Share

6

Sebenarnya, Shelina ingin mengatakan kata-kata manis untuk menghibur suaminya. Ia tahu Yuni sangat berarti bagi Abizhar, dan suaminya pasti merasa kehilangan dengan kepergian Yuni. Terkadang, aku ingin mengorbankan perasaanku, pikir Shelina sambil berjalan ke lobi rumahnya. Aku ingin mengesampingkan egoku dengan memberikan gestur pengertian kepada suamiku. Tapi aku tidak bisa. Hatiku terasa sakit hanya dengan membayangkan Abizhar mencintai wanita lain.

Ketika Shelina melihat mobil sedan milik Abizhar di hadapannya, ia dibayang-bayangi suatu yang mampir ke benaknya. Kepalanya mulai sakit seperti ditusuk-tusuk pisau. Dalam benaknya, ia masuk ke mobil Lexus hitamnya, dan membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi. Jantungnya berdegup kencang seakan-akan ia dikejar seseorang.

Shelina tersadar dari bayangan itu. Bahunya disentuh dari belakang. Ia segera menoleh. 

"Jangan nyetir dulu kalau belum bisa. Biarkan aku yang mengantarkanmu," tawar Abizhar sambil masuk ke dalam mobil.

Ragu-ragu Shelina untuk duduk di samping kemudi. Entah mengapa dia merasa takut untuk duduk di sana. Ia tidak mau menganggap Abizhar sopir, tapi saat ini ia hanya bisa duduk di jok belakang mobil.

Terang saja Abizhar tersinggung, tapi ia mengerti. Kecelakaan itu mestilah menimbulkan rasa takut bagi istrinya. Terlepas salah atau tidaknya, Shelina tetaplah mengalami kecelakaan yang mengerikan itu. 

Abizhar ingat ketika ia mendapat telepon dari rumah sakit. Saat itu ia sedang memimpin rapat, dan dadanya berjengit tatkala diberitahu Shelina tidak sadarkan diri. Dia tidak pernah mengalami panik seumur hidupnya, namun ia bersumpah, ia tak pernah sepanik itu. Ia bergegas meninggalkan ruang rapat, mengebut ke rumah sakit, dan melihat keadaan Shelina yang mengenaskan.

Mata Shelina tertutup rapat. Tubuhnya bersimbah darah. Air mata Abizhar mengalir deras saat dilihatnya kepala Shelina yang memar, bahkan ada lubang di sana. Kata dokter, dia mengalami benturan yang sangat keras. 

Semoga bayiku baik-baik saja, doanya saat itu.

Kesedihan itu semakin menjadi-jadi setelah Abizhar mendengar ada korban lain yang tak lain Yuni. Yuni dalam keadaan kritis saat ia melihat perempuan itu. Di hadapan banyak orang, Abizhar tidak bisa menutupi perasaannya terhadap Yuni. Dia meninggalkan Shelina dan berada di sisi Yuni.

Dia juga memilih untuk bersama Yuni saat dokter memberitahu bayi dalam kandungan Shelina sudah dikeluarkan. Bayi itu tidak selamat, dan harus segera dimandikan kemudian dikebumikan. Selang tak lama dari itu, Yuni juga harus meninggalkannya.

Abizhar tidak bisa mencerna apa yang terjadi. Dia harus kehilangan anak dan wanita yang dikasihinya di hari yang sama. Dia tidak bisa menepati janjinya pada Yuni dengan memberikan sebidang tanah kepada wanita itu. Dia tidak bisa mengabulkan keinginan Yuni untuk meninggalkan Shelina dan kembali ke pelukan Yuni. 

Sebelum menikah, ia menemui Yuni yang patah hati. "Pernikahan ini takkan lama, Sayang," kata Abizhar. "Setelah aku mendapat anak darinya, dia akan memberikan tanah di Kebon Kacang dan setuju untuk diceraikan. Kau mau kan menungguku?"

"Kapan, Abizhar? Siapa yang bisa memastikan kalian bisa langsung punya anak?" dumal Yuni kesal. "Tidak mengertikah kau dengan perasaanku? Kau harus memilih wanita manja yang kaya raya itu, dan aku sengsara membayangkanmu memuaskannya di ranjang."

"Maafkan aku, Sayang. Tunggulah aku." Lalu dikecupnya Yuni dengan hangat.

Maafkan aku, Yuni, gumam Abizhar dengan sesal. Rupanya aku butuh waktu yang lebih lama untuk mewujudkan keinginan kita berdua.

Abizhar melirik sesekali ke belakang, melihat istrinya yang melamun saja. Kalau bukan karena dijodohkan denganmu, hidupku pasti sudah bahagia, pikir Abizhar jengkel. Aku akan hidup dengan Yuni. Kami akan mengurus Panti Asuhan bersama-sama. Dan aku yakin, anakku dengan Yuni tak kalah cakepnya dengan anakmu.

Tentu saja Abizhar hanya mengatakannya dalam hati. Dia lelah untuk memulai perang di antara dirinya dengan istrinya.

Jalanan sangat macet saat itu. Mereka terjebak dalam perjalanan untuk waktu yang lama. Tiba-tiba saja Shelina bertanya di belakang, "Bagaimana... Bagaimana jika anak itu bukan anakmu, Abi?"

"Ngomong apa kau ini," desis Abizhar acuh tak acuh.

"Kau selalu bilang aku tidak suci. Bisa saja kan, bukan hanya kau yang menodai pernikahan ini," kata Shelina tenang. 

"Apakah dengan ini kau mengaku kau telah berselingkuh, Shelin?" tanya Abizhar. Dirasakannya rahangnya mengeras. "Tidak cukupkah kau menghinaku dengan tidak bisa menghargaiku sebagai suami? Perlukah kau lempar aib pada suamimu dengan mengkhianatinya juga?"

"Apa kau cemburu?" Tersenyum Shelina.

"Cemburu? Kau bisa berharap," jawab Abizhar gusar. "Cemburu itu hanya ada jika ada cinta. Aku kan tidak cinta padamu. Bagaimana bisa cemburu? Aku marah semata-mata tidak terima dengan penghinaan yang tak ada hentinya kau berikan padaku."

"Apa kau betul tidak mencintai aku?" tanya Shelina meragukan suaminya. "Apa kau betul tidak punya perasaan apa-apa padaku? Bagaimana pun bukan hanya kau kan yang berkorban untuk berada dalam perkawinan ini."

Abizhar tidak menjawab, hanya dengusannya saja yang terdengar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status