PenggrebekanAku pun dengan sabar menunggu, hingga 'pesanan' Mas Hasan itu datang. Saat ini, nampak laki-laki itu, sedang menuju ke kamar mandi, dan beberapa saat kemudian, dia segera kembali.Ternyata Mas Hasan baru saja mandi, kini dia berdiri di depan meja riasku, dan mengusap beberapa bagian wajahnya yang lebam, karena kemarahan warga tadi pagi.Lalu dia pun mulai merapikan sedikit, kamar yang kondisinya amat berantakan itu, terutama ranjangnya."Nah, sudah bersih 'kan? Sekarang tinggal nunggu pesanan sampai. Waktunya untuk bersenang-senang. Melupakan semua yang telah terjadi hari ini. Persetan deh dengan Dewi, Fika atau pun si Sinta. Mati satu tumbuh seribu, hahaha.Yang penting sekarang waktunya happy-happy. Besok pagi waktunya mengeksekusi istri yang kurang ajar itu," ucap Mas Hasan dengan pongahnya.Karena mungkin kecapekan, Mas Hasan pun akhirnya ketiduran. Namun, malah aku kini yang tak bisa memejamkan mata, karena masih penasaran juga sih, hehehe.Aku pun kemudian, memindah
Tenanglah Di Penjara Mas.Pukul tujuh pagi, Bik Nur sudah menyiapkan makanan untuk kami. Lio pun telah ganteng dan wangi sekali, dan kini kubaringkan di ranjangnya."Ma...aku tadi pagi dapat kiriman video dari Roby. Video Papa digerebek di rumah baru kita. Mama tau nggak?"Pagi ini Fika terlihat heboh, karena tadi subuh, aku memang belum menceritakan semua kepadanya. Dan aku menjawab pertanyaanya itu hanya dengan seulas senyuman, karena aku ingin tahu, apa yang didapatnya dari orang lain itu."Duh...mama ketinggalan berita deh. Video kali ini lebih memalukan lagi, Ma. Karena di sana, Papa ngaku sih, kalau wanita itu adalah PSK gitu. Ampun deh...punya Papa kayak gitu malu-maluin aja. Padahal pagi sudah digerebek, eh malamnya kena lagi, emang dasar kebangetan.Dan kini, Ma. Papa itu sudah diamankan pihak berwajib alias polisi, karena sempat melawan dan bertindak anarkis!" ucap Fika bersemangat.Tak kulihat ada kesedihan di mata putriku itu, meski dia tahu bahwa saat ini, papanya itu t
Bab 32TAMU SELEPAS SUBUH 32Rumah Adelia 1Kami pun segera pergi dari kantor polisi itu, kini gantian aku yang menyetir mobil."Mama yakin mau nyetir? Tadi katanya ngantuk?" kata Fik."Yakin, Sayang. Ngantuknya sudah hilang, karena ketemu Papamu tadi, hahaha."Kami pun kemudian tertawa bersama, dan sedikit menertawakan keadaan ini. Tentu saja karena perbuatan mas Hasan itu, kami berdua pasti jadi kena imbasnya, ikut kena malu juga."Kok bisa ya, Ma. Papa itu kayak sikapnya berubah jadi seperti itu, jadi kayak nggak punya malu. Aku makin malu saja deh, ah capek deh kalau ngomongin kelakuan Papa. Mending mikir yang lain, hehehe.""Betul, sekarang nggak usah lagi mikirin Papamu. Mendingan kini kita fokus pada masa depan kita dan juga Lio. Biar polisi yang menangani dia. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita panen. Ambil saja hikmahnya, Fik, agar kita lebih hati-hati untuk kedepannya," ucapku sembari fokus menyetir.Dua jam perjalanan terasa begitu cepat, demi mencari kebenaran tent
32b"Mari silahkan duduk dulu, saya panggilkan orangtuanya ya."Kami berdua pun langsung duduk di sebuah kursi tamu, yang nampak sederhana itu. Di tembok, terpajang beberapa pigura besar, yang sepertinya menunjukkan foto keluarga ini.Dari foto-foto itu, aku menyimpulkan jika keluarga ini hanya memiliki dua orang anak, dan itu adalah Arum dan Adelia. Wajah keduanya hampir mirip, sama-sama cantik.Lalu, bagaimana kira-kira respon mereka, jika tahu kedua putrinya saat ini telah meninggal dunia, dalam waktu yang hampir bersamaan? Ya Allah, membayangkan saja aku sudah tak tega.Sepasang orang tua keluar, dengan pakaian yang amat sederhana, raut sedih terlihat di wajah keduanya. Usia mereka kuperkirakan tak jauh berbeda dariku, hanya saja mungkin perbedaan tempat tinggal, aku di kota dan mereka di desa, membuat kami sedikit berbeda."Mbaknya ini, temanya Adelia?" tanya si bapak pada Fika, memulai obrolan siang ini."Iya, Pak," jawab Fika gugup.Mungkin saat ini, Fika sedang bingung ingin m
Bab 34"Innalilahi wa innalillahi rojiun," ucapku dan Fika secara bersamaan.Hati orangtua mana yang tak hancur, saat kehilangan anaknya secara tiba-tiba dan tak terduga? Saat berangkat, Arum sehat walafiat tapi sepuluh menit kemudian, dia malah sudah meninggal dunia. Ya Allah, aku sungguh tak bisa membayangakan bagaiamana perasaan mereka saat itu."Setelah kepergian Arum, kami masih terus mencoba menghubungi Adelia, namun tak pernah bisa, hingga akhirnya kami pun pasrah, tak lagi mencari Adel.Namun, dua hari yang lalu, istri saya bermimpi bertemu dengan Adelia. Katanya dalam mimpi tersebut, Adel menangis dengan memakai pakaian compang-camping, sepertinya sedang meminta tolong.Nah, saat itu kami mulai bingung lagi mencari Adel, karena firasat kami mengatakan dia sedang dalam bahaya, " ucap si bapak lagi sambil menyeka air matanya.Sementara ibunya Adel, terus saja menangis, dan tentu saja aku tahu apa yang kini tengah dirasakannya.Dua hari yang lalu? Berarti itu adalah hari di mana
Bab 35"Ya seperti itulah, Pak. Saya awalnya pun tak percaya, tapi semua bukti yang Adel taruh di dalam tas bersama bayi Lio, membuat saya menjadi yakin, jika Adel adalah simpanan suami saya,"jawabku pelan.Membicarakan hal ini, tentu saja rasanya seperti menguak kembali luka di hati ini."Ya Allah, maafkan anak saya ya, Bu. Padahal sejak kecil, kami selal menanamkan ilmu agama padanya, tapi kenapa kemudian sikapnya berubah menjadi seperti ini? Kami benar-benar minta maaf, Bu."Kembali si bapak berujar, kali ini kulihat ada penyesalan dan rasa bersalah di matanya."Tak perlu meminta maaf, Pak. Insyaallah saya sudah mengikhlaskan semuanya. Dan jujur, saya merasa amat terbantu, karena Adelia lah, saya jadi tahu bagaimana kelakuan suami saya diluaran sana, Pak.""Terima kasih banyak, Bu. Sudah berlapang dada memaafkan kesalahan Adelia, semoga kedepanya, Ibu dan keluarga makin bahagia," ucap si bapak lagi sambil tersenyum."Amiiin," ucapku dan Fika secara bersamaan."Bisakah kami minta ba
Bab 36Kedatangan Jenazah Adelia"Permisi, selamat siang! Apa benar ini rumah Adelia?!" tanya salah satu petugas polisi itu.Dua orang laki-laki yang tadi sedang duduk di depan kami pun, langsung berdiri, dan mendekat ke ambang pintu."Iya benar sekali, Pak. Saya orangtuanya. Mari silahkan duduk," ucap si Bapak.Kedua petugas itu pub segera duduk, tepat berderetan dengan tempat duduk Fika."Sebebarnya ada apa ya Pak, dengan Adelia anak kami? Sudah satu bulan terakhir ini dia tak ada kabar sama sekali, " ucap bapaknya Adelia, yang kini kutahu namanya Supar itu."Kami ingin mengabrakan tentang penemuan mayat Adelia, dua hari yang lalu," ucap salah satu petugas to the point."Apa maksudnya ini, Pak? Anak saya Adelia tak mungkin meninggal!" teriak Bu Supar tiba-tiba.Polisi kemudian mengeluarkan beberpaa bukti, berupa foto dari jenazah Adelia kemarin. Saat aku ikut melihat, ternyata fotonya tak jauh berbeda dengan yang diambil Fika kemarin.Setelah melihat apa yang ditunjukkan polisi ters
Bab 37"Jangan, Bu. Nanti saja kalau sudah genap kita mengirim doa untuk Adelia, baru kita bertandang ke rumah Bu Dewi. Hari ini juga, kata petugas tadi, jenazah Adelia akan diantar, jadi kita sekarang harus siap-siap.Dua jam lagi, pasti sudah sampai di sini, lebih baik, sekarang kita bersiap dulu. Biarlah cucu kita bersama Bu Dewi dulu untuk sementara ya, Bu," ucap Pak Supar berusaha menenangkan istrinya."Benar apa yang diucapkan Bapak, Bu. Dan nanti satu minggu lagi, saya janji akan mengantar Lio kesini," ucapku sembari tersenyum.Akhirnya bu Supar pun mau mengerti dan percaya pada kami. Lalu semuanya mulai mempersiapkan kedatangan jemazah Adelia,begitu pula aku dan Fika pun ikut membantu."Ma, apa ikhlas menyerahkan Lio. Aku kok nggak ikhlas ya," ucap Fika sambil tersenyum."Mama juga sebenarnya nggak ikhlas, Fik. Tapi mau bagaimana lagi, mereka leboh berhak dari pada kita. Karena kasihan juga mereka jika Lio tak dibawa ke sini," jawabku lirih."Tapi, Ma. Adel kan sudah menitipka