“Aku ada urusan sedikit, berbeda denganmu. Aku usahakan pulang cepat. Lagi pula ada apa denganmu? Tidak biasanya menanyakan kepulanganku.”
“Kau itu aneh, Wira. Aku tak mengerti mengapa kau jadi menakutkan hanya karena anak kecil mendekatimu. Kau takut mobil mahal ini lecet? Mereka berbeda denganmu, yang memiliki segalanya. Memangnya satu kata maaf bisa menghancurkan reputasi keluargamu? Katanya sering ke yayasan, menghargai anak kecil saja tidak bisa.” Kiran tersenyum getir – pria berkelas ini benar-benar tidak mengerti cara menghargai manusia.
Kiran mengingat obrolan mereka ketika Wira mengatakan bahwa Lukman rela berlutut demi menikahi putri yang diadopsi dari yayasan Enfants. Bahkan kehidupannya saat ini lebih buruk dari kehidupan sebelumnya – sebagai Arina.
“Sepertinya kau sudah terlalu jauh, Kiran. Kita tidak cukup dekat – untuk kau mengatakan itu.”
Perempuan di belakang tertegun, ternyata perkira
“Tidak, ma. Kami hanya bercerita hal yang menarik.” Kiran menjawab cepat.Ibu mertua melanjutkan kunjungan terhadap bunga-bunga di sana, mengabaikan urusan si bungsu dan menantu. Peace lily putih dan merah menjadi tujuan pertama Ningrum. Berbeda dengan sang menantu, bukannya dia tidak menyukai tanaman itu, hanya saja ia enggan merawat bunga dan bermain tanah.“Kiran, bisakah kamu pegang ini?” Ningrum memberikan kumpulan peace lily yang ia potong. Segera istri Wira menyambutnya, bahkan dia sudah berada tepat di belakang ibu mertua. Kalaupun Ningrum memintanya, ia akan lebih sigap dari siapapun.“Ah, aku sangat jarang melihat mama melakukan hal ini.” kata Kiran. “Kukira Wira berbohong.” Ia mengecilkan suara. Seketika perempuan anggun itu berhenti – menoleh Kiran tak percaya.“Maksudmu Wira membicarakan Mama, Kiran?”Menantu mengangguk ragu, “Ya… setiap di
Tidak biasanya Wira mendengar suara berisik ketika menapakkan kaki di rumah besar, keheningan serta kesibukan para pekerja yang selalu menjadi penyambut putra tertua dan laki-laki paling disegani seisi kediaman, Wisnu. Tak salah lagi, suara cekikikan tersebut dari arah taman Ningrum. Wira keheranan, ibunya tidak pernah berbicara di saat menyiram atau merawat tanamannya. Pria bersama rasa penasaran menghampiri, di sana Rakin sengaja mengotori baju istrinya. Sedangkan sang istri menerima penuh kesenangan, sangat berbeda kala dengannya dua jam yang lalu. Wira membuat kepalan pada buku-buku jarinya, ‘Rasa aneh lagi. Aku ingin meninju Rakin tanpa ampun sekarang juga. Tapi penyebab pastinya aku tidak tahu’. Pria ini tak berpikir panjang atau memang lupa, bahwa meninju seseorang perlu bersentuh satu sama lain. Bukan dia yang menghabisi tetapi sebaliknya – pingsan dan sekretaris kaku akan menghubungi Jimmy. “Maaf, tuan. Pak direktur meminta anda menemuinya.”
Sungguh perempuan di belakangnya tidak mengerti perkataan Wira, di saat mereka bertemu terakhir kali, pria itu berpesan agar jangan terlalu jauh.“Ya, aku tahu.” Si gadis mengalah.“Lalu, untuk apa kau di sini? Kau tidak membaca buku-buku aneh itu lagi?” Kiran bertanya lagi. Sebab ini pertama kali melihat pria kaku merenung sendirian.“Maksudmu?”“Buku yang selalu kau baca setiap malam. Itu kan hobimu yang aneh.”Wira tertawa…. Bahkan terpingkal-pingkal mendengar bahasa unik dari sang istri. Perempuan itu berbanding terbalik dengan apa yang diceritakan Lukman. Menurutnya lebih menyenangkan.Kiran menjadi keheranan, sebenarnya apa yang membuat putra sulung Arasatya kelakar. Julukan lelaki aneh memang sangat pas ia berikan. Apapun yang berkaitan dengan Wira semuanya tampak semakin aneh.“Itu bukan aneh, otakmu saja yang tidak sampai.” Celetuk Wira. Jiwa Arina sedikit ter
Pertikaian suami istri terus terjadi hingga Wira memilih untuk mengalah. Nyatanya argumen putra tertua tidak sehebat yang dibicarakan orang-orang – para anggota meja rapat. Kebetulan pembelaan dari Kiran dibumbui sebuah ancaman, hanya sedikit di lebih-lebihkan. Gadis pembuat emosi baru untuknya secara tidak langsung menaklukan kegilaan yang tanpa sengaja ia dapatkan, dan pikirnya penyakit ini akan abadi, terus menguasai serta beriringan dalam setiap gerak-geriknya. Seulas sunggingan tanpa disadari menunjukkan Wira sebagai pria normal pada umumnya. Rasa kemeja basah yang dingin akibat tercebur seakan hilang, pikiran kotornya kembali pada bentuk unik dan menarik milik sang istri. “Wira, aku sudah selesai. Cepat ganti bajumu, nanti kau sakit.” seruan Kiran membangunkannya dari dunia fantasy sebuah pikiran. Tubuh mungil itu sekaligus menyebarkan keharuman dari sabun yang biasa ia gunakan. Menjadi aroma kesukaan teman sekamar. “Iya. Kau sering sekali berte
Dengan cepat tetua ARS Corp menghampiri putra sulungnya, membalikkan bahu pemuda itu, lalu hendak mendaratkan kepalan tinju yang ingin menghantam wajah Wira. Berdiam diri akan semakin membuatnya naik pitam. Ketika tangannya siap menyentuh muka Wira, pandangan Wisnu tanpa sengaja tertuju pada gadis pengintip di atas. Mengharuskan perseteruan mereka berakhir. Berikutnya lirikan tajam Wira menangkap gadis pada ujung tangga, menjadikan Kiran salah tingkah, sebentar lagi ia akan diamuk pria aneh sekaligus payah itu. Karena lancang mengetahui urusan tuan muda dan ayahnya. Si istri pun nyengir tanpa dosa. Langkah kecilnya perlahan mundur. “Wira kau seperti monster – mengerikan. Sepertinya aku tidak akan pernah bisa pergi dari rumah ini.” nona muda bergumam mengungkapkan pikirannya. Ia tahu bahkan sangat tahu kalau pria itu tengah mengikutinya, sungguh ia seperti manusia ketakutan, wajah mencekam Wira siap melumpuhkan gadis mungil – seperti dirinya, meskipun
Teman asing Riana hari ini membawa pertanyaan-pertanyaan yang entah itu akan terjawab atau tidak. Kiran mengulik informasi sebanyak mungkin hanya karena keingintahuan dibalik alasan gadis penunggu perpustakaan selalu membahas pernikahan dan ayahnya. “Aku tidak tahu alasanmu sebenarnya, Kiran, yang bahkan aku tidak memahami ucapanmu sedari tadi. Kau dan Arina tidak dekat, bahkan aku masih kurang mengenalimu. Semasa sekolah pun kami tidak mengingatmu.” Tutur Riana. Ia tampak bingung harus dimulai dari mana kisah Arina sebelum kecelakaan. Kiran menunduk lesu, apakah ia menceritakan perjanjian waktu itu sekarang (perjanjian Arina dan Kiran untuk bertukar jiwa)? Namun, bagaimana mungkin Riana percaya. Solusi lainnya tentu diawali perginya Arina di malam sebelum kecelakaan ketika ia bertemu pemuda di sebuah restoran bergengsi. “Ah, baiklah, aku gadis yang pemurah asal kau tahu. Tidak tega melihat wajah cantik itu ditekuk. Silakan tanya apa yang mau kau tanya.” Rian
‘Apa dia pria gila yang terobsesi denganku?’ tuduhan tanpa dasar istri Wira seusai panggilannya dimatikan. Ia bahkan tidak memberitahu apapun tentang Riana – sebatas nama. Rasanya hubungan mereka sedang tidak baik. Di awal pagi suami istri ini tengah bertengkar. Kiran berdiri, melangkah dan mencari manusia tidak tahu diri. Lelaki itu bersembunyi dalam mobil mahalnya, bukan karena ia pengecut – tidak mau menemui Kiran lebih dulu – hanya saja ia tak tahu rumah Riana. Dalam sudut pandang Wira, mencari alamat rumah lebih sulit dari pada perencanaan dan perancangan sebuah mall. Ini sama saja dengan membuang-buang waktu, biarlah urusan seperti itu Aris yang mengurusnya. Dalam satu lirikan saja, Kiran telah menemukan laki-laki penggangu, kendaraannya terlalu mencolok. Para gadis lain akan langsung menggila kala tahu siapa pemiliknya, seakan siluet gagah di sana mengundang untuk dilihat. Kiran masuk mobil dengan cepat. “Wira, apa maumu?” nada bicaranya sudah kesal.
“Tuan?” sang sekretaris berbalik, menegur tuannya yang masih berdiri diam di ambang pintu ruang rapat. Wira tertinggal lima langkah dari Aris. “Anda baik-baik saja?” ia mendapati raut terkejut seorang yang tersadar dari lamunan. “Perlu kita tunda pertemuannya?” “Tidak-tidak. Kita harus melakukannya hari ini.” Tuan muda melangkah melewati sekretaris. Semua anggota rapat segera bangun memberi salam hormat dari posisi masing-masing kepada pemimpin pertemuan ini. Aris yang disebut tangan kanan CEO Ars Corporation berdiri di samping Wira. Ada tiga petinggi sebagai perwakilan Digital Local System (DLS), perusahaan yang diusahakan Wira agar bergabung dengannya. Perusahaan muda yang cukup dikenal kalangan bisnis kecil menengah. Wira memperhatikan satu per satu petinggi perusahaan DLS, mereka terbilang muda. Keputusannya tepat, jiwa muda dalam berbisnis bisa mengantarnya pada puncak keberhasilan. Universitas dan sekolah tinggi negeri ini sangat mampu mencetak