedang dibahas. Sudah sebulan sejak kecelakaan itu, kakinya telah sembuh, tetapi sakit hatinya karena perselingkuhan suaminya belum juga pulih. "Aku pikir kita bisa memfokuskan pengabdian ini pada pemberdayaan ekonomi perempuan di desa terpencil," kata Diana, salah seorang teman Ariana yang merupakan dosen di program studi ekonomi. Ariana hanya mengangguk setuju, padahal pikirannya melayang. Perasaan kecewa dan pengkhianatan yang mendalam masih menyelimuti hatinya. Dia mencoba untuk mengikuti diskusi, tetapi suara Diana terdengar jauh dan teredam. Tiba-tiba, Sarah, seorang dosen hukum di u
Dengan napas yang berat, Nicholas mencoba menenangkan diri. Dia berdiri dan membuka jendela ruang kerjanya lebar-lebar. Angin malam sejuk yang masuk, mengurangi rasa panas yang membara dalam tubuhnya. Setelah beberapa menit menikmati angin malam, Nicholas ke minibar ruang kerjanya. Dia mengambil botol air dan meminumnya dengan tegukan besar, berharap cairan dingin bisa menenangkan gejolak dalam dirinya. Karena rasa resah belum juga hilang sepenuhnya, Nicholas menjatuhkan diri ke lantai dan mulai melakukan push-up. Satu, dua, tiga... hingga dua puluh kali, dia terus mendorong tubuhnya. Setelah selesai, dia berguling ke samping dan melakukan sit-up, merasakan otot perutnya tegang. Aktivitas yang menguras energi itu sedikit membantu menenangkan tubuhnya. Merasa lelah berolah raga, Nicholas berusaha untuk menyanyikan lagu kebangsaan untuk mengalihkan pikiran kotornya. Setelah beberapa waktu, efek obat mulai mereda. Nicholas merasa lebih tenang dan bisa mengendalikan dirinya. Dia tersen
Dulu, Ariana begitu merindukan sentuhan Nicholas dengan penuh keinginan. Namun, setelah apa yang baru saja dia alami, perasaan itu berubah menjadi kebencian yang mendalam. Seakan-akan cinta yang dulu memenuhi hatinya telah berganti dengan amarah dan kekecewaan.Ariana, yang sebelumnya tidak pernah melakukan hubungan intim, tidak yakin apakah rasa sakit yang dirasakannya adalah normal dalam hubungan suami istri atau karena Nicholas yang telah terlalu kasar. Dia menangis dalam kebingungan, bertanya-tanya apakah ini yang seharusnya dia rasakan.Dia meringkuk di tempat tidur Nicholas, tubuhnya gemetar. Air mata mengalir tanpa suara di pipinya. Setiap tarikan napasnya terasa menyakitkan, seolah oksigen yang dihirupnya menusuk dadanya. Rasa nyeri yang tak terlukiskan menjalar dari seluruh tubuhnya, membuatnya merasa rapuh seperti kaca yang retak.Air matanya yang mengalir tanpa henti sudah membasahi bantal yang dia peluk erat. Pikirannya berkabut, bercampur antara ketidakpercayaan dan keng
Sembari menunggu bibi Helen menyiapkan sarapan, Ariana yang masih berselonjor di tempat tidur meraih laptopnya dari meja kecil di samping tempat tidur. Jari-jarinya yang ramping dengan cekatan mengetik kata kunci 'firma hukum perceraian' di mesin pencari. Dia harus segera mengakhiri pernikahannya dengan Nicholas. Setelah ketahuan selingkuh, suami dinginnya itu sekarang sering melakukan kekerasan kepadanya. Ariana tidak bisa lagi mentolerir kekerasan yang dialaminya. Layar laptop menampilkan berbagai pilihan firma hukum. Dia mengklik satu per satu, membaca ulasan, dan melihat profil pengacara. Ariana tidak bisa menggugat cerai dan meninggalkan rumah Nicholas tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Dia tidak ingin ada pertikaian dengan Ibu mertua yang tetap mempertahankannya sebagai menantu sesuai dengan perjanjian mereka. Sebuah firma hukum dengan ulasan positif menarik perhatiannya. Dia mengklik laman kontak dan mulai mengetik pesan singkat untuk meminta konsultasi. Saat dia akan men
Jauh dari keramaian, Ariana duduk di salah satu bangku taman kampus yang teduh, setelah selesai memberi kuliah. Suara riuh mahasiswa yang bercengkrama dan berjalan tergesa-gesa menuju kelas terdengar samar di kejauhan. Bangunan-bangunan bergaya arsitektur modern berdiri kokoh di sekeliling Ariana. Ariana serius menatap layar ponselnya, mata cokelatnya yang tajam fokus pada angka di laman MBanking-nya. Nominal saldo yang tertera masih utuh, sama seperti sebelumnya. Keningnya berkerut, bibirnya terkatup rapat. Dia menimbang-nimbang untuk memindahkan uang pemberian Nicholas selama pernikahan mereka ke rekening pribadinya atau membiarkannya tetap di sana.Jika dia memindahkan uang itu, Nicholas mungkin akan semakin mencemoohnya. Tapi, apa dia benar-benar akan pergi begitu saja dengan tangan kosong? Setelah dua tahun menikah? Hati Ariana berdesir, mengenang masa-masa pahit yang telah ia lalui. Setiap cemoohan, setiap kata kasar yang terlontar dari mulut Nicholas terbayang kembali. Perasaa
Kepala Ariana semakin berdenyut. Bertambah hal yang tidak bisa diterimanya. Suaminya memiliki wanita lain. Keluarganya yang menemui Nicholas tanpa sepengetahuannya kini menuntut penjelasan kepadanya.Meminta maaf untuk apa? Meminta maaf karena selama ini mereka telah memanfaatkan keluarga kaya itu?Dengan tatapan kosong, Ariana bangkit dari duduknya. “Farrel, cobalah cari pekerjaan lain. Mungkin jadi tukang ojek dulu, sampai bisa dapat yang pasti,” katanya kepada adik lelakinya yang berselisih 4 tahun darinya. Lalu Ariana menoleh ke arah Eric. “Paman bisa menyewa gedung lain. Bukankah usaha paman berjalan dengan lancar?” “Kami memanggilmu, bukan untuk mendengar ceramahmu. Pergilah bujuk dan rayu suamimu! Jangan keras kepala, dan sok idealis!” ketus Eric dengan tajam.“Paman…?”“Ana…,” Ratih mencoba menjadi penengah dengan ragu. “Pamanmu benar, pergilah untuk berbicara baik-baik dengan nak Nicholas. Farrel sebentar lagi akan menikah dengan pacarnya. Mencari pekerjaan sekarang ini sul