Tiga hari telah berlalu setelah kejadian di kantor Tanti. Gadis dengan kulit sawo matang itu masih mengurung diri di kamar, hatinya yang rapuh masih terlena dengan kesedihan. Dalam kesendirian, terkadang ia menangis, lalu tertawa, sesudahnya menatap hampa, tak berapa lama menumpahkan amarah. Yana merasa kewalahan dengan sikap putri keduanya.
Sepulang bekerja tiga hari lalu. Tanti selalu menangis dan histeris. Segala benda di dekatnya dilempar ke berbagai arah, seringkali ia mengamuk, dan meneriakkan sumpah serapah. Yana mencoba bicara, tetapi selalu berakhir kecewa. Tanti tak mau bercerita"Bagaimana Tanti, Bu?" Wiguna bertanya khawatir."Masih sama, Gun. Susah diajak bicara," sahut Yana."Makannya gimana?""Ga mau makan. Kalau Ibu paksa, Tanti malah mengamuk! Ga tega ibu, badannya jadi kurus sekali."Lelaki yang wajahnya tampah lelah itu menghembuskan napas. Melihat sang adik yang berubah perilaku,Hilma tengah membuat nasi goreng seafood di dapur tempat usahanya untuk para pengemudi online yang sedang mengantri ketika pesanannya diproses. Lihai tangannya memasukkan bumbu yang telah dihaluskan, menumisnya sampai harum lalu memasukkan udang dan ayam yang sudah dipotong kecil-kecil. Setelah itu memasukkan nasi dalam ukuran banyak, kemudiann mengaduknya sampai rata, terakhir dimasukkan sayuran ke dalamnya.Ketika sudah matang, Hilma dibantu pegawai lainnya menbagi-bagi di piring dengan porsi yang sama. Setelah itu bersama es teh manis, nasi goreng itu di berikan pada pejuang nafkah yang menunggu di luar."Pak, ini silahkan dimakan?" Perempuan yang menggunakan pashmina pink itu menyerahkan nampan berisi makan siang. Wajah-wajah yang lelah itu antusias menerima, senyum merekah diiringi ucapan terima kasih bahkan ada yang sampai mendoakan berbagai kebaikan untuk usaha Hilma. Semuanya menikmati makanan yang dibuat sepenuh hati di depan kios yang telah dise
Terdengar avanza hitam memasuki halaman rumah, Yana gegas membuka pintu utama dan menghampiri Wiguna yang baru kembali dari toko. "Tanti sudah siap, Bu?" Wiguna bertanya ketika melangkah ke teras."Sudah, Gun. Hari ini juga udah agak baikan. Udah mau bicara. Tapi ibu ga nyinggung soal Arif, takut ngamuk lagi," sahut ibunya."Oh, ya, ga apa, Bu. Memang sebaiknya jangan bertanya dulu hal-hal yang buat Tanti jadi sensitif."Yana Mengangguk. Keduanya melangkah memasuki rumah. Melihat anaknya yang tampak lelah, sigap Yana menuju dapur dan membuatkan minuman segar."Nela mana, Bu?"Wiguna langsung menyeruput minuman yang disajikan ibunya. Udara panas yang menyengat membuatnya selalu merasa haus."Ada di kamar." Yana menjawab dengan wajah sedikit bertekuk. Namun, Wiguna tak terlalu memerhatikan perubahan itu.Menantunya itu baru pulang pagi tadi, dengan alasan kemalaman. Jadi, m
"Nel, Lu, kenapa ga berubah, sih! Masih aja main api!" ucap Mira yang merasa kesal dengan sahabatnya. "Ya mau gimana lagi, Mir. Usaha Mas Guna lagi menurun, jatah gue sering dikurangin. Stres gue jadinya. Bukannya menikah jadi bahagia, ini malah sengsara. Ya wajar dong, gue cari pemasukan di luar," sahut Nela membela diri. Semenjak menikah ia berhenti dari pekerjaannya sebagai penyanyi di cafe. Saat itu ia menuruti karena berpikir Wiguna masih bisa bangkit lagi setelah kebakaran di toko itu terjadi. Rupanya, proses untuk menanjak lagi membutuhkan banyak pengorbanan, termasuk jatah bulanan yang dikurangi. Hal itu membuat Nela kesal dan menyesal telah menuruti Wiguna. Hingga kemarin jatahnya semakin diperkecil, ia langsung melemparkan murka.Sahabatnya hanya menggeleng, tak mengerti jalan pikiran Nela. Bertahun-tahun ia mengenal perempuan berkulit putih itu, kehidupan yang sulit di masa kecil membuatnya antipati terhadap kesulitan. Namun, ji
"Saudara Tanti mengalami tekanan dalam hidup, trauma masa lalu masih membekas di alam bawah sadarnya. Jadi, ketika hal yang sama kembali terulang, membuat luka masa lalunya kembali teringat. Dan itu sangat menyakitkan buat Tanti.Dia mengalami kekhawatiran tinggi akan ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya, oleh sebab, itu ia akan melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan orang yang menurutnya menjadi ancaman. Namun, sepertinya kasus terakhir ini membuat Tanti merasa depresi. Seseorang yang sangat dicintainya lebih memilih orang lain. Dan membuat Tanti kehilangan kendali diri." Dokter menjelaskan."Jadi bagaimana penanganannya, Dok?" tanya Wiguna cemas."Saya sudah meresepkan obat untuk membuatnya lebih tenang. Tetapi, dukungan keluarga sangat diperlukan. Beri kekuatan pada Tanti, buat dia merasa nyaman dan berharga. Selain itu yakinkan dia bahwa keluarga selalu ada untuknya serta dengarkan segala keluh kesahnya.""Baik, D
Idam memasuki rumah dengan langkah kaki pelan. Ketika pintu di buka terlihat suasana rumah yang pencahayaannya sudah remang. Wajar saja, karena ketika tadi ia melihat jam di pergelangan tangan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sepulang kerja tadi, teman lama dari Singapura yanag baru sampai ke Jakarta mengajaknya bertemu di sebuah club malam di Jakarta Selatan. Asiknya bercengrama sampai membuatnya terlena.Merasa lelah, ia merehatkan diri sejenak dengan duduk di sofa ruang tamu sambil menikmati senyapnya malam ditemani suara gemericik air dari aquarium yang berada di samping sofa."Baru pulang, Mas?" Idam terlonjak mendengar suara seseorang yang tiba-tiba bertanya. Tak terdengar langkah kaki yang mendekat."Eh, kamu. Bikin kaget aja." Wajah tegangnya berangsur menghilang. Sedangkan Mima terlihat santai dan terus berjalan memghampiri Idam."Malam banget, sih!""Tadi ketemu temen. Dia dari Singapura
"Anak-anak berhenti bermainnya! Turunkan kaki kalian!" titah Mima pada kedua anak lelaki juga keponakannya yang berjongkok juga berdiri di atas sofa ruang keluarga yang berdekatan dengan ruang makan. "Ini, Ma, Om Dion masih jadi buaya," sahut anak lelaki berusia delapan tahun.⁸"Iya, nih, Tante, kalau kakinya diturunin, nanti ketangkap sama buayanya." Cantika menjawab sambil menatap awas kepada lelaki yang berjongkok di depan mereka.Ketiganya tertawa-tawa menghindar dari kejaran buaya jadi-jadian yang mengintai mereka.Aum! Aum! Aum!"Ih, salah, Om. Masa buaya bunyinya gitu." Anak lelaki berusia enam tahun memprotes suara yaang tak sesuai dengan jenis binatangnya. Namun, lelaki yang tengah berpura-pura itu tak menghiraukan. Bahkan, berusaha menerjang mereka.Semua berteriak tatkala Dion semakin bergerak maju dan menakuti mereka. Mima menggeleng dengan wajah kesal. Ia sampai berjingkat karena k
Sepasang pengantin sudah duduk bersama di depan penghulu. Keduanya tampak berbinar bahagia. Semua orang yang menyaksikam turut bergembira melihat dua insan yang akan mengikat tali perjanjian yang mampu mengetarkan arsy. Penyatuan dua hati untuk membangun keluarga baru yang sakinah, mawwaddah, warrohmah.Masjid berlantai dua menjadi pilihan untuk menjadi saksi perjanjian keduanya. Beberapa sanak keluarga yang hadir juga tamu undangan telah siap menyaksikan serangkaian acara ijab qabul Ardi dan Virda. Tepat di belakang pengantin, Hilma bersama Bi Yah dan kedua anak kembar tengah mendengarkan Ardi mengucapkan ijab qabul. Ketika saksi memgatakan 'sah', perempuan yang mengenakan kebaya berwarna pastel dipadu bawahan batik itu meneteskan airmata, terharu dengan sahabatnya yang telah menempuh kehidupan baru bersama lelaki yang tulus mencintai.Ia tahu perjuangan teman yang selalu ada dalam suka duka itu. Dikhianati ketika sedang mengandung buah h
"Odeng, gyoza, ramyeon, masing-masing bikin dua, Mbak," ucap seorang pembeli kepada Hilma yang mencatat pesanan. "Minumnya banana milk sama air mineral, masing-masing tiga juga ya, Mbak," ucap perempuan berkacamata itu lagi.Hilma kembali mencatat kemudian mengangguk. "Baik, Mbak. Ditunggu pesanannya."Melihat kesibukan di warung, membuat Hilma turut membantu pekerja lainnya dengan menerima pesanan yang kemudian diserahkan pada bagian dapur. Ia juga turut membantu mengantarkan pesanan kepada pelanggan. Ia pun menyediakan meja dan kursi untuk makan di dalam kios juga di halaman sebelah kanan untuk pelanggan yang makan di tempat, sedangkan sebelah kiri diperuntukkan parkiran juga pengemudi online yang menunggu pesanan.Hampir empat jam pelangan yang datang silih berganti, di waktu makan siang, biasanya pembeli yang datang semakin banyak, baik yang makan di tempat ataupun memesan lewat online. "Mbak Hilma istirahat