Sore di tanah Padang. Zidan dan Sansan memilih ke pantai, untuk bersantai.
Pantai Air Manis termasuk pantai di Kota Padang yang meskipun tidak luput digerus ombak, masih terasa luas dan landai. Saking luasnya, mobil pengunjungpun bisa hilir mudik di pasirnya yang membentang lega, padat putih dan bersih. Tidak heran jika banyak pengunjung yang juga memanfaatkannya sebagai arena berolahraga seperti bermain bola dan lainnya. Anak-anak juga terasa nyaman bermain membuat istana pasir, membenamkan badan ke dalam pasir dan banyak lagi kegiatan yang mengasyikkan dapat dilakukan.
Pantai Air Manis juga pantai yang masih rimbun oleh pohon kelapa. Sehingga, terlihat indah dan menciptakan area bersantai yang teduh selain pondok-pondok istirahat yang disediakan warga sekitar.
Pantai Air Manis juga terkenal dengan legenda Malin Kundangnya. Legenda yang mengisahkan seorang anak durhaka yang berubah menjadi batu akibat kutukan ibu kandungnya.
Di s
Pagi ini matahari tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Rintik hujan seakan mengalun membuat dua pasangan suami istri yang sedang terlelap itu semakin nyaman berada di selimutnya.Setelah selesai salat subuh berdua, Sansan dan Zidan memilih untuk tidur kembali, karena hari hujan.Sansan memejamkan matanya, merasakan elusan tangan Zidan yang menari-nari di pipinya. Perlahan Sansan membuka matanya, menatap sosok Zidan yang berada di sampingnya. Suaminya itu tengah tersenyum manis. Sansan pun membalas senyumnya."Mau sarapan di sini atau di luar?" tanya Zidan."Di sini aja, kan, masih hujan.""Oke."Zidan lalu menyingkapkan selimutnya. Menatap ke arah balkon, hujan masih deras."Ya udah, aku mandi dulu." Zidan turun dari ranjang, lalu segera masuk ke kamar mandi. Sansan mengerutkan keningnya, tadi subuh mereka bukannya sudah mandi? Ah, ternyata Zidan memiliki hobi mandi. Apa ia tak dingin? Apala
Setelah hujan seharian, akhirnya Sansan dan Zidan memilih untuk berjalan-jalan pada malam hari saja.Salah satu objek wisata yang tak boleh dilewatkan di Padang adalah Jembatan Siti Nurbaya.Objek Wisata Gunung Padang yang terkenal dengan kisah Siti Nurbaya itu, selain memiliki pesona alam yang elok, di satu sisi pemandangan alam laut lepas dan suara debur ombak, di sisi lain pesona alam Kota Padang dilihat dari ketinggian bukit Padang. Konon, dikisahkan di sana ada sebuah ceruk yang diyakini sebagai makam Siti Nurbaya .Selain objek wisata Gunung Padang dengan icon kisah Siti Nurbaya itu, pemerintah Kota Padang mengabadikan nama Siti Nurbaya pada sebuah jembatan yang membentang di atas Muara Batang (sungai) Arau dan Gunung Padang yang sekarang terkenal dengan jembatan Siti Nurbaya.Jembatan Siti Nurbaya ternyata tidak hanya berfungsi sebagai sarana penghubung dari Kota Tua Kota Padang ke objek Wisata
Pesawat yang ditumpangi Sansan dan Zidan sudah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dan sekarang keduanya bergegas mencari taksi unruk segera ke rumah sakit.Sejak tadi Zidan senantiasa menggenggam tangan istrinya itu. Pikiran Sansan kalut, ia ingin sekarang cepat-cepat berada di rumah sakit. Ia ingin memastikan jika neneknya baik-baik saja. Tersenyum manis kepadanya."Zid," panggil Zidan, karena istrinya itu hanya menatap kosong."Zid, kamu baik-baik aja, kan?"Sansan hanya mengangguk pelan. Ia tak sanggu menatap ke arah Zidan sekarang. Sansan daritadi hanya menatap lurus ke depan.Taksi itu pun berhenti di parkiran rumah sakit. Sansan segera turun, tanpa menunggu Zidan yang menurunkan barang-barangnya."Saya bantu ya, Pak," ucap sebuah suara membuat Zidan menoleh."Saya Raqibta, salah satu karyawan Bapak.""Oh, baik. Terima kasih."Raqib memang sedang berada di luar t
Tempat bernuansa putih dengan angin yang berembus menerbangkan anak rambut Sansan. Senyum merekah terukir indah di wajahnya. Kikikan tawa yang terdengan mengalun indah berasal dari pria tampan di hadapannya.Sansan langsung memeluk pria yang memakai baju serba putih itu. "Papa," panggil Sansan.Darmawan tersenyum, lalu mengelus lembut rambut putrinya itu. "Putri kesayangan Papa sudah besar, ya, sekarang." Pria dengan wajah putih bersih itu mengelus pipi Sansan lembut."Sansan kangen sama Papa.""Papa juga kangen sama Sansan. Jaga diri baik-baik, ya, Nak.""Iya, Pa. Tapi aku mau nemenin Papa di sini, kasian Papa sendirian.""Papa udah nggak sendirian lagi, kok. Sudah ada nenek kamu yang nemenin Papa."Sansan mengerutkan kening. Matanya menoleh ke samping. Ia terkejut melihat Nuni yang sudah ada di sana dengan pakaian serba putih."Ne--nenek?""Nak, jaga diri baik-baik,
Sansan benar-benar tak menyangka jika kesedihan kembali menghampirinya. Apakah belum cukup selama ini? Apakah hidup Sansan hanya ada penderitaan?Onggokan tanah yang masih memerah itu ditaburi dengan bunga oleh Sansan. Papan makam yang tertancap di sana bertuliskan nama neneknya. Nuni pergi secepat ini. Nuni sudah meninggalkannya.Tangan Zidan mengusap bahu istrinya itu pelan, mencoba menguatkan. Sansan tak bergeming. Ia masih belum percaya."Zid, ayo pulang," ajak Zidan."Nggak," tolak Sansan cepat."Semuanya udah pulang, Zid. Kita nggak bisa di sini terus.""Kamu duluan aja.""Jangan begitu, Zid. Ayo, pulang. Nenek juga nggak suka kalau lihat kamu kayak gini."Sansan kembali terisak. Ia mengambil segenggam tanah di depannya dan meremasnya kesal. Hal yang paling ia sesali adalah tidak ada di saat Nuni hendak pergi untuk selamanya. Ke mana dirinya? Kenapa sampai tertidur, sehingga
Sansan segera menghampiri keduanya dan menengahi Zidan dan Alvian."Stop! Kalian kenapa berantem?" tanya Sansan. Ia lalu meletakkan nampan di atas meja."Kamu ngapain berduaan dengan orang ini di rumah?" tanya Zidan dengan nada ketus."Hah, ak--aku ....""Sebenarnya Anda tanya pada diri Anda sendiri Pak Zidan Terhormat. Masih tega ninggalin istri sendiri di rumah di saat ia masih berduka?" sahut Alvian yang membuat tangan Zidan terkepal yang ingin ia layangkan ke muka pria itu, tetapi segera ditahan oleh istrinya."Mas Zidan, udah," ucap Sansan pelan, memegangi lengan Zidan.Zidan menghela napas pelan. Netranya menatap ke bawah. Apa benar ia yang salah?Saat tiba di kantor tadi. Rifan langsung menyambutnya. Rifan dibuat heran, karena Zidan sudah masuk kerja, padahal nenek dari istrinya baru saja meninggal kemarin."Dia pasti sedang sedih, Bro. Harusnya lo lebih mentingin dia darip
Satu minggu sudah berlalu dengan cepat. Sansan masih merahasiakan kehamilannya. Ia tak ingin Zidan tahh atau siapa pun tahu dulu.Kemarin ia sudah memeriksa langsung ke dokter kandungan dan ternyata benar. Ia sudah hamil dan usia kandungannya dua bulan lebih. Waktu ia mengecek ke dokter dulu, mungkin saja belum tampak dan mungkin setelahnya baru ada.Entahlah, Sansan tak ingin memikirkan itu sekarang, yang jelas ia hamil anaknya Zidan dan bayi di kandungannya ini hasil dari kekhilafannya.Wanti sudah kembali. Mertuanya itu memberi Sansan oleh-oleh yang sangat banyak. Wanti tampak lebih cerah, setelah balik. Apakah Wanti sudah melepas rindu dengan suaminya? Lalu, kapan papanya Zidan pulang?"Emm, Ma," panggil Sansan pelan. Kebetulan sekarang ia sedang membantu Wanti memasak."Iya, Zid?""Papanya Zidan kenapa nggak pulang, Ma?" tanya Sansan hati-hati, takut menyinggung mertuanya itu."Papanya Zi
Untuk merayakan atas kehamilan cucu pertama. Wanti mengadakan syukuran yang dihadiri teman-teman sosialitanya. Wanti sangat senang, karena sebentar lagi akan menjadi nenek. Ya, itulah yang ia nanti-nantikan sejak dulu. Makanya ia sangat nyinyir menyuruh Zidan untuk menikah."Wan, menantumu cantik, ya.""Iya, Wan. Keliatannya juga sholeh, ya. Duh, beruntung anakmu.""Menantumu juga keliatan lebih muda, ya."Sansan hanya bisa tersenyum malu-malu saat teman-teman mertuanya itu memujinya terang-terangan. Tiba-tiba Wanti merangkul bahu Sansan."Iya, dong. Menantu siapa dulu," ujar Wanti dengan sombongnya, membuat teman-temannya tertawa. Sansan hanya bisa tersenyum kikuk. Apakah mertuanya itu akan tetap seperti ini, jika rahasia itu terbongkar?"Eh, iya. Sudah berapa bulan itu kandungannya?" tanya Meri menatap perut Sansan yang sudah sedikit menonjol."Emm ...." Sansan kebingungan menjawab. Tidak mu