Setelah menerima informasi dari supir Nicholas yang pergi menjemput suaminya itu di bandara, keesokan malamnya Ariana menunggu kepulangan Nicholas di ruang tamu,. Ada banyak pertanyaan di benaknya yang ingin dia tanyakan kepada Nicholas. Tentang keluarganya, tentang Katrina yang ternyata dalam proses pemulihan. Pintu terbuka, dan Nicholas melangkah masuk, terlihat lelah namun tetap berkarisma. Bibi Helen membawakan koper Nicholas ke kamar, sementara Nicholas hanya melirik Ariana sekilas sebelum melewatinya begitu saja menuju kamarnya. Ariana mengikutinya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Nicholas berhenti di depan pintu kamarnya dan berbalik, menatap Ariana dengan tatapan tajam. "Kau ingin menyiapkan air hangat untukku mandi?" tanyanya dengan nada sinis. Ariana terbengong, tidak mengerti arah pembicaraan Nicholas. "Ya?" jawabnya ragu. "Atau kau menginginkan tubuhku lagi?" lanjut Nicholas, matanya menyipit menatap Ariana. "Apa?!" Ariana merasa terkejut dan tersingg
“Kau akan menangis?” ledek Nicholas, bibirnya melengkung menjadi senyum sinis. “Memohonlah padaku.”Ariana berdiri, perlahan melangkah mendekati Nicholas dengan wajah yang tampak memelas, seakan ingin memenuhi permintaan suaminya untuk memohon. Nicholas yang melihat itu semakin tersenyum angkuh. Ariana dan keluarganya bergantung kepadanya, dan dia menikmati kekuasaannya itu.“Aku akan melakukan apa pun yang kau pinta, bisakah kau meninggalkan Katrina?” tawar Ariana, suaranya penuh harap. Dia pasrah untuk menurunkan egonya, berdamai dengan Nicholas demi keluarganya, dan demi ibu mertuanya.Nicholas mengangkat sebelah alisnya dengan skeptis. “Bagaimana dengan pria simpananmu?”Ariana tertegun, kebingungan terukir di wajahnya. “Pria apa?” tanyanya.“Oh, dia hanya pria satu malammu? Di antara kami, siapa yang lebih jago berciuman?” Nicholas melanjutkan dengan nada mengejek.“Apa maksudmu?! Mana aku tahu. Aku hanya pernah berciuman denganmu!” teriak Ariana emosi mendengar lelucon vulgar y
Nicholas dan Ariana membeku, saling memandang dengan mata membelalak. Kakek Nicholas, Tuan Henry Nathan, telah berdiri di ambang pintu ruang makan dengan tatapan tak kalah kaget dengan mereka. Di sebelahnya berdiri Nenek Nicholas, Nyonya Eleanor Nathan, dengan ekspresi kaget yang hampir membuatnya pingsan. Satpam penjaga rumah, yang biasanya sangat ketat, telah membiarkan Tuan Henry dan Nyonya Eleanor langsung masuk karena mengenal keduanya."Kakek, Nenek!" seru Nicholas, berusaha terdengar normal meskipun dirinya sedang kaget.Sementara Ariana merasakan darahnya berhenti mengalir. Dia tidak pernah menyangka bahwa Kakek dan Nenek Nicholas yang tidak pernah berkunjung malah datang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Apa yang akan terjadi padanya? Dia kepergok telah menodai keturunan Nathan."Apa yang terjadi dengan wajahmu, Nicholas?" tanya Nenek Eleanor dengan nada penuh kekhawatiran. Matanya meneliti wajah Nicholas yang penuh coretan dengan seksama.Ariana yang ketakutan, merap
Wajah Nicholas dan Ariana hampir tidak memiliki jarak. Keduanya terkejut dan ingin segera menjauhkan diri. Tetapi untungnya respon keduanya agak lambat pagi itu, jadilah mereka sadar dengan keberadaan Kakek dan Nenek di sana.Nicholas mengambil inisiatif mencium bibir Ariana. Meski sedikit terkejut, Ariana membalas ciuman Nicholas. ‘Mereka harus berakting secara totalitas’—pikirnya.“Ehem!” deheman Kakek melepaskan ciuman keduanya. “Jadi ini sebabnya kami tidak seharusnya datang di pagi hari,” tawa Kakek Henry.Nicholas dan Ariana saling bertukar pandang dengan sedikit canggung. Nicholas kemudian mengalihkan perhatiannya ke Kakek dan Neneknya. “Benar,” katanya singkat tanpa ekspresi.Kakek Henry segera mengakhiri sarapannya, dan beranjak berdiri. “Ayo Ele, sepertinya kita mengganggu kemesraan cucu kita.”“Baiklah, ayo kita pulang.”Melihat Kakek dan Nenek Nicholas berdiri, Ariana ikut berdiri. “Kakek, Nenek. Nicholas bercanda. Tinggal lah lebih lama,” pinta Ariana.Nenek Eleanor terse
“Jangan tinggalkan aku, Nick …” Jantung Ariana Claire berdegup kencang, rasa sakit menyergap dadanya melihat sumber suara yang terdengar manis manja itu. Di depan matanya, seorang wanita cantik yang tengah duduk di kursi roda memeluk erat suaminya, Nicholas Nathan. Dunia Ariana seakan berhenti. “Aku tidak akan kemana-mana,” sahut pria yang mengenakan kemeja hitam dengan lengan digulung itu. Tangannya dengan telaten mengusap puncak kepala sang wanita. Wanita itu adalah Katrina. Ariana mengenalnya sebagai mantan kekasih Nicholas. Pagi ini, Ariana tengah memeriksakan kondisinya ke dokter, karena sakit maagnya kambuh sudah seminggu. Ketika Ariana berjalan menuju ruang tunggu pengambilan obat, mata Ariana tertuju pada sebuah pemandangan yang menghentikan langkahnya. Di depan salah satu ruang poli rumah sakit, ia melihat Nicholas bersama seorang wanita. Suaminya itu tampak tersenyum bahagia. Senyum yang tak pernah diberikan kepada Ariana sepanjang dua tahun pernikahan mereka. ‘A-a
“Aku ingin kalian segera memiliki anak,” ujar Rachel dengan senyum penuh arti. Dia tahu, cicit akan meyakinkan mertuanya untuk menyerahkan perusahaan kepada Nicholas secepat mungkin. Mendengar jawaban Rachel, Ariana menelan ludah. Nicholas tidak menginginkan anak darinya. Bagaimana membuat Nicholas meminum teh herbal pemberian ibu mertua? “Lebih baik kau kembali, dan jangan pernah berpikir untuk menggugat cerai putraku," tegas Rachel membuyarkan lamunan Ariana. Ariana mengangguk pelan sembari menyalami tangan Rachel. “Baik Bu,” ucapnya. Setelah mendapat tamparan dan ancaman dari ibu mertuanya, Ariana merasa hancur dan tak berdaya. Suaminya tidak pernah mencintainya; sampai dunia berakhir, dia tahu tidak akan pernah bisa melahirkan anak yang tidak diinginkan oleh Nicholas. ** Malam itu, di tengah kegelapan, Ariana duduk termenung di kursi meja makan sambil mengamati teh herbal yang diberikan oleh Rachel. Sejak dia melihat suaminya tertawa bahagia bersama Katrina di rumah sakit, Ar
Sejak malam Nicholas melakukan kekarasan kepadanya, Ariana memutuskan untuk pergi pagi-pagi buta agar tidak bertemu dengan suaminya itu. Dia bangun lebih awal dan sudah mengurung diri di kamar sebelum Nicholas pulang, berharap bisa menghindari berpapasan dengan suaminya. Sudah tiga hari Ariana tidak bertemu dengan Nicholas. Namun, bayangan kejadian malam itu terus menghantuinya hingga membuat penyakit asam lambungnya kambuh. Ariana memutuskan untuk pergi menemui dokter di rumah sakit. Setelah menemui dokternya, Ariana berjalan menuju loket farmasi untuk mengambil obatnya di lantai satu. Rasa cemas yang semakin membebani pikirannya, membuatnya penasaran apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai atau belum. Di tengah perjalanan, dia menghubungi Agus, pengacara Nicholas untuk menemukan jawabanya. "Pak Agus, ini Ariana. Apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai?" tanya Ariana dengan hati-hati setelah Agus menjawab panggilan teleponnya Di ujung saluran telepon, Agus menjawab d
Ariana terbaring di sebuah kamar rawat rumah sakit. Tadinya dia hanya mengeluhkan asam lambungnya. Tidak menyangka dirinya justru berakhir menjadi pasien rawat inap di rumah sakit tersebut. Sebenarnya dia bisa langsung pulang setelah mendapat perawatan dokter, tetapi dengan keadaannya yang sulit berjalan, Ariana tidak ingin pulang. Dia meminta untuk dirawat di rumah sakit. Meskipun mengalami luka ringan, kakinya terkilir cukup parah akibat insiden tabrakan itu. Seeorang perawat yang membawa Ariana dari ruang IGD memastikan pergelangan kaki Ariana yang terbalut perban baik-baik saja, sebelum dia pergi. Ariana merasakan rasa nyeri di kakinya yang membengkak, tetapi lebih dari itu, dia merasa syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Pikirannya melayang ke insiden itu, bagaimana mobil itu tiba-tiba menyerangnya. Sambil mencoba menenangkan diri, Ariana melihat keluar jendela rumah sakit yang menghadap ke sebuah gedung tinggi. Dia melihat pantulan awan yang bergerak perlahan-lahan