Bab 66Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)Apa yang keluar dari mulut ibu tak ubah seperti sebuah perintah yang mutlak bagi kami. Tak hanya kami para anak-anaknya saja yang takut, bahkan bapak juga. Apalagi ibuku ini memang seorang pemarah dan juga gampang menjatuhkan tangan. Alhasil kami selalu menganggap dia seperti momok.Akhirnya, tentu saja mau tak mau aku pun akhirnya mau saja untuk menikah meski dengan sangat terpaksa.Mas Supar adalah tetangga desakku, saat kami menikah dulu dia sudah berumur dua puluh lima tahun. Dia bukan berasal dari keluarga yang kaya raya, hanya saja dia memang pernah bekerja di kota. Jadi saat kami menikah dulu, dia memberikan mas kawin berupa sebuah kambing, yang akhirnya dijual juga oleh ibu."Ingat ya, Nur. Jangan sampai sekali-kali pun kamu membangkang pada suami dan juga pada mertua kamu. Karena kalau sampai hal itu terjadi, ibu nanti ikut malu! Awas ya kamu!" Ancam ibu ketika hari pernikahan kami tiba.Aku pun mengangguk dengan pelan, tak kuasa untu
Bab 67Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)"Kenapa sih Mas kita harus punya anak kembar seperti ini! Aku itu capek jika harus memberikan ASI pada mereka berdua! Malas aku!" Hidupku yang beberapa bulan susah merasa amat bahagia karena dijadikan ratu oleh mertua dan suami, akhirnya harus berubah seratus delapan puluh derajat sejak kelahiran Arum dan Adelia itu. Kedua bayi itu hanya membuat aku makin pusing saja setiap hari. Gara-gara mereka juga aku pun tak lagi bisa tidur dengan nyaman. Meski Mas Supar dan mertua sering membantu dan memberikan nasehat, tentu aku masih saja tak suka pada mereka. Belum lagi karena mereja berdua, tubuhku pun menjadi lebih gendut saat itu Mungkin memang karena ibuku dulu adalah wanita yang jahat, akhirnya aku pun memperlakukan kedua anakku dengan hal sama seperti yang ibu lakukan dulu. Hingga kemudian mertuaku pun meninggal, dan tebtu saja aku makin menjadi saat itu."Dek, kamu jangan terlalu jahat dong pada Arum dan Adel. Mereka itu anak baik loh dan mer
Bab 68Pov Bu Supar(Ibu Almarhum Adelia)"Begini, Pak. Kedatangan saya kesini adalah untuk memberikan sebuah penawaran yang menggiurkan untuk Bapak dan Ibu."Seorang lelaki yang belum pernah kami kenal sebelumnya, malam itu datang sekitar dua hari setelah berita kematian Adelia."Penawaran apa ya Pak? Mohon maaf saat ini kami sedang berduka," jawab Mas Supar yang memang sangat terpukul dengan kepergian Adel dan Arum yang hampir bersamaan itu.Aku pun tentu sebenarnya terpukul dengan kematian si kembar itu, tetapi tentu tak sedalam Mas Supar. Aku nggak lebay kok, memang karena sudah takdir bukan?"Saya akan memberikan kalian uang lima puluh juta, jika kalian mau mencabut tuntutan pada Pak Hasan," ucap lelaki itu sambil menatap wajah kami bergantian.Mas Supar langsung meradang dan berdiri saat itu. " Apa kamu bilang? Kamu mau membeli kami? Nyawa anakku hanya kamu hargai dengan lima puluh juta?" Suamiku itu sungguh sangat emosi."Bukan begitu Pak. Tolong tenang dulu dong. Kita bicaraka
Bab 69Jika pikiran ini bisa untuk berpikiran positif, tapi nyatanya hati ini tidak. Bayangan pengkhianatan yang dilakukan oleh Mas Hasan benar-benar membuatku takut.'Tidak, ini tak benar! Aku tak boleh cemburu buta! Mereka hanya bercanda layaknya ayah dan anak!' Kembali aku mencoba menepis semua itu.Segera kulangkahkan kali dengan pelan dan tanpa suara menuju ke dapur. Tetapi kuurungkan niat untuk mengambil air itu, karena pasti akan mengeluarkan suara dan menganggu mereka.'Dari pada terus berpikiran buruk seperti ini, lebih baik aku mendatangi merrka!' gumamku lagi dalam hati.Kembali aku pun mengendap, dan mendekati mereka dari belakang. Nesya dan Mas Hasan duduk dalam satu kursi panjang, dan bahkan nampak teman putriku itu sampai memukul Mas Hasan menggunakan bantal kecil.'Ah, pikiran apa ini? Nggak boleh mikir yang aneh Dewi!' gumamku lagi."Nesya, kamu kok belum tidur?" tanyaku akhirnya dengan suara kubuat sebiasa mungkin.Keduanya tentu langsung menoleh ke belakang kaget ka
Bab 70Kumandang adzan subuh pun sukses membangunkan aku saat ini. Gegas aku pun mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat. Aku hanya mengerjakan shalat sendirian, karena memang Mas Hasan sangat sulit untuk dibangunkan ketika masih sangat pagi seperti ini. Ini merupakan salah satu perbedaan suamiku itu dulu dan sekarang. Dulu sebelum insiden Adelia, kami selalu melaksanakan shalat jamaah ketika Dia berada di rumah. Tetapi kini, malah aku jarang sjelai melihat dia melakukan perintah agama itu. Terserah saja, yang penting aku sudah sering kali mengingatkan.Setelah melaksanakan shalat subuh, aku pun akan mengajak Lio untuk jalan-jalan mengelilingi lingkungan ini. Alhamdulillah pagi ini bayiku itu sudah sehat dan tak dengan lagi. Segera kutaruh Lio di stroller dan keluar dari rumah."Ma ... mau jalan-jalan kan? Fika ikut ya," ucap Fika yang tiba-tiba sudah ada di belakangku sambil tersenyum."Tentu dong. Tadi mama sebenarnya sudah ingin bangunin kamu. Tetapi takutnya kamu masib cape
Bab 71Kalimat terakhir dari jawaban yang diberikan oleh Fika itu, membuat aku melongo. Karena menurutku, berarti Nesya saat ini sedang terobsesi menjadi seorang yang kaya bukan? Sedangkan orang biasanya sih orang yang terobsesi itu akan melakukan segala hal dewi mewujudkan mimpinya. "Kamu kok bisa tahu hal itu, Fik?" Kembali aku bertanya karena memang belum merasa puas.Jika menghembuskan nafasnya kasar. "Tahu dong, Ma. Nesya itu nggak begitu banyak punya teman di kampus, rasanya teman dekat dia hanya aku saja deh. Jadi, aku sudah hafal sekali dengan melakukan dia. Kadang pun dia curhat juga tentang masalah kehidupan pribadinya. Dia itu sebenarnya sih sudah malas pulang ke penari asuhan. Cita-citanya hanya ingin menjadi kaya!" Penjelasan Fika semakin menambah rasa curiga dalam diriku. Sebuah pikiran buruk pun berkelebat saat itu juga. Apa Lagi saat ini kan banyak sekali perempuan muda yang mengejar lelaki kaya dan sudah beristri hanya demi harta dan kemewahan. Seperti hal nya Adel
Bab 72Pagi ini aku dan Fika kembali ke rumah agak siang, karena tadi kami sempatkan membungkus soto daging yang terletak di pojok kompleks terlebih dahulu. Karena memang terkenal enak dan harganya terjangkau, pembeli harus rela antri apa lagi ketika weekend seperti ini.Aku dan Fika sepakat untuk berpikiran yang positif pada Nesya dan Mas Hasan. Sepertinya hubungan mereka hanya seperti ayah dan anak saja. Karena Fika pun yakin jika temannya itu anak baik-baik.Ketika telah sampai di rumah, malah ternyata Bi Nur telah siap dengan menu sarapan paginya. Nesya dan Mas Hasan pun juga telah duduk di meja makan."Mama dan Fika dari mana aja nih? Kok baru pulang? Tadi Papa coba hubungin ponsel kalian tapi ternyata nggak bisa, malah ponsel Mama juga ada di rumah." Mas Hasan menyambutku dengan beberapa pertanyaan."Lagi bungkus soto Pak Karimun ini tadi, Mas. Maaf ya tadi nggak ngasih kabar. Kamu dan Nesya sarapan dulu saja, biar aku dan Fika membersihkan diri dulu," ucapku sambil tersenyum. N
Bab 73Mas Hasan dan Nesya pun terus meyakinkan aku dan Fika jika mereka tak memiliki hubungan yang salah. Akhirnya, aku dan Fika menjadi percaya. Bahkan kami pun mengajak Nesya untuk berlibur ke kota Yogyakarta saat itu. Lumayan meski hanya dua hari, tetapi itu sudah bisa membuat pikiranku kembali tenang.Mas Hasan pun membelikan aku satu set perhiasan emas saat kami berada di kota gudeg. Pun Fika mendapatkan satu buah ponsel keluaran terbaru. Tentu saja kami merasa senang sekali saat itu. Pesta kebersamaan itu pun akhirnya harus selesai, karena mereka harus kembali beraktifitas. Mas Hasan malah terlebih dulu sejak pagi pamit berangkat ke luar kota, karena ada pembukaan proyek BUMN yang baru. Setelah ini Fika dan Nesya pun akan kembali ke Malang. Akhiranya rumah akan kembali sepi, hanya ada aku Lio dan juga Bi Nur saja."Ma, Fika berangkat dulu ya. Jangan mikir yang macam-macam lagi. Fika akan terus menyelidiki tentang Nesya juga nanti disana, " ucap Fika saat pamit ke kamarku sebel