Share

Bayangan Kelabu

Mardian jatuh tersungkur di dekat ranjang mendiang Pak Mantri. “Ayah, kenapa kau meninggalkanku, kenapa Ayah? Kenapa?” Mardian menangis tersedu-sedu. “Kau keparat, Tuhan! Kau mengambil ayahku dan membuatku merana. Kau keparat!” dia berteriak menggila. “Kenapa, Tuhan? Kenapa? Apa salahku pada-Mu sehingga kau begitu kejam menyiksaku? Apa salahku, Bangsat?!”

Teriakan dan tangisan Mardian menggemparkan semua penghuni barak. Pramoedya datang bersama Tan Djiman dan Sersan Andi. “Mardian, tenangkan dirimu, Kawan. Jangan seperti ini. Kau menyakiti dirimu sendiri, kau menyakiti Pak Mantri di atas sana,” bujuk Pramoedya.

“Mardian, ini semua sudah menjadi kehendak Tuhan. Kita tudak berbuat sesuatupun untuk mencegahnya. Nak, tenangkan dirimu. Ikhlaskan kepergian ayahmu. Agar Pak Mantri bisa beristirahat dengan damai di surga,” kata Sersan Andi yang berjongkok di sisi Mardian. “Dengar, Mardian. Hidup tidak serta merta berakhir saat jiwa seseorang meninggalkan raganya. Kehidupan f

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status