Melinda masih syok dengan kenyataan ini. Dia berharap ini semua hanya mimpi. Berharap akan menghilang ketika ia bangun nanti. Namun itu semua bukan mimpi. Melainkan sebuah kenyataan pahit yang harus ia hadapi. "Mel! Mel kok bengong? Mau kemana lagi setelah ini?" seru Marisha mengagetkan Melinda."Gimana kalau kita lihat rumah ku bu? Aku ingin melihat progress pembangunan nya sudah sampai mana," sahut Melinda dengan tatapan lurus kedepan.Marisha mangut-mangut, "Boleh. Tapi kamu gak mau belanja dulu kah? Kan sudah lama gak belanja juga,""Gak ah, barang ku masih layak pakai. Sayang uang nya,"Marisha memberengut, "Selalu saja begitu, persis sama bapakmu,""Kalau ibu masih mau belanja lagi, ayo aku temani," kata Melinda tersenyum simpul."Gak ah, udah gak mood. Ayo kita lihat pembangunan rumah mu saja. Ibu juga penasaran udah sampai mana progressnya," sahut Marisha sambil menarik lengan Melinda keluar mall."Sambil nunggu taksi, ayo kita selfie dulu bu. Satu dua cess," kata Melinda men
"Nggak ngapain-ngapain, bu. Orang nya tidak ada dirumah," jawab Melinda bohong.Marisha menyerngit bingung, "Orang siapa Mel? Riska itu?""Iya bu,""Ngapain kamu nyamperin kesana? Buat apa sih? Tidak penting juga kan, jelas-jelas Yusuf yang salah ngasih alamat rumah ke kamu. Ayo kita pulang sekarang, udah sore nih," ajak Marisha seraya menggandeng lengan Melinda.Dalam perjalanan pulang itu, Melinda lebih banyak diam membuat Marisha bingung. Di dalam pikiran Melinda tertuju pada kebohongan Yusuf, ia berpikir keras bagaimana caranya membalas perbuatan Yusuf yang begitu menyakitkan itu. Jika hanya bercerai itu terlalu mudah untuk Yusuf. Melinda ingin Yusuf mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya."Kenapa diam saja, Mel?" tanya Marisha memecah keheningan."Gak papa kok, bu. Aku hanya kecapean saja," sahut Melinda."Tuh kan apa ibu bilang tadi kamu pasti akan kecapean. Nggak nurut sih sama ibu," "Nggak papa kok, bu. Aku mau istirahat langsung setelah sampai rumah nanti,""I
"Entahlah bu, firasatku mengatakan begitu. Tapi semoga saja bukan sih, jika memang benar begitu sungguh ini hal yang sangat menyakitkan untukku," ucap Melinda sambil menerawang jauh kesana.Marisha hanya mangut-mangut, dia mengelus lembut bahu Melinda, "Sabar ya, nak. Kita pasti bisa memecahkan misteri ini satu persatu. Bisa jadi misteri kamar mandi ada hubungannya dengan pernikahan Yusuf yang baru saja kamu ketahui,""Bu, apakah menurut ibu bik Ramlah orang yang baik?" tanya Melinda membuat Marisha menghentikan tangannya mengelus bahu putrinya."Kenapa? Apakah kamu juga mencurigai pembantu itu?"Melinda mengaguk, "Keponakan bik Ramlah seumuran dengan mas Yusuf, namanya Putri. Aku jadi curiga jika mas Yusuf menikahi anak angkatnya bik Ramlah itu,"Marisha menyatukan kedua alisnya, "Masa sih, nak? Ibu gak percaya loh, masa Yusuf menikah pembantu? Masa iya kamu anak sultan dimadu dengan anak pembantu?""Apanya yang tidak mungkin, bu? Bukan kah cinta tak memandang kasta?""Kenapa kamu ja
"Cuma pengen tahu saja bik,""Putri Kemala Sari, mbak," sahut Ramlah membuat Melinda menyunggingkan senyum."Nama yang bagus bik," ucap Melinda tersenyum manis. Ternyata dugaan nya salah, istrinya Yusuf bukan keponakan Ramlah. Hanya mereka memiliki nama nya yang sama tapi orangnya berbeda.Melinda kembali ke meja makan dengan perasaan lega. Mereka makan dengan hikmat. Tapi tiba-tiba ponsel Eddy berdering, dia buru-buru menjawab panggilan itu."Hallo!" kata Eddy menjawab panggilan itu."Apa? Innalillahi wainnalillahirajiun," kata Eddy lagi membuat semua orang yang ada di meja makan menatap kearahnya."Ya Allah. Ya sudah, kami akan segera kesana,""Tunggu aku tiba disana," lanjut Eddy lagi.Panggilan terputus bersamaan dengan menetesnya air mata Eddy. Imel memeluk suaminya, mencoba memberikan kekuatan. Semua yang ada diruangan juga sudah mengerti tentang apa yang terjadi."Kita harus segera berangkat kesana, ma," kata Eddy dalam isak tangisnya.Imelnya mengaguk menyetujui permintaan su
"Hmm gak papa sih, hanya ingin tahu saja hehe," jawab Melinda tersenyum simpul menampilkan deretan gigi putihnya."Teman Yusuf ya? Emm, ada sih kayaknya," sahut Gina mangut-mangut, sepertinya dia sedang mengingat sesuatu, "Ada sih, teman masa kecilnya tapi perempuan sih," lanjut Gina sambil terkekeh menggoda Melinda."Teman masa kecil?""Iya hanya teman masa kecil. Kayak nya mereka juga udah gak berhubungan lagi, jadi kamu tenang saja. Lagian Riska juga sudah menikah kok," jelas Gina membuat Melinda terperangah.Melinda mencoba mengendalikan diri agar tidak terbawa emosi, "Oh, jadi teman nya mas Yusuf itu sudah bersuami ya?""Iya, setahu ku begitu. Hanya saja yang ku dengar katanya dia dan suaminya hanya menikah siri saja," jelas Gina lagi semakin membuat Melinda yakin jika Riska teman masa kecilnya Yusuf itu adalah madunya sendiri."Apa dia sudah lama menikahnya?""Setahu ku sudah hampir satu tahun lebih, bahkan dia sudah punya anak. Tapi aku nggak tahu kebenarannya sih. Ah kenapa ki
Melinda mengikuti Yusuf dari belakang. Meskipun merasa jijik sekali tidur seranjang dengan lelaki yang sudah pernah berbagi peluh dengan perempuan lain. Melinda tetap mengikuti langkah kaki Yusuf menuju kamar belakang."Oh iya yank, tadi kamu benaran jalan-jalan sama ibu hanya ke mall saja?" tanya Yusuf seakan memastikan sesuatu.Melinda mengaguk, "Iya lah, kenapa memangnya?"Yusuf mangut-mangut, "Gak papa sih, hanya bertanya saja. Gimana jalan-jalan nya? Seru kah?""Iya lumayan sih," jawab Melinda singkat. Karna sejujurnya dia sangat malas meladeni Yusuf."Em, oh iya yank aku sampai lupa buat ngasih tahu kamu jika aku salah memberikan alamat rumah kita waktu itu loh," Melinda pura-pura bingung, dia menyatukan kedua alisnya nampak sedang mencerna ucapan Yusuf, "Maksudnya?""Iya. Jadi gini loh yank, alamat yang pernah ku berikan dulu itu sebenarnya hanya alamat random yang tak sengaja ku tulis. Aku memang sengaja tidak memberikan alamat ruamah kita yang sebenarnya. Karna aku yakin kam
Merasa sudah terpojok, Yusuf pun akhirnya mengalah, "Em iya penting dong, yank. Tapi jika mau ponsel yang ini, nanti deh aku kasih ke kamu,""Kenapa harus nanti sih, mas? Sekarang aja gimana? Sama aja kan, gak ada bedanya juga. Yaudah sini ponselnya!" desak Melinda lagi."T-tapi yank, ini bekas aku loh,""Udah gak papa, kok. Bekas tapi masih baru, belum juga sampai sehari kamu pakainya," kata Melinda langsung mengambil ponsel itu dari tangan Yusuf. Yusuf hanya melongo dibuatnya, keringat mulai membanjiri wajahnya."T-tapi sayang?"Melinda melotot tajam, "Tapi apa? Apa ada yang kamu sembunyikan dibelakang ku?""E-enggak ada kok yank," jawab Yusuf kikuk."Ya udah kalau gitu. Makasih ya ponsel barunya," ujar Melinda langsung berbaring membelakangi Yusuf."Loh tadi katanya mau ke toilet? Gak jadi kah?""Gak jadi mas. Udah gak mau keluar lagi dianya," jawab Melinda asal.Melinda tertawa senang dalam hatinya, akhirnya dia punya bukti untuk mengungkapkan kebohongan Yusuf dengan gundiknya itu
"Iya itu Putri, baru aja di omongin udah nongol aja dia. Panjang umur banget dia," sahut Baim seraya melambaikan tangannya ke arah Putri. Putri menghampir mereka seraya menyapa mereka satu per satu."Hai semua nya. Hai juga Mel!" ujar Putri berusaha untuk mengakrabkan diri."Hello Put. Kamu tahu juga kalau nenek meninggal?" kata Yusuf memulai sandiwaranya."Iya tahu, paman ku yang memberitahunya tadi." sahut Putri tak kalah bagus akting dari Yusuf."Oh iya, bagaimana kabar paman Radit? Dia sehat?""Dia sakit, makanya aku datang kemari untuk menjenguknya," ucap Putri sendu.Melinda nampak mangut-mangut saja. Sebenarnya dia sedang tertawa dalam hatinya. Karna dia tahu tujuan Yusuf dan Putri bersandiwara ini untuk mengelabui Melinda. Tapi justru mereka sendiri yang tertipu oleh kepolosan Melinda."Sakit? Sakit apa?""Demam katanya, makanya aku kesini. Kan kasian paman hanya tinggal sendirian disini,"Setelah mengobrol beberapa saat, Putri kemudian dia memperkenalkan lelaki yang datang b