“Cambuk dia!” titahnya. “T-tuan, putri. Maaf, saya bersalah, Tuan putri. Saya tidak sengaja, Tuan putri,” lirih seorang pelayan yang tengah berlutut di hadapan seorang Tuan Putri yang dikenal kekejamannya. Berkali-kali pelayan wanita itu bersujud membenturkan keningnya ke lantai hinggga berdasarah demi meminta pengampunan dari sang Tuan putri. Akan tetapi, gadis yang dipanggil sebagai Tuan Putri itu sengaja mengacuhkannya. Justru amarah semakin memuncak kala dia merasa pelayan itu semakin mengesalkan. “Tunggu apa lagi? apa kalian tidak mendengarku?! Cepat bawa dia dan cambuk dia. Jangan lupa juga panaskan besi untuknya!” sentak Tuan putri kepada para bawahannya yang berada di sana. “B-baik, Tuan putri,” jawab para bawahan. “Tuan, Putri. Saya mohon ampuni saya. Tuan putri, tolong jangan hukum saya!” Pelayan itu terus berteriak meminta pengampunan dari sang Tuan putri sepanjang dia diseret keluar. “AAAARRGGGHHHH! AAAARRRGHHH!” Terdengar jeritan lantang tatkala algojo mulai menghuku
"Di mana Qiao Zhi Jing? kenapa beberapa hari ini aku tidak melihatnya? Dia juga sengaja bolos sekolah. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Bai Wuxin tanpa berbasa-basi kala mengunjungi Taman Aprikot yang tampak sepi dari biasanya. Seolah kediaman itu terasa telah mati, hanya menyisakan beberapa pengurus rumah yang senantiasa membersihkan halaman dan bagian dalam kediaman.Seorang paman tukang kebun yang mengurus halaman Taman Aprikot pun menjawab pertanyaan dari Bai Wuxin, "Maaf, Pangeran. Beberapa hari ini, Tuan Putri memang tidak pernah tinggal di kamarnya," jawabnya berterus terang."Tidak ada? lalu ke mana dia? apa pulang ke rumah keluarganya?" cecar Bai Wuxin, menebak-nebak."Tidak, Pangeran. Tuan Putri sengaja merahasiakan kepergiannya karena tidak ingin Anda mengkhawatirkannya. Sebelum pergi, Tuan Putri sempat berpesan agar saya menyampaikan pesan ini kepada Anda, 'karena kita bukan suami istri, aku tidak ingin membebanimu dengan menumpang tempat tinggal di kediamanmu.
Sreettt … Samar-samar Qiao Zhi Jing mendengar suara benda yang ditarik. Teringat dia pernah melihat Bai Wuxin berlatih panah. Ya, suara tarikan tali busur menghentikan langkahnya seketika.‘Dari manakah asalnya? Di mana musuh sedang bersembunyi?’ batin Qiao Zhi Jing. Was-was dengan kondisi sekitarnya yang tampak tenang, namun sangat mencurigakan. Seperti kata pepatah, tempat yang tenang adalah tempat yang paling berbahaya. “Ada masalah apa, Nona? Kenapa berhenti?” tanya Ban Xia. Heran karena Qiao Zhi Jing tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Tidak, aku hanya merasa … .”“Nona, awasss!!!” Ban Xia tanpa ragu menghadang panah demi melindungi Qiao Zhi Jing. Seketika netra Qiao Zhi Jing terbelalak kala menyaksikan Ban Xia yang terluka parah menggantikannya. Belum sempat Qiao Zhi Jing menuntaskan perkataannya, namun takdir mendahului perkiraannya.Tidak disangka, ternyata anggota pembunuh lainnya telah siaga berjaga di halaman belakang kuil. Qiao Zhi Jing merasa bersalah karena keputu
Setiap ruangan telah dijelajahi dan diperiksa dengan teliti. Namun, Bai Wuxin dan Hua Rong tak juga menemukan sesosok pun manusia di sana. Tatkala Bai Wuxin tiba di ruangan tempat biasa Qiao Zhi Jing berdoa, pada saat itulah ia menyadari tanda-tanda keanehan.Abu sisa dupa yang bertempat di depan papan leluhur terasa masih hangat kala Bai Wuxin menyentuhnya. Pada saat itulah Bai Wuxin menduga bahwa sisa abu dupa itu berasal dari dupa yang baru saja habis dinyalakan."Bagaimana, Pangeran? apa Anda menemukan sesuatu?" Hua Rong selesai menggeledah seluruh tempat, lalu bertemu Bai Wuxin di ruangan yang sama.Reflek Bai Wuxin menoleh ke arah Hua Rong yang tengah melangkah ke arahnya. "Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Bai Wuxin.Jawaban Hua Rong tertera jelas ketika dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Kuil itu benar-benar sepi. Rasanya semakin mencurigakan."Coba pegang ini," titah Bai Wuxin sembari menyodorkan wadah dupa kepada Hua Rong. Tak banyak bertanya, Hua Rong langsung saja menuru
"Sayang sekali, aku bukan penyuka barang bekas. Apalagi bekas Bai Wuxin sialan itu!" hina Bai Ruyu seraya menampar wajah Qiao Zhi Jing dengan kasar.'Dasar pria berengsek! beraninya kau menghinaku! siapa yang kau bilang barang bekas, hah?! asal kau tahu, aku belum pernah menyerahkan mahkotaku kepada siapa pun! Manusia hina! pria terburuk di dunia!' hardik Qiao Zhi Jing dalam batinnya. Hanya bisa bergumam dalam hati, karena mulutnya masih terekat rapat.Rasa panas dan perih menjalari pipinya. Tamparan Bai Ruyu sungguh membuat harga diri Qiao Zhi Jing terluka. Ingin segera dia membalaskan dendamnya. Namun, dia tanpa daya. Sungguh, Qiao Zhi Jing ingin menangisi nasibnya yang sial. Tak pernah ada hari baik sejak dia datang ke dunia asing yang aneh ini.'Dia? mungkinkah ... dia juga terlibat?' batin Qiao Zhi Jing tatkala pandangannya menatap ke arah sosok gadis yang berdiri di samping Bai Ruyu.Siapa lagi jika bukan Bai Qian Qian yang juga menjadi salah satu dalangnya. Guratan senyum terlu
Terjatuh dari ketinggian sekitar 5 meter, rasa nyeri di sekujur tubuh Qiao Zhi Jing terasa sangat menyiksa. Tampaknya, tulang rusuk dan pergelangan kakinya patah. Entah bagaimana cara mendeskripsikan rasa sakit yang diderita Qiao Zhi Jing saat ini. Karena terlalu fokus mendramatisir rasa sakitnya, Qiao Zhi Jing hingga tak sadar jika posisinya saat ini tengah berada di arena kandang harimau peliharaan Bai Ruyu. Qiao Zhi Jing baru tersadar tatkala mendengar suara auman yang menggelegar.Reflek Qiao Zhi Jing mengangkat kepalanya. Kabut tebal menyelimuti pandangannya. Samar-samar dia mencermati sosok harimau berukuran besar yang berjalan menghampirinya. Siap untuk menerkamnya dan menjadikannya santapan kapan saja."Apa aku akan mati sebentar lagi? Siapa pun, tolong aku. Tuhan memang tidak adil," lirih Qiao Zhi Jing. Volume suaranya terlalu lemah dan rendah. Pada akhirnya, dia dapat bersuara dan menggerakkan tubuhnya tatkala terjatuh ke bawah. Titik akupuntur yang mengunci tubuhnya pun a
"Bagaimana kondisinya?" tanya Bai Wuxin saat seorang tabib baru saja keluar dari kamar Qiao Zhi Jing.Tabib itu menghela napas sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Reaksi tabib itu semakin membuat Bai Wuxin semakin cemas. Bukan hanya Bai Wuxin saja, termasuk Hua Rong yang hanya diam pun dapat terpampang jelas dari wajahnya."Pergelangan kaki kirinya patah, namun masih bisa tersambung jika menjalani terapi dan perawatan rutin. Selain itu, tulang ada 3 tulang rusuknya yang patah membengkak. Untuk saat ini, saya hanya bisa meresepkan obat luar, karena obat dalam menolak masuk, sebab kondisi Tuan Putri sedang koma. Entah kapan beliau bisa siuman kembali. Serahkan saja kepada takdir," jelaskan sang Tabib.Kata serahkan pada takdir sungguh membawa pengaruh negatif. Jika menyerahkan segalanya kepada takdir, maka Qiao Zhi Jing tidak akan terluka hingga seperti saat ini. Takdirnya selalu buruk sejak jiwa lain mengambil alih tubuhnya, seolah itu adalah hukuman atas kejahatan yang pernah dila
“Dasar tidak berguna!”DUAAKK!!! “Bangun!” titahnya. Pemuda yang menerima tendangan itu bergegas bangkit, tanpa memprotes sedikit pun. DUAAKK!!! Tendangan keras menghantam untuk kedua kalinya. “Berani sekali kau mengkhianatiku! Yang satunya memusuhiku, satunya lagi mengkhianatiku. Tak ada satu pun yang memihakku. Kalian anak durhaka!” hardiknya. DUAKKK!!!BUKK!!!BUKK!!!BUKK!!!Tendangan keras menghantam dada seorang pemuda yang berlutut di hadapan seorang pria paruh baya. Emosi yang telah menguasainya telah mengendalikan dirinya untuk berbuat kasar terhadap putranya sendiri. Pria paruh baya itu adalah Kaisar Bai. Sedangkan pemuda yang dilukainya adalah anak pertamanya, Bai Ruyu. Setelah mendengar pernyataan dari Bai Wuxin, beserta bukti-bukti konkret yang dijadikan bukti, seketika saat itu juga Kaisar Bai amat murka. Tak disangka, ternyata putranya sendiri mengkhianatinya, termasuk mengkhianati negaranya sendiri. Berkolusi dengan Negara musuh adalah kejahatan be