“Tumben kamu datang ke sini, Kaisar? Biasanya kamu hanya fokus berkutak dengan laptop dan berkas-berkas dalam ruanganmu itu.”
Kaisar tersenyum canggung. Mengikuti langkah Zeline memasuki Toko bunga.“Bukankah Om Dave juga seperti itu, Tante.”Zeline terkekeh kecil mendengar ucapan Kaisar yang menyindir Suaminya. Ya, karena memang hal itu benar adanya. Suaminya, putranya sama saja.“Ya, kamu benar.” Zeline menghentikan langkahnya tepat di samping meja yang ada di dalam toko bunga, lalu berbalik menatap pria yang terlihat rapi dengan setelan jas hitam di hadapannya itu.“Tante yakin, jika kamu ke sini tidak hanya untuk menyindir suami tampanku.”Kaisar tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya. “Aku ingin membeli bunga.” Ucap Kaisar, melirik sekilas ke arah Adelia yang hanya menunduk tanpa mengeluarkan suara.Zeline mengangguk mengerti. “Kamu ingin ke rumah sakit pagi ini?” tanya Zeline, mendapat anggukan dari Kaisar.“Adel, tolong siapkan bunga lily.” Lanjutnya memberi perintah pada Adelia.Gadis itu mengangguk. Segera berlalu melewati Kaisar untuk menyiapkan bunga lily.Kaisar hanya diam di tempatnya. Fokus menatap Adelia yang terlihat begitu serius dengan pekerjaannya. Kedua tangan Kaisar terkepal kuat dengan rahang mengetat.“Ekhem!” Kaisar tersentak. Ia mengalihkan pandangan ke arah Zeline yang dengan sengaja berdeham.“Ada apa, Tante?”Wanita itu tersenyum penuh arti ke arah Kaisar, membuat Kaisar mengerutkan kening.“Kamu menyukainya, ya?”“Hah? Menyukai siapa?” tanya Kaisar dengan wajah terkejut.“Jangan berbohong. Aku mengetahuinya. Sejak tadi kamu terus menatap ke arah Adelia tanpa berkedip.”Kaisar menggeleng pelan. Menyukai? Tidak mungkin terjadi.Seringai kecil kembali terbit di bibir Kaisar. Pria itu menatap ke arah Zeline yang terlihat fokus menatap Adelia.“Tante tahu saja.”“Ya, tentu tahu. Dave juga begitu dahulu, saat dia melihat ke arah Ibumu.” Jelas Zeline dengan senyum di bibirnya. Wanita itu tidak marah atau kesal saat mengatakannya, karena ia tahu jika suaminya kini hanya menyukainya dan sangat menyayanginya. Jadi untuk apa mempermasalahkan masa lalu. Bahkan dia dan Rania juga sangat akrab.“Jadi kalau aku membawa dia ke mansion. Apa Tante akan marah?”Seketika Zeline menatap horor ke arah Kaisar, membuat pria itu tertawa pelan melihat reaksi istri dari sahabat Ayahnya itu.“Bukan seperti yang Tante pikirkan.”Zeline diam. Ia sedikit mendongak menatap wajah Kaisar yang tersenyum padanya.“Kamu sungguh-sungguh dengan hal itu?”“Tidak juga. Aku hanya membutuhkan pelayan di mansionku.”Kaisar meringis pelan saat Zeline memberikan cubitan di perutnya.“Berhenti bercanda, Kaisar.” Zeline menggeleng pelan.“Sebenarnya aku ke sini bukan hanya untuk membeli bunga, tapi juga ingin meminta bantuan Tante untuk membantuku mencari seseorang. Aku membutuhkan pelayan di mansionku.”Sesaat Zeline tampak berpikir mendengar hal itu, “memangnya di mana para pelayanmu sebelumnya?”“Mereka semua pulang kampung, Tante. Katanya ada urusan mendesak, jadi aku membutuhkan pelayan baru. Jika dia berkenan, dia juga bisa dan tinggal di mansion.” Ucap Kaisar. Walau sebenarnya ia yang memberikan cuti pada semua pelayannya untuk kembali ke kampung halaman masing-masing dan kembali saat Kaisar memanggil mereka.“Ini bunganya, Tuan.” Ucap Adelia yang kini berada di depan dua orang itu.Kaisar meraih bunga tersebut dengan senyum tipis, “terima kasih. Kalau begitu, aku pergi dulu Tante.”Kaisar melangkah keluar dari toko bunga. Meninggalkan Zeline yang berpikir karena ucapannya, serta Adelia yang masih menatap punggung Kaisar yang telah menghilang dari balik pintu.‘Aku sedikit ragu dengan hal itu,' batin Zeline lalu menatap Adelia yang hanya diam dengan mata fokus pada pintu.“Sudah sampai?” tanya seseorang di seberang telepon tanpa sapaan atau lainnya.“Bisakah kau menyapa lebih dulu sebelum bertanya, Logan.”Lion menggeleng pelan dengan kaki terus melangkah mendekati pintu keluar bandara.“Iya-iya. Sekarang jawab.”“Aku sudah tiba di Bandara, Logan.”“Kalau begitu, sebaiknya segera hubungi Revan agar menjemput Kakak di Bandara.” Ucap Logan di seberang telepon.Lion menghela napas pelan. Menggeleng sembari menghentikan langkahnya. Memijit pangkal hidungnya.“Aku bisa naik taksi, Logan. Berhentilah …” Seketika ucapanLion terhenti dengan tatapan mata tertuju pada sosok yang berdiri tidak jauh darinya.“Risya.” Guman Lion dengan kedua mata terbelalak.“Kak ...” panggil Logan saat mendengar suara samar Lion di seberang sana.“Taksi sudah menunggu. Aku matikan teleponnya, Logan.” Seketika Lion memutuskan panggilan sepihak, berlari meninggalkan kopernya mengejar siluet seseorang yang sesaat ia lihat sebelumnya.Perlahan langkah Lion terhenti di luar bandara. M
Perlahan sepasang mata yang terpejam mengerjap perlahan, hingga akhirnya terbuka.Tubuh Adelia mematung menatap sekeliling ruangan yang begitu asing. Ruangan yang terlihat begitu mewah, tapi entah kenapa membuat Adelia takut.‘A-aku ada di mana? I-ini bukan kamarku.’ Batin Adelia. Bulir keringat dingin mulai terlihat membasahi kening gadis itu, hingga suara berisik cukup mengusik telinganya saat ia mengerakkan kakinya.Kedua mata Adelia terbelalak menatap rantai besi yang melingkar sempurna di pergelangan kakinya, rantai yang terikat pada kaki ranjang mewah berukuran king size dalam ruangan itu.Adelia berusaha untuk melepaskan rantai itu, tetapi tak bisa. Tiba-tiba bayangan akan kejadian sebelum ia kehilangan kesadaran melintas di benaknya.Adelia ingat jelas, saat itu ia tengah keluar untuk membeli bahan makanan. Karena bahan makanan di kosnya sudah habis. Namun, saat dirinya berniat untuk kembali ke kosnya. Tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya, hingga Adelia kehilangan kesadar
Bram melangkahkan kakinya mendekati sepasang suami istri yang kini berdiri dengan raut wajah tegang menatap ke arah pintu ruang rawat di depan mereka.Revan menoleh saat mendengar langkah kaki mendekati. Menatap saksama sekretaris putranya.“Kamu sudah menghubungi Kaisar?” Tanya Revan yang dibalas anggukan kepala oleh Bram.“Raila ... Raila.”Revan segera memeluk tubuh Istrinya yang kini gemetar takut sambil menyebut nama Putri mereka.“Tidak apa-apa. Dia akan baik-baik saja.”Perlahan Rania mendongak, menatap wajah suaminya dengan mata berkaca-kaca. Padahal semuanya cukup baik beberapa menit yang lalu, tapi kenapa jadi seperti ini? Tubuh Raila tiba-tiba kejang tanpa sebab, membuat Rania yang saat itu duduk di dalam ruang rawat sontak berteriak memanggil nama suaminya.Revan dapat merasakan pundak Rania yang gemetar takut dalam dekapannya. Ia mencoba mengusap pelan punggung istrinya, berusaha untuk menenangkan meski jauh di lubuk hatinya ia juga khawatir.Beberapa menit kemudian.Sebu
Kaisar duduk diam di kursi kebesarannya. Pria itu duduk diam dengan tatapan lurus ke depan.Perkataan yang ia dengar semalam dari sosok ipar saudari Ayahnya, terus berputar tanpa henti.“Sebaiknya kau berganti pakaian dulu sebelum mendekati orang tuamu atau masuk ke dalam ruangan adikmu.” Ucap Lion dengan tatapan dingin, membuat Kaisar terdiam dengan menelan kasar ludahnya.Lion melangkah untuk pergi. Sesaat langkahnya terhenti tepat di samping Kaisar, menyentuh pundak pria muda itu lalu berucap pelan.“Aku tidak berhak mengatakan hal ini padamu. Tapi sepertinya aku perlu mengatakannya karena aku sudah menganggapmu seperti putraku sendiri.”Kaisar memalingkan wajahnya hingga menatap lekat wajah Lion.“Jangan berhubungan dengan hal yang tidak baik. Seburuk apa pun amarahmu, jangan bertindak gegabah. Kedua orang tuamu pasti tidak ingin melihat salah satu anak mereka memiliki sisi seperti itu.” Lion menepuk pelan pundak Kaisar, kemudian melangkah pergi meninggalkan Kaisar yang terdiam me
Seorang pria tengah memeriksa keadaan wanita yang terbaring di atas tempat tidur mewah, sosok yang terlihat begitu pucat.“Bagaimana keadaannya?” Sontak pria itu menoleh mendengar pertanyaan tersebut, “dia baik-baik saja ‘kan?”Seketika wajah pria itu berubah datar. Apa wajah pucat pasi dengan luka di kening bisa dibilang baik-baik saja? Heh! Apa pria yang bertanya itu adalah manusia?Ia menghela napas pelan, “sekarang sudah membaik. Untungnya Anda segera menghubungi saya, jika telat sedikit saja maka saya tidak akan menjamin keselamatannya.”Rahang kaisar mengetat marah. Tetap mencoba mendatarkan ekspresinya agar pria berstatus dokter di hadapannya itu tak melihat kemarahan di wajahnya.“Terima kasih, Dokter Arya.” Ucap Kaisar sedikit membungkuk.Dokter Arya kembali menggeleng pelan. Sebagai dokter yang bekerja dibawa naungan keluarga Argantara, ia hanya bisa diam tanpa berani bertanya lebih jauh akan penyebab kondisi mengenaskan wanita yang ia periksa. Apalagi saat ini dia berhadapa
Tubuh Lion mematung dengan napas tercekat di tenggorokan kala sosok wanita keluar dari balik tirai itu. Bibir Lion mengatup rapat dengan rasa gemetar yang tiba-tiba terasa di tubuhnya.“Ah, dia siapa?” Wanita itu sedikit berbisik pada pria muda itu. Sedikit mengerutkan keningnya kala merasa jika wajah yang kini berada di hadapannya terlihat tidak asing.“Dia dokter yang akan memeriksa kakek, Mom.” Sahut Liorand menatap wanita yang tidak lain adalah Ibunya.‘Mom?’ batin Lion bertanya-tanya dengan perasaan sesak di dadanya.“Oh, begitu.” Ia tersenyum, lalu mengulurkan tangan pada Lion.“Halo, dokter.” Wanita itu tetap tersenyum manis, menatap saksama wajah yang benar-benar terasa tidak asing hingga membuat jantungnya berdetak kencang.Sesaat Lion menatap uluran tangan wanita itu. Wanita yang selalu menghantui tidurnya tanpa kenal waktu. Malam, siang, dan pagi. Hanya terbayang wajahnya setiap saat.Wajah yang membuat hidupnya cukup kacau karena rasa kehilangan.“Risya,” gumam Lion dengan
“Saya sungguh tidak tahu apa-apa, Tuan. Sungguh saya tidak tahu apa pun.” Lirih Adelia tepat di hadapan sosok jangkung yang tengahmenatapnya datar. Sosok yang baru saja memasuki kamar itu terlihat tak peduli, hanya diam bagai patung dengan tatapan menusuk.“Ha’ah.” Kaisar menghela napas, membuat tubuh Adelia tersentak. Mendongak dengan ragu, hingga tatapannya bertemu dengan tatapan tajam Kaisar yang siap menusuknya kapan saja.“Apa menurutmu ada pencuri yang akan mengaku sebagai pencuri?” Kaisar balik bertanya dengan nada tak peduli.Ia baru saja tiba di mansionnya. Memutuskan untuk segera masuk ke dalam kamar dan memeriksa kondisi Adelia, karena Kaisar tidak ingin penjahat yang melukai adiknya mati begitu saja tanpa adanya penderitaan.Namun, hal yang ia dapati saat masuk sungguh mengejutkannya. Sosok Adelia tiba-tiba mendekat dan bersimpuh di hadapannya dengan kaki yang terantai.Kaisar tersenyum miring. Dilepaskan? Bersusah payah dirinya mencari selama beberapa bulan tanpa henti d
"Kaisar..."Seketika Kaisar tersentak dari lamunannya. Pria itu menoleh menatap Sang Ibu yang terlihat khawatir di sampingnya."Iya, Mom?" ucap Kaisar menatap lekat mata Rania yang begitu menenangkan, hingga membuat ia sesaat lupa akan masalahnya."Kamu baik-baik saja?" Rania bertanya dengan ragu. Sudah sejak tadi ia memperhatikan Putra sulungnya itu.Sejak Kaisar memasuki ruang rawat Raila, pria itu lebih banyak melamun tanpa mengeluarkan sepatah kata.Ya, walau memang pada dasarnya putranya itu cukup pendiam. Ia jadi merindukan Putra kecilnya yang cerewet.Kaisar tersenyum lembut menanggapi pertanyaan Sang Ibu. Ia mengangguk pelan, "aku baik-baik saja, Mom. Tidak perlu khawatir."Kaisar meraih tangan Ibunya. Menggenggamnya erat, hingga suara dehaman membuat ia mengalihkan pandangan ke sumber suara.Sosok pria setengah baya kini tengah menatapnya tajam, seperti menatap musuh yang siap dilenyapkan. Siapa lagi jika bukan Ayahnya."Aku anakmu, Dad." ucap Kaisar melepaskan genggam tangan