Sepasang pengantin sudah duduk bersama di depan penghulu. Keduanya tampak berbinar bahagia. Semua orang yang menyaksikam turut bergembira melihat dua insan yang akan mengikat tali perjanjian yang mampu mengetarkan arsy. Penyatuan dua hati untuk membangun keluarga baru yang sakinah, mawwaddah, warrohmah.
Masjid berlantai dua menjadi pilihan untuk menjadi saksi perjanjian keduanya. Beberapa sanak keluarga yang hadir juga tamu undangan telah siap menyaksikan serangkaian acara ijab qabul Ardi dan Virda.Tepat di belakang pengantin, Hilma bersama Bi Yah dan kedua anak kembar tengah mendengarkan Ardi mengucapkan ijab qabul. Ketika saksi memgatakan 'sah', perempuan yang mengenakan kebaya berwarna pastel dipadu bawahan batik itu meneteskan airmata, terharu dengan sahabatnya yang telah menempuh kehidupan baru bersama lelaki yang tulus mencintai.Ia tahu perjuangan teman yang selalu ada dalam suka duka itu. Dikhianati ketika sedang mengandung buah h"Odeng, gyoza, ramyeon, masing-masing bikin dua, Mbak," ucap seorang pembeli kepada Hilma yang mencatat pesanan. "Minumnya banana milk sama air mineral, masing-masing tiga juga ya, Mbak," ucap perempuan berkacamata itu lagi.Hilma kembali mencatat kemudian mengangguk. "Baik, Mbak. Ditunggu pesanannya."Melihat kesibukan di warung, membuat Hilma turut membantu pekerja lainnya dengan menerima pesanan yang kemudian diserahkan pada bagian dapur. Ia juga turut membantu mengantarkan pesanan kepada pelanggan. Ia pun menyediakan meja dan kursi untuk makan di dalam kios juga di halaman sebelah kanan untuk pelanggan yang makan di tempat, sedangkan sebelah kiri diperuntukkan parkiran juga pengemudi online yang menunggu pesanan.Hampir empat jam pelangan yang datang silih berganti, di waktu makan siang, biasanya pembeli yang datang semakin banyak, baik yang makan di tempat ataupun memesan lewat online. "Mbak Hilma istirahat
Idam menatap cincin berlian yang dipegang antara telunjuk dan jempol. Diputar-putar lalu dilihat dengan seksama. Benda berbentuk bulat yang ia beli sebelum berangkat ke Jakarta, simbol untuk megikat hati yang telah berhasil menautkan hatinya. Akan tetapi, harapan tak sesuai kenyataan. Seseorang yang ingin ia jadikan pelengkap hidupnya terlihat lebih ceria dengan adik sepupunya.Berbulan-bulan ia merenungi diri, menelaah hati dan mencoba mencari makna dari setiap getaran juga perasaan yang ia rasakan ketika mendengar suara seseorang atau melihat Hilma dari kejauhan. Ada hal yang berbeda, telah mewarnai jiwa juga kehidupannya.Awalnya, semua itu masih terasa abu-abu, tak dipungkiri terkadang ia berusaha menepis segala yang singgah. Namun, senyum, tawa, juga resah, gelisah, selalu mewarnai diri ketika mengetahui tentang dia. Di saat mendengar celotehan Cantika yang ditanggapi penuh kesabaran juga perhatian membuat garis senyumnya mengembang, tatkala mengetah
[Assalamualaikum][Waalaikummussalam][Ini Idam. Boleh bertamu ke rumah][Ada apa,Pak][Ada yang mau saya sampaikan][Kapan][Habis maghrib][Baik, Pak. Silahkan datang][Oke, terima kasih][Sama-sama]Mendapati pesan dari lelaki yang tak pernah bertegur sapa walaupun kadang bersua membuat Hilma mengerutkan kening. Menerka apa yang hendak disampaikan."Ada apa, ya, kira-kira? Apa ada hubungannya dengan Cantika?"Mengulas ingatan selama kebersamaan dengan anak perempuan itu, ia merasa tak pernah melakukan kesalahan. Bahkan, hubungan mereka semakin baik. "Udahlah, dari pada nebak-nebak, lebih baik nanti dengar sendiri aja." Perempuan yang tadinya hendak ke kamar mandi itu bergumam sendiri, menghibur hatinya yang dilanda kegundahan. Walaupun berusaha abai, tetapi tetap saja merasuk dalam pikiran.
"Aku tak mau punya papa baru!""Ghava. Sini, Sayang." Meski terkejut mendengar teriakan anaknya, Hilma berdiri dan hendak meraih sang anak, tetapi ditepis. "Mama tidak boleh menikah dengan Om Idam!" tegas Ghava.Melihat situasi yang di luar rencana, lelaki yang tampak terkejut itu hanya terpaku."Ghava Sayang." Hilma kembali ingin merangkul anaknya, tetapi lagi-lagi mendapat penolakan."Om Idam jahat! Om mau mengambil Mamaku, Kan?""Om pasti akan membuang aku dan Mas Ghani jika menikah dengan Mama!""Om hanya akan sayang sama Mama!""Aku ga mau punya papa baru. Aku ga mau dibuang di jalanan!""Om pergi sekarang juga! Jangan pernah ke sini lagi!" Dengan wajah merah padam anak lelaki itu terus berteriak mengusir Idam. Melihat hal itu dengan tegas Hilma menegur dan menyuruh Ghava meminta maaf, tetapi perintahnya mendapat bantahan. Bahkan, anak itu semakin
Terik matahari yang menyengat tak menyurutkan niat Nela untuk terus melangkah menyusuri gedung lama yang tak terpakai. Tempat yang merupakan bekas kebakaran disebabkan arus pendek listrik yang terjadi malam hari dan menghabiskan sepuluh gedung perkantoran yang saling berdekatan. Ia terus melangkah sesuai petunjuk yang diberikan seseorang.Sepanjang jalan tampak terlihat tembok-tembok yang beberapa bagian menghitam dengan jendela-jendela yang sudah tak ada kacanya. Beruntung ia tak harus memasuki gedung tersebut, hanya mencari tempat di sekitarnya saja.Sebagai seorang perempuan ada perasaan jeri melihat wilayah yang tampak sepi dan suram, tak ada seorang pun yang melintas. Jika bukan karena ingin melancarkan rencananya, ia pun tak akan sudi mendatangi tempat yang menyebabkan banyak orang menjadi korban."Dari sini, belok kanan!" Nela kembali membaca petunjuk yang di berikan, lalu kembali melangkah sesuai yang diarahkan. Semakin ke dalam ia h
Selepas mandi sore, Yana melangkah ke ruang tamu untuk menonton televisi sambil menunggu anak-anaknya pulang bekerja. Segala tugas rumah telah ia selesaikan termasuk menyiapkan makan malam. Meskipun Wiguna telah menyediakan seorang asisten rumah tangga, tetapi tetap saja perempuan paruh baya itu turut membantu, memastikan semuanya terselesaikan dengan baik.Berbeda ketika masih ada mantan menantunya, ia bisa mengandalkan Hilma sebab setiap tugas dikerjakan sudah sesuai dengan keinginan. Berbeda dengan orang yang bekerja di rumahnya, berulang kali berganti orang, tetap saja belum menemukan yang sesuai dengan standar kebersihannya.Baru saja ia duduk di sofa, terdengar suara ponselnya berdering dari saku baju. Melihat nama Tanti yang tertera, ia langsung menekan tombol hijau."Halo, dengan keluarga Tanti?" Terdengar suara asing dari seberang telepon. Kening Yana bertaut."Iya, ini siapa?" Detak jantung Yana berdegup kencang, memp
Perempuan berusia dua puluh delapan tahun itu mengecup kening Ghava, lalu membelai pucuk kepala anaknya dengan lembut. Setelah itu, ia lihat kembali wajah polos yang membuatnya terpaksa melakukan tindakan yang lebih tegas. Walaupun hal itu membuatnya menahan sesak sebab melihat wajah yang memohon untuk tidak diberi hukuman. Bukan ia egois, tetapi hanya menerapkan kebijakan, ketika anaknya membuat kesalahan harus siap menerima sangsinya, terlebih perbuatan itu dilakukan berulang kali. Jika terjadi pembiaran, dikhawatirkan akan terbentuk perilaku yang kurang bertanggung jawab dan semaunya sendiri juga tidak menghargai orang lain."Maafin Mama Ghava! Semua ini demi kebaikanmu," ucapnya pelan sambil kembali melihat wajah yang tampak lelah. Sepeninggal Wiguna tadi sore, ia meminta Ghava untuk meminta maaf karena sikap yang kasar terhadap orang lain, akan tetapi dengan kekerasan hati, anak tersebut tetap menolak permintaannya. "Ak
"Bos, sepertinya ada yang mengikuti kita, ucap sopir dengan pandangan tetap mengarah ke depan, berusaha terlihat santai, agar tidak menimbulkan kecurigaan."Aku tahu!" sahut Noto terlihat tenang. Ketika keluar dari pintu utama, ia melihat seseorang yang mencurigakan tengah melihat ke arahnya. Agar tidak menimbulkan kecurigaan ia terus berjalan santai menuju parkiran. Satu tangannya ia gerakan seolah sedang melihat benda di pergelangan tangan. Padahal ia tengah melihat keberadaan orang itu dari kaca khusus yang ada di jam tangan yang dipakainya. Dan betul saja, orang yang tadi mengintainya tengah mengikuti dari belakang."Saya sudah hubungi yang lainnya, Bos, untuk segera datang!""Bagus. Sekarang kita mulai berangkat saja!""Jangan, Bos. Berbahaya. Saya khwatir jumlah mereka banyak.""Kamu tidak usah khawatir. Ada yang melindungi kita," ucap Noto menenangkan.Sopir tersebut mengerutkan kening, tetapi