Dengan cepat tetua ARS Corp menghampiri putra sulungnya, membalikkan bahu pemuda itu, lalu hendak mendaratkan kepalan tinju yang ingin menghantam wajah Wira. Berdiam diri akan semakin membuatnya naik pitam.
Ketika tangannya siap menyentuh muka Wira, pandangan Wisnu tanpa sengaja tertuju pada gadis pengintip di atas. Mengharuskan perseteruan mereka berakhir.
Berikutnya lirikan tajam Wira menangkap gadis pada ujung tangga, menjadikan Kiran salah tingkah, sebentar lagi ia akan diamuk pria aneh sekaligus payah itu. Karena lancang mengetahui urusan tuan muda dan ayahnya.
Si istri pun nyengir tanpa dosa. Langkah kecilnya perlahan mundur.
“Wira kau seperti monster – mengerikan. Sepertinya aku tidak akan pernah bisa pergi dari rumah ini.” nona muda bergumam mengungkapkan pikirannya. Ia tahu bahkan sangat tahu kalau pria itu tengah mengikutinya, sungguh ia seperti manusia ketakutan, wajah mencekam Wira siap melumpuhkan gadis mungil – seperti dirinya, meskipun
Teman asing Riana hari ini membawa pertanyaan-pertanyaan yang entah itu akan terjawab atau tidak. Kiran mengulik informasi sebanyak mungkin hanya karena keingintahuan dibalik alasan gadis penunggu perpustakaan selalu membahas pernikahan dan ayahnya. “Aku tidak tahu alasanmu sebenarnya, Kiran, yang bahkan aku tidak memahami ucapanmu sedari tadi. Kau dan Arina tidak dekat, bahkan aku masih kurang mengenalimu. Semasa sekolah pun kami tidak mengingatmu.” Tutur Riana. Ia tampak bingung harus dimulai dari mana kisah Arina sebelum kecelakaan. Kiran menunduk lesu, apakah ia menceritakan perjanjian waktu itu sekarang (perjanjian Arina dan Kiran untuk bertukar jiwa)? Namun, bagaimana mungkin Riana percaya. Solusi lainnya tentu diawali perginya Arina di malam sebelum kecelakaan ketika ia bertemu pemuda di sebuah restoran bergengsi. “Ah, baiklah, aku gadis yang pemurah asal kau tahu. Tidak tega melihat wajah cantik itu ditekuk. Silakan tanya apa yang mau kau tanya.” Rian
‘Apa dia pria gila yang terobsesi denganku?’ tuduhan tanpa dasar istri Wira seusai panggilannya dimatikan. Ia bahkan tidak memberitahu apapun tentang Riana – sebatas nama. Rasanya hubungan mereka sedang tidak baik. Di awal pagi suami istri ini tengah bertengkar. Kiran berdiri, melangkah dan mencari manusia tidak tahu diri. Lelaki itu bersembunyi dalam mobil mahalnya, bukan karena ia pengecut – tidak mau menemui Kiran lebih dulu – hanya saja ia tak tahu rumah Riana. Dalam sudut pandang Wira, mencari alamat rumah lebih sulit dari pada perencanaan dan perancangan sebuah mall. Ini sama saja dengan membuang-buang waktu, biarlah urusan seperti itu Aris yang mengurusnya. Dalam satu lirikan saja, Kiran telah menemukan laki-laki penggangu, kendaraannya terlalu mencolok. Para gadis lain akan langsung menggila kala tahu siapa pemiliknya, seakan siluet gagah di sana mengundang untuk dilihat. Kiran masuk mobil dengan cepat. “Wira, apa maumu?” nada bicaranya sudah kesal.
“Tuan?” sang sekretaris berbalik, menegur tuannya yang masih berdiri diam di ambang pintu ruang rapat. Wira tertinggal lima langkah dari Aris. “Anda baik-baik saja?” ia mendapati raut terkejut seorang yang tersadar dari lamunan. “Perlu kita tunda pertemuannya?” “Tidak-tidak. Kita harus melakukannya hari ini.” Tuan muda melangkah melewati sekretaris. Semua anggota rapat segera bangun memberi salam hormat dari posisi masing-masing kepada pemimpin pertemuan ini. Aris yang disebut tangan kanan CEO Ars Corporation berdiri di samping Wira. Ada tiga petinggi sebagai perwakilan Digital Local System (DLS), perusahaan yang diusahakan Wira agar bergabung dengannya. Perusahaan muda yang cukup dikenal kalangan bisnis kecil menengah. Wira memperhatikan satu per satu petinggi perusahaan DLS, mereka terbilang muda. Keputusannya tepat, jiwa muda dalam berbisnis bisa mengantarnya pada puncak keberhasilan. Universitas dan sekolah tinggi negeri ini sangat mampu mencetak
“Aku ikut ayah.” Kiran berucap di luar dugaan. Istri manisnya memilih Lukman secara terang-terangan. Apakah Wira saja yang berpikir jika Kiran tidak akan pergi bersama pria di sana? Pria yang dipanggil ‘ayah’ tetapi dengan sukarela menawarkan sang putri kepada laki-laki sakit seperti dirinya. Kiran juga sudah tahu alasan mereka menikah, adalah Lukman menjadikan gadis itu layaknya pengganti untuk kerugian bisnisnya. Pria tak tahu malu itu pun menggunakan Linda sebagai alasan. Wira begitu gusar, ia bahkan tidak paham perasaan apa ini. Egois? Benarkah apa yang dikatakan papa waktu itu? Lirikan tajam netra cokelat seakan memiliki dorongan – merebut istrinya. Tapi... apakah sikap itu akan disukai Kiran? Wira sangat bimbang. Wisnu sedikit terkejut mendapati putra tertuanya tengah berdiri tak jauh. “Wira, cepat sekali kau pulang? Ada yang ketinggalan? Biasanya kau menyuruh Aris untuk mengambilnya.” Seolah ia benar-benar tidak tahu. Nyatanya, tuan ini waswas melihat
“Ada masalah pada foto itu, sayang?” “Bibi itu…” “Kenapa dengan bibi Sarah? Apa mereka menemuimu tanpa sepengetahuanku, Kiran?” Lukman tahu adiknya – Sarah – tidak menyukai Kiran. 'Benar, mereka masih saudara Kiran'. “Em… Ya! Kami bertemu di minimarket.” “Mereka mengganggumu?” Lukman langsung mengecek bagian tubuh putrinya, khawatir. Kiran menjawab berupa gelengan. “Tidak sampai seperti itu, ayah.” senyum manisnya meneduhkan. ‘Aku baru sadar, selama ini aku belum pernah melihat ibu Kiran. Apa dia perempuan yang cantik?’ Ia ingin menanyakan, namun pertanyaan itu bisa berupa kesalahan fatal, mengakibatkan timbulnya kecurigaan bagi Lukman. “Kiran, ayo.” Ajak Lukman. Ia telah berada di depan gadis itu, mereka akan mengunjungi kamar putri rumah ini yang sudah ditinggal sebulan belakangan. Sembari mengikuti ayahnya berjalan, menantu keluarga Arasatya masih penasaran tentang Sarah dan gadis berparas C
Teman sekamar menghubungi gadisnya melalui pesan, Wira terlihat ke sana ke mari menunggu sebuah balasan. Dia layaknya pemuda jatuh cinta yang sedang menunggu jawaban gadis incaran.*Apa?Bergegas Wira mengecek balasan dari gadis penuh pesona.*Kau baik-baik saja? apa dia melukaimu? (Wira)Kiran membaca sambil terheran, apa maksudnya?*Tentu saja.*Hubungi aku kalau membutuhkan sesuatu. (Wira)Hanya tanda pesan telah dibaca yang tuan muda saksikan, gadisnya tak membalas lagi. Secercah harapan agar obrolan ini panjang menjadi ketidakmustahilan. Wira menjatuhkan handphonenya ke atas ranjang. Menggeram sendiri.Ia memukul-mukul bantal di sebelah. “Kau laki-laki payah. Payah. Payah. Memberi tahu yang sebenarnya saja tidak bisa. Lukman pria licik asal kau tahu, Kiran, jangan terlalu percaya dengannya.”***‘Kenapa aku tidak bisa bertemu Kiran di perpustakaan?’Arina terjaga setelah percoba
“Em… nona apa kau melupakan sesuatu?” akhirnya Dani bertanya. “Melupakan sesuatu? Kurasa tidak.” “Kurasa, ya. Biasanya nona sibuk bertanya aku ingin minum apa, tanpa kujawab pun nona tahu kesukaanku.” Dani semakin mencurigai temannya. Perbedaan mereka terlalu mencolok. Bola mata hitam Kiran bergerak ke kiri kanan – memikirkan kebohongan lagi. “Ma-mana mungkin aku lupa. Aku sengaja melakukannya untuk mengetesmu. Kukira kau tidak akan menanyakannya.” Putri Lukman berdalih. “Baiklah, mau minum apa? Nanti aku buatkan untukmu.” “Apa kau benar-benar nona Kiran?” tanya Dani lagi. Kiran tertegun sesaat. “Te-tentu saja.” ia terkekeh, namun kekehan yang terkesan memaksa. “Apa wajahku ini tampak berbeda, Dani?” putri Lukman mendekatkan wajahnya – sembari terpejam. Seketika jantung pemuda itu tak terkendali, tapi untunglah… ia berhasil kembali dalam kenormalan. “No-nona, anda terlalu dekat.” Dengan cepat Kiran menjauh. “Ehem…
“Halo, sayang…” keajaiban ketika Kiran menyapa lebih dulu menggunakan panggilan intim. Bahkan di luar dugaan sang pemuda seperti Wira.Istrinya sengaja membuat panggilan video di depan Linda, dia harus memanaskan kepalsuan bibinya, Kiran tidak lebih suka dari ucapan Linda yang seolah mengolok.“Sa-yang?” wajah tampan Wira kebingungan. Ia terlihat menggaruk-garuk dahi.Wira yang tanpa sadar mengembangkan senyuman, ia merasa senang, entahlah… hanya perasaan baru seorang pria seperti dirinya.“Sayang, jangan lupa menjemputku di rumah ayah besok, aku tidak mau pulang sebelum kamu jemput.” Kalimat panjang Kiran menambah kegugupan tuan muda. Panggilan intim yang ia inginkan terwujud tanpa diminta.“I-iya.”“Kamu sedang sibuk, ya? Ya sudah bekerjalah mencari uang yang banyak.” Manis sekali ucapan putri Lukman, sangat pandai membuat Linda termangu. Menjadikan alasan untuk meng