Share

Ingatan Lady Viscaria

Godfrey masuk membawakan sebuah set peralatan minum teh. Dituangkannya teh Chamomile yang masih panas itu ke dalam dua cangkir berwarna keemasan.

“Terima kasih, Godfrey,” puji Lady Viscaria. “Kau bisa tinggalkan tekonya di sini.”

Tanpa berkata sepatah katapun, kepala pelayan itu segera memberi hormat dan meninggalkan ruangan.

“Ini ada hubungannya dengan sebuah kasus yang pernah Dia tangani beberapa tahun yang lalu—yang melibatkan seorang Perdana Menteri, istrinya dan seorang wanita yang menjadi guru les anak-anak mereka,” jelas Lady Viscaria. “Indikasinya memang tipis, samar—tapi Dia yakin jika Ludwig dan komplotannya ada di balik kasus itu.”

“Apa yang terjadi?” tanya Azalea dengan tidak sabar.

“Pernah dengar nama Regen Whetherby? Dulu pernah menjabat sebagai seorang Perdana Menteri.”

“Maksudmu si public figure yang, rumornya, memiliki kekuatan yang setara dengan kaum bangsawan itu?”

“Oh, tentu jika kau lebih mengenalnya seperti itu,” gerutu Lady Viscaria. “Tentunya, tidak asing juga bagimu untuk mendengar tentang kematian tragis istrinya?”

“Ah, tentang itu..” Azalea sedikit ragu-ragu. “Kupikir, wawasanku tidak seluas yang kau kira.”

Lady Viscaria mendesah dengan berat. Dia berdiri dan berjalan menuju sebuah lemari  di sudut ruangan. Dibukanya laci kedua dari atas dan diambilnya sebuah amplop yang warnanya sudah bukan lagi warna aslinya. “Pada suatu pagi di bulan Oktober yang muram dua belas tahun yang lalu, Dia yang sedang memperhatikan daun-daun yang terbang dibawa angin menjauhi pepohonan asal mereka, dikejutkan dengan datangnya sepucuk surat yang dikirimkan oleh seseorang yang tidak dikenal-Nya. Sebaiknya kau baca ini dulu.”

Azalea membuka amplop itu dan mengeluarkan surat di dalamnya. Dia sedikit terkejut ketika menyadari bahwa surat itu ditulis tangan. Tulisannya mantap dan meyakinkan. Bunyinya sebagai berikut.

Hotel RedSwan,

5 Oktober

Lady Viscaria yang terhormat,

Saya mengerti sepenuhnya jika, apabila saya gunakan istilah orang kebanyakan, ujian Tuhan yang sedang dijatuhkan kepada saya adalah akibat perbuatan saya sendiri. Sungguh, tragedi ini sangat meresahkan, bukan hanya kehidupan rumah tangga saya yang akan hancur tapi juga reputasi dan karir yang telah saya bangun di atas darah dan keringat. Anda pasti sudah mendengar duduk perkaranya, tapi saya katakan jika ini bukan merupakan kesalahan Sully Anne. Wanita yang sangat baik itu—yang bahkan tidak sampai hati membunuh lalat, tidak akan berani untuk membunuh istri saya! Lady Viscaria yang baik, saya tidak bisa menjelaskan semuanya di sini. Saya akan berkunjung pukul sepuluh besok.

NB:

Keluarga Wisteria terkenal dengan kebijaksanaannya, dan Anda merupakan seorang pemimpin termuda yang pernah ada dalam sejarah keluarga bangsawan tersebut. Saya menantang Anda untuk menunjukkan kemampuan dan kebijaksanaan Anda dalam memecahkan permasalahan ini.

Hormat saya,

Regen Whetherby

“Dia pikir dia siapa!?” geram Azalea.

Lady Viscaria secara terang-terangan mengabaikan respon yang ditunjukkan Azalea dan menyeruput teh Chamomile-nya dengan tenang.

“Dia akan berbaik hati dan hanya akan memberikan fakta-faktanya saja. Regen Whetherby adalah seorang pria berkarakter yang sifatnya garang, tapi dihadapan masyarakat, dia dikenal sebagai seorang Perdana Menteri yang selalu berada di jalan kebenaran. Istrinya yang berpenampilan menarik dan memiliki daya tarik seksual tinggi, Jeanice Whetherby, adalah seorang aktris muda yang sedang naik daun. Namun, keputusannya untuk berhenti dari dunia hiburan dan memilih hanya menjadi ibu rumah tangga cukup mengecewakan banyak penggemarnya. Rumor yang beredar mengatakan jika setelah melahirkan putri mereka, Jeanice terlihat jauh lebih tua dan dianggap telah melalui masa jayanya. Malang baginya, di tengah keluarganya muncul seorang guru les yang kecantikannya memikat hati suami yang sangat dipujanya. Itulah ketiga titik—tokoh yang terlibat, dan lokasi kejadiannya adalah sebuah bangunan bangsawan kuno yang terletak cukup jauh dari rumah-rumah penduduk.”

“Aku cukup bisa menebak arah kasus ini,” gumam Azalea sambil memainkan ujung rambutnya.

“Pada hari yang dijanjikan, bukan Regen Whetherby yang datang berkunjung.” Lady Viscaria melanjutkan. “Melainkan kepala pelayan OldHall, bangunan bangsawan kuno yang ditempati pria arogan itu. Treves Royde, si kepala pelayan, bertubuh kurus, gemetaran, dan matanya terlihat sangat lelah. Dia menceritakan situasi yang sedang menghantui OldHall dan menyampaikan keinginan majikannya bahwa dengan cara apapun, Lady Viscaria harus datang berkunjung. Dengan berbagai macam pertimbangan, Dia setuju untuk ikut dengannya."

"Situasi macam apa?"

"Jeanice Whetherby selalu memaksa suaminya untuk mengusir Sully Anne karena wanita itu merasa jika si guru les akan membunuhnya kapan saja. Dia merengek dan bertingkah berlebihan setiap kali melihat Sully Anne. Namun demikian, sang suami mengabaikan hal itu dan mengatakan jika Sully Anne adalah wanita baik-baik yang tidak akan berbuat apapun seperti yang dibayangkan Jeanice Whetherby. Well, sialnya, para pelayan mulai bergosip dan mulai berpikir yang tidak-tidak. Agaknya, situasi di OldHall menjadi semakin rumit ketika salah seorang pelayan mendengar rumor tentang hubungan seksual antara Tuan Besar Regen Whetherby dengan si guru les, Sully Anne."

Azalea menggelengkan kepalanya, "Klasik!"

“Sore itu juga Dia tiba di OldHall. Seperti namanya, bangunan itu benar-benar sangat kuno. Kastil dua lantai dengan halaman yang luas itu berada di tengah-tengah pegunungan yang lebat hutannya, jauh dari rumah penduduk lainnya, dan terlihat begitu kesepian. Di kejauhan, Dia melihat sebuah istal—kandang kuda yang cukup besar berada di sebelah timur bangunan itu. ’Kosong, tapi kami berencana untuk mulai membeli beberapa Quarter Horse—dan mungkin juga Thoroughbred,’ jelas Jeanice Wheterby sambil tersenyum saat menyambut kedatangan-Nya. Wanita itu memang terlihat lebih tua daripada usia aslinya, tapi ada sesuatu di wajahnya yang masih terlihat menarik.

“Ketika jam makan malam tiba, Dia bertemu dengan seluruh anggota keluarga itu. Regen Whetherby terlihat gembira dan menyombongkan tempat tinggalnya. Jeanice Whetherby berpenampilan terlalu mencolok—off shoulder dress yang panjangnya di atas lutut, dia terlihat begitu mendambakan perhatian suaminya. Di sisi lain, Sully Anne terlihat cantik meski tidak begitu berusaha untuk menunjukkannya, tapi Dia yang selalu memperhatikan menyadari adanya kekosongan dan tekanan dibalik makeup-nya. Frederica Whetherby, putri tunggal pasangan itu, terlihat sibuk bercanda dengan seorang gadis yang seumuran dengannya—sekitar delapan atau sembilan tahun. Dan seorang bocah laki-laki yang memiliki fitur-fitur wajah yang mirip dengan si gadis, dia hampir tidak memedulikan lingkungan sekitarnya kecuali makanan yang ada di hadapannya.”

“Rasanya sesuatu yang buruk bisa terjadi kapan saja,” gumam Azalea.

Lady Viscaria mengangguk setuju.

“Sully Anne meminta diri di tengah-tengah jamuan makan malam itu. ‘Maafkan saya Lady Viscaria,’ katanya dengan lembut. ‘Anda adalah seorang Lady yang luar biasa. Suatu kehormatan bisa berada di satu meja yang sama dengan Anda, tapi sungguh, saya merasa harus beristirahat sekarang.’ Sebelum memberikan jawaban-Nya, Dia sempat melirik Jeanice Whetherby dan menangkap senyum tipis yang disembunyikan dibalik bibir gelas anggurnya. Dia mengangguk pada Sully Anne dan wanita itu langsung pergi meninggalkan ruang makan. Si kembar bertukar pandang dan si gadis memutuskan untuk mengikuti ibu mereka, tapi Frederica memintanya untuk tetap tinggal—gadis itu mengurungkan niatnya dan kembali duduk.”

“Lalu, bagaimana dengan tragedi itu?” tanya Azalea.

“Sekitar pukul satu dini hari Dia mendengar ribut-ribut di lorong. Dia bergegas keluar dari kamar-Nya dan bertanya pada salah seorang pelayan yang pucat wajahnya. ‘Nyonya Jeanice. Nyonya—’ isaknya. Setelah gagal memperoleh informasi, Dia menerobos keluar dan mengikuti beberapa pelayan lainnya menuju sungai yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari OldHall. Di sana, Dia mendapati Regen Wheterby yang sedang bersimpuh memeluk tubuh tidak bernyawa istrinya. Mayat Jeanice Whetherby masih mengenakan pakaian yang dikenakannya waktu makan malam. Syal melilit di lehernya dan tidak satupun perhiasan diambil dari tubuhnya.”

Azalea bergidik mendengar penuturan Lady Viscaria, tapi dia berusaha menguasai dirinya. “Bagaimana dengan waktu kematiannya?”

“Pembunuhan tampaknya dilakukan beberapa jam sebelumnya.”

“Apa kata polisi setempat—dan keterangan dokter?”

“Mereka sempat memeriksa keadaan mayat malam itu, tapi gangguan datang dari Regen Whetherby. Dia memaksa agar mayat istrinya diangkat masuk ke dalam rumah dan menentang siapapun untuk memeriksanya lebih lanjut,” jawab Lady Viscaria dengan kesal. “Dalam perjalan menuju OldHall, Dia mencibir penampilan pria itu, ‘Untuk sebuah insiden tidak terduga, Anda tampaknya begitu siap.’ ‘Maaf?’ tanyanya. ‘Semua pelayan—bahkan diri-Nya tidak terkecuali, tidak sempat berpakaian dengan benar. Tapi coba lihat Anda saat ini, tali sepatu boots kulit Anda diikat dengan rapi dan kuat. Sedangkan dari apa yang Dia perhatikan, Anda termasuk satu dari beberapa orang yang sampai lebih dulu di lokasi kejadian.’ Pria itu melotot tapi buru-buru menutupi keterkejutannya dengan mengatakan jika dirinya sedang berduka dan tidak ingin diajak bercanda.”

Azalea tidak berkomentar selama beberapa saat.

“Regen Whetherby dengan jelas berusaha melindungi si guru les dan seakan-akan tahu—atau memang itu rencananya, jika sebuah pembunuhan akan terjadi,” katanya setelah cukup yakin dengan apa yang dipikirkannya. “Belum lagi jika apa yang aku dengar tidak salah, Sully Anne juga memiliki motif yang jelas untuk melakukan pembunuhan; kalau si istri disingkirkan, dia punya peluang besar untuk menjadi pendamping seorang Perdana Menteri yang memang terpikat oleh kecantikannya. Asmara, kekayaan, dan pangkat akan berada dalam genggamannya!”

“Memang benar, sayangku,” ucap Lady Viscaria.

“Bagaimana dengan alibinya?”

Well, itu yang menjadikan kasus ini cukup menarik. Traves Royde mengatakan jika dia menemani majikannya di ruang baca sebelum waktu terjadinya pembunuhan. Dia meninggalkan Regen Whetherby setelah majikannya itu mengatakan bahwa dia akan tidur—selepas waktu terjadinya pembunuhan. Sedangkan untuk Sully Anne, wanita itu tidak memiliki alibi dan mayat Jeanice Whetherby menggenggam secarik kertas yang berisi janji pertemuan mereka di tempat yang kemudian menjadi lokasi pembunuhan.”

“Tulisan tangan Sully Anne?”

Lady Viscaria membenarkan.

“Apakah ada saksi mata yang melihat guru les itu di lokasi kejadian saat pembunuhan terjadi?”

“Berdasarkan keterangan salah seorang pelayan, Sully Anne terlihat berjalan dari arah lokasi pembunuhan. ‘Saya tidak begitu ingat pukul berapa, semua orang sudah tidur, dan di luar sangat gelap. Tapi saya yakin itu Nyonya Sully—Karena di rumah ini hanya ada dua wanita yang tinggi dan bentuk tubuhnya hampir sama; Nyonya rumah dan Nyonya Sully. Sedangkan beberapa menit sebelumnya saya menjumpai Nyonya rumah di pintu keluar. Benar, karena syal yang dililitkan di lehernya—itu memang milik Nyonya—tapi mantel yang dikenakannya belum pernah saya lihat sebelumnya. Tidak. Sebagian wajahnya tertutup syal dan rambutnya terurai, sehingga cukup sulit melihat wajahnya. Sayangnya tidak. Beliau tidak mengatakan apapun kepada saya.’ Begitulah yang dikatakannya saat menjawab pertanyaan-pertanyaan-Nya. Perlu diketahui bahwa warna rambut kedua wanita itu cukup mirip; merah kecokelatan.”

“Jadi, bagaimana kau bisa memecahkan kasus itu?”

“Dia yang waktu itu masih sangat muda berhasil menunjukkan kemampuan-Nya, tapi tidak dengan kebijaksanaan-Nya,” sesal Lady Viscaria. “Jeanice Whetherby memang dibunuh. Sejak pertama melihat syal itu, Dia merasakan sesuatu yang aneh—sesuatu yang tidak pada tempatnya. Syal itu tidak seharusnya berada di sana karena banyak alasan, salah satunya adalah pakaian yang dikenakan korban. Sangat tidak cocok!”

“Apa maksudmu? Udara malam di bulan Oktober sangat dingin,” sanggah Azalea. “Dan bukankah si pelayan juga mengatakan jika Jeanice mengenakan mant—”

Azalea berhenti di tengah-tengah kalimatnya karena menyadari sesuatu.

Off shoulder dress yang panjangnya di atas lutut!” pekik Azalea. “Syal itu memang menjadi sesuatu yang tidak cocok. Jika dia memang berniat untuk keluar malam itu, tentunya tidak dengan pakaian seperti itu. Tapi ke mana perginya mantel yang dikenakannya?”

“Bukan itu yang seharusnya kau tanyakan,” keluh Lady Viscaria. “Si pelayan tidak menyadari siapa yang dijumpainya di pintu keluar malam itu karena wajah si wanita tertutup oleh rambut dan syalnya. Ingatkah apa yang dikatakan pelayan itu mengenai kemiripan mereka berdua?”

“Jeanice Whetherby dan Sully Anne memiliki kemiripan yang tidak dimiliki siapapun di sana—tinggi dan bentuk tubuh. Belum lagi warna rambut yang mirip. Itu berarti, akan sangat mudah untuk salah satunya menyamar menjadi yang lain!”

“Tepat.” Lady Viscaria mengangguk setuju. “Mantel yang kau khawatirkan itu bukan milik Jeanice Whetherby karena sejak awal mantel itu dikenakan oleh Sully Anne.”

“Kalau begitu alasan dibalik syal yang melilit di leher korban itu adalah untuk menunjukkan bahwa yang dijumpai si pelayan itu memang si Nyonya rumah?”

“Bukan,” sanggah Lady Viscaria. “Syal itu ‘ditambahkan’ padanya karena suatu alasan—untuk menyembunyikan sesuatu. Ketika Dia yang merasa penasaran itu berhasil meloloskan diri dari Regen Whetherby, Dia sempat memeriksa korban. Di balik syal yang melilit di lehernya, Dia menemukan bekas kuku jari tangan di banyak tempat di leher korban.”

“Dicekik hingga mati—” kata Azalea lirih. “Pelakunya?”

“Sully Anne,” jawab Lady Viscaria. “Kondisi mentalnya sedikit tidak stabil saat mengakui perbuatannya. Regen Whetherby terlihat begitu shock. Polisi memaksa untuk tetap membawanya tapi Dia menolak—bukan karena Dia berpikir jika itu adalah pengakuan yang salah, bukan, melainkan karena Dia melihat suatu perasaan lain yang telah lama disembunyikan Sully Anne. Dia meminta seorang pelayan untuk menemaninya malam itu dan seorang petugas polisi untuk berjaga di luar kamar.

“Keesokan harinya OldHall kembali diributkan oleh sebuah perkara lain. Sully Anne tidak ditemukan di kamarnya—atau di manapun juga. Sungguh, tidak seorangpun berguna di sana. Di tengah-tengah keributan itu, Dia memutuskan untuk mencari di satu-satunya tempat yang diabaikan—istal di sisi timur OldHall, dan di sanalah Sully Anne berada.

“’Kita tidak bisa menahannya,’ tegas-Nya kepada para polisi yang geram.

‘Dia seorang pembunuh!’ protes salah seorang polisi.

‘Pelaku pembunuhan dengan gangguan jiwa terbebas dari hukuman sebab kegilaannya.’

‘Tapi semalam dia masih terlihat baik-baik sa—’

‘Tidak,’ sanggah-Nya. ‘Sully Anne tidak sadar telah melakukan pembunuhan. Apapun yang dikatakannya semalam tidak bisa diaggap serius. Lihat saja wanita ini! Dia bahkan tidak lagi mengenali siapa dirinya.’

Dia yang saat itu sebenarnya tahu bahwa Sully Anne masih dalam keadaan sadar saat membunuh Jeanice Whetherby memutuskan untuk mengirim Sully Anne ke rumah sakit jiwa. Itu karena jika Sully Anne dipenjara, Regen Whetherby akan dengan mudah mengurus berkas-berkas untuk mengeluarkannya, meskipun mungkin pria itu tidak akan melakukannya. Terbunuhnya sang istri dan gilanya wanita yang dicintainya sudah merupakan pukulan yang cukup menyakitkan untuknya, karena itu Dia memilih untuk tidak mengotori tangannya lebih jauh lagi. Begitu yang Dia pikir—”

Azalea menatap mata Lady Viscaria dengan penuh pertanyaan.

“Di malam Sully Anne mengakui perbuatannya, dia sempat mengucapkan sebuah nama yang tidak asing bagi-Nya—nama seorang kriminal yang pernah lolos dari hukuman-Nya. Dia menyebutkan nama Ludwig dengan penuh ketakutan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status