Ummi Sarah merasa bersalah karena tidak bilang dari awal kalau dia sedang menstruasi sehingga seolah memberikan harapan palsu pada sang suami.“Maaf … kebawa suasana,”Ummi Sarah terkekeh. Tak terbayang wajah Ustaz Bashor yang harus menahan hasratnya.Ustaz Bashor mandi air dingin untuk meredam perasaannya. Dia pun kembali dengan memakai handuk melilit di pinggangnya.“Segar …” serunya sambil meraih piyama tidur. Ummi Sarah pun beranjak mendekatinya dan memeluknya dari belakang. “Abah, maafin Ummi ya,”“Tidak apa-apa, Habibati …” (Habibati; kekasih perempuan)“Apa? Panggil apa barusan?”Ummi Sarah apa tidak salah dengar. Ustaz Bashor yang selalu bersikap baik dan lembut pada istri jarang sekali memanggilnya dengan sebutan yang istimewa. Dia tak romantis seperti pasangan lain, dia membuktikan kasih sayangnya dengan perbuatan.“Gak apa-apa, Ummi,”Ustaz Bashor tersenyum dan menatap istrinya dengan lembut. “Sudah malam, ayo kita tidur!” ajak Ustaz Bashor yang sudah memakai pakaian lengka
Selina menggaruk kepalanya dan tersenyum. “Ada deh,” ucapnya pada Ummi Sarah. Tentu saja Ummi Sarah tahu apa yang putrinya pikirkan.“Kamu nonton bioskop aja ‘kan?” pancing Ummi Sarah. Semoga Selina memegang perkataannya.“Iya, sama makan-makan dong Ummi. Sayang dong jauh-jauh ke kota tapi cuma nonton doang. Harus sama wisata kuliner juga Ummi, biar seru,”“Jadi pengen ikut …” desis Ummi Sarah.“Sabar Ummi! Nanti kita sekeluarga ke sana, pas libur tahun ajaran baru,”“Hem, benar,”“Sama guru ‘kan?”“Ya Ummi, tenang saja. Kami berangkat bersama-sama, maka kami pun pulang bersama-sama. Ummi jangan kayak Abah deh, khawatiran … aku ‘kan gak pergi ke Scotland atau ke Turki,” kekehnya. “Dekat banget, masih antar kota,”“Jadi anak perempuan harus bisa menjaga diri,” ucapnya membuat Selina tersindir. Apa jangan-jangan Ummi Sarah tahu isi kepala Selina yang akan menemui Shiza dan pasti akan bertemu dengan Aqsa.“Aku tahu Ummi,”Selina memeluk ibunya dengan erat. “Ummi, aku harus pakai baju apa
“Jam berapa kumpul di sekolah?”Selina mengalihkan topik bahasan.“Jam dua belas saja, selesai mengajar,” jawabnya. “Bu Selina ada jadwal ngajar hari sabtu?”“Ada, kelas bawah,”“Oh, bagus kalau begitu,”“Ya Bu Winda, makasih ya infonya, aku pamit mau pulang,” ijin Selina mengakhiri percakapan.“Tentu Bu Selina, hati-hati di jalan! Sampai nanti ketemu hari sabtu,”Winda melambaikan tangannya.Sementara itu di rumah Hawa, Fadel terus saja membujuk Hawa agar ikut reuni. Toh, bukan acara di kampus tapi hanya sekedar makan-makan.“Mau ‘kan nemenin Abang? Soalnya Abang gak enak kalau gak ikut,” jelasnya dengan penuh harap.“Gak ah,”“Please, Sayang,”Fadel mendekatkan wajahnya ke wajah sang istri.Cup.Tiba-tiba dia menempelkan bibirnya pada bibir sang istri. Lalu dia menarik sang istri untuk direngkuhnya.“Kamu nemenin Abang! Jangan dengar omongan orang lain! Kita yang menjalani hidup kita dengan penuh syukur,”Seolah Fadel tahu isi kepala Hawa. Dan, ternyata di balik sikapnya yang temper
“Cincin itu hanyalah simbol semata, pengikat, tapi jika akad nikah belum terjadi berarti belum dikatakan berjodoh,” sela Hanum, mewakili Selina yang bingung harus menjawab apa. Mana mungkin dia menceritakan bagaimana proses taarufnya yang gagal karena suatu hal dan taaruf lainnya datang. Semua baru proses taaruf bukan khitbah atau lamaran. “Cincin itu tak terlalu penting menurutku,”“Benar, aku setuju dengan Bu Hanum,” sahut Winda menoleh pada Hanum yang berada di sisinya. “Kalau adat di kita lamaran biasanya diikat dengan cincin tapi kadang jarak waktu lamaran dan walimah begitu lama,”“Kalau dalam Islam, sebaiknya jarak antara waktu taaruf, lalu khitbah atau kita mengenalnya dengan lamaran, memastikan akan melangsungkan pernikahan ke walimahan tidak boleh lama, agar tidak mengundang fitnah,” jelas Selina.“Oke, makasih Ustazah Selina sudah memberi pencerahan,” ucap Elvira dengan mengangguk. Selina yang dipanggil ustazah hanya tertawa kecil.“Eh, berarti walimahnya sebentar lagi dong
Setelah shalat magrib rombongan keluarga Aqsa pun mendatangi restoran Gourmet untuk acara dinner bersama keluarga Zahrana. Sengaja, mereka memilih datang lebih awal karena memang sudah reservasi terlebih dahulu dan memesan makanan sembari menunggu kedatangan keluarga Zahrana.Restoran Gourmet tidak hanya menyajikan masakan lezat tetapi juga estetis. Biasanya dimasak oleh chef khusus yang memiliki keahlian memasak sekaligus menyajikannya dengan penuh keindahan, tak sekedar rasa yang lezat di lidah. Oleh karena itu memasaknya pun sedikit lebih lama daripada restoran lainnya. Biasanya pengunjung di sana juga tahu banyak tentang rasa makanan.Selain itu, masakan yang disajikan ekslusif, bahan makanan berkualitas baik, sehat dan langka, misal jamur truffle. Namun karena dibuka di Indonesia, disesuaikan seperti ada nasi tetapi bukan berasal dari beras biasa. Beras yang dipakai yaitu beras organik atau beras pandan wangi yang berasal dari daerah tertentu misal Cianjur.Awalnya Shiza terlihat
Cinta itu buta karena tak bisa melihat.Cinta itu tuli karena tak bisa mendengar.Cinta itu ada dalam hati oleh karenanya hanya mengandalkan rasa.Selina terus mengatakan itu dalam hatinya. Dalam hati kecilnya dia berandai-andai bisa bertemu Shiza yang ternyata tengah berada dengan sang kakak, Aqsa. Benar sekali pengandaiannya. Shiza bukan lagi bersama Aqsa tetapi bersama keluarganya.Dia tersenyum sendiri. Mungkin jika orang memerhatikan dirinya seperti itu maka sudah dipastikan Selina mirip orang yang sedang mengalami mental disorder atau gangguan mental. Namun dia tak peduli.Sebenarnya jarak antara masjid dan restoran itu cukup lumayan jauh, tetapi hal itu tak menjadi halangan bagi Selina untuk mencapai tujuannya. Dia mengalami karakter pantang menyerah. Dia hanya ingin menemui Shiza dan tak tahu jika yang akan dia hadapkan adalah sesuatu yang di luar ekspektasinya.Tid!! Terdengar bunyi klakson melengking, Selina hampir tertabrak karena dia menyeberang jalan kurang hati-hati. La
“Ayo Bu Win! Masuk! Bentar lagi mau tayang,” panggil Hanum yang sudah berada di dalam mobil SUV tadi yang tengah terparkir di halaman masjid.Meskipun Winda seorang guru yang sedikit menyebalkan tetapi dia seorang yang memiliki kepedulian yang tinggi pada sesama. Tak mungkin dia meninggalkan Selina begitu saja.“Aku mau cari Bu Selina dulu, soalnya ditelepon gak diangkat,” serunya tatkala menghampiri Hanum dan melongokan kepalanya ke dalam jendela mobil yang terbuka.“Aduh …”Hanum menepuk jidatnya.“Kenapa Bu Hanum? Perasaan aku gak lihat ada nyamuk nemplok di jidat Bu Hanum,” celetuk Elvira yang duduk di sampingnya. “Gak ada nyamuk Bu Elvira Sukaasih, aku cuma mau bilang lupa,” cerocos Hanum. “Bu Winda, tadi Bu Selina mengunjungi temannya ‘kan, tapi balik lagi katanya temannya itu gak ada di rumah. Temannya itu kalau gak salah pergi ke resto Gourmet. Jadi dia pergi ke sana nyusul,” jelas Hanum.“Oh, begitu?”“Huuh,”Hanum mengangguk. “Ayo naik aja, paling Bu Selina pergi nyusul dar
“Kenapa kalian kaget?” cetus Mahendra sedikit salah tingkah. “Secara aku ‘kan masih kinyis-kinyis cocok dipanggil Om kali …”Fadel dan Hawa saling lirik begitu pula para temannya dan akhirnya tertawa bersama.“Iya, Andra emang paling bungsu sih …” timpal Reno. Di antara teman yang bergabung memang Mahendra yang paling muda. Bahkan dia ikut kelas akselerasi saat sekolah sehingga dia lebih awal menyelesaikan pendidikannya di antara yang lain.“Oke, Om Andra ayo makan!” ucap Fadel yang membuat tawa semakin kencang.***Selina menyeka air matanya dengan sehelai sapu tangan hasil sulaman sang ibu. Lalu dia membasuh wajahnya dan mengelapnya lagi, mengoleskan sedikit compact powder dan lip balm agar tak terlihat sehabis menangis. Apalagi harus berhadapan dengan para guru lajang yang level kepo-nya di atas rata-rata. Dia tak mau jika harus dicecar pertanyaan ‘mengapa matamu sembab?’.Dia keluar dari kamar mandi dan kembali menuruni anak tangga menuju lantai bawah dengan sedikit tersaruk-saruk