Seorang lelaki berambut merah melompat dari gerbong kereta yang hancur. Tangannya memegang senjata lalu ia melepaskan tembakan kearahku. “Mati kau, Agen bodoh!” Teriak pria bermata amber itu. Dengan cepat aku mengelak.
Tiba-tiba dibelakangnya muncul makhluk hitam yang dipimpin pria berambut merah tembaga itu. "Ayo hancurkan tempat ini! Jangan sampai ada yang tersisa!” Titah pria itu.
“Grrr..” Makhluk hitam itu menggeram. Mereka beringas. menyebar kesegala penjuru tempat itu.
Seketika aku pun bergerak cepat kearah kawanan makhluk hitam besar itu.
Aku melepaskan tembakan diselingi dengan gerakan cepatku kekiri dan kanan. Seketika tembakan laserku mengenai mereka. Dalam sekejap, 15 makhluk hitam tumbang.Aku berkedip dan mata pria dihadapanku menyala. Lelaki itu membuka mata. Menampilkan manik biru samudra dibaliknya. Jatungku berdegup kencang. Kembali aku bertemu pandang. Sorot lekat ungu itu seakan menghipnotisku.
Dia mengulurkan
Aku tertunduk sambil menyilangkan dua tanganku, tiba-tiba saja sebuah panggilan hologram muncul dari arloji, ternyata itu dari profesor Javier sentak aku terbangun dari lamunan. "Akira, apa kau baik-baik saja!?" tanya profesor. "Tentu saja tidak prof, aku sekarang sedang terkurung di penjara bawah tanah oleh orang-orang yang tidak aku kenal. sebenarnya ada apa ini prof kenapa aku tidak bisa membuka portal waktu!?" lirih aku. "Ada seseorang yang sedang mengendalikan portal waktu, mungkin itu dari pihak musuh. Aku sedang mengusahakan agar kau bisa kembali pulang." kata profesor. "Lalu apakah arloji ini tidak bisa digunakan, karena aku ingin keluar dari tempat busuk ini sekarang." kataku. "Tenang saja, arloji yang kau gunakan baik-baik saja. Hanya daja ada sedikit masalah untuk membuka ruang waktu, kau bisa menggunakan senjatamu untuk keluar dari tempat itu." jelas profesor. "Apa Belinda baik-baik saja prof disana!?" tanyaku yang langsung menging
Sama seperti gravitasi bagi manusia. Entah siapa yang menciptakan suatu hukum alam dimana disejumlah titik tertentu terdapatportalyang akan membawa siapapun baik manusia ataumakhluk lainjika tanpa sengaja memasuki atau terjatuh diportalitu. Dan entah membawanya ke mana... Baik atau buruk. Keberuntungan atau kesialan. Sebuah lelucon yang konyol dari pencipta alam ini. "Aku peri hutan, penunggu tempat ini.” sahut wanita itu. ”Apa kau bilang, tidak mungkin?” tanya aku tak percaya. Siapa sebenarnya wanita ini? Apakah dia sedang bercanda sekarang. ”Bagaimana cara kau — ah, biar kutebak! Pasti kau mendapatkan kekuatan dari profesor gila itu!? suatu kekuatan untuk membawa seseorang ditengah alam liar yang satu kealam liar yang lain?” Wanita itu terdiam tidak membenarkan atau menyalahkan. ”Kalau begitu, aku rasa tempat tinggal kau didalampohon itu sendiri, bukan?
Allura menyipitkan matanya. ”Aku tak percaya. Boleh kulihat?” ”Tidak!” sahut aku tegas. ”Kau tidak percaya padaku?” tanya Allura. ”Tentu saja” cibir aku. Allura menghela napasnya. ”Terserah padamu. Aku hanya ingin membantu. ”Kalau kau takut, menjauhlah dariku!” Allura tersenyum licik. ”Aku hanya takut jika harus menolongmu lagi.” Tidak tahu sekarang aku ada dijalan yang benar atau tidak, yang terpinting aku terus bergerak untuk menghemat waktu. Tapi malam semakin gelap, penglihatanku sangat minim apalagi keadaan di hutan ini sungguh tidak mendukung untuk melakukan apa pun. "Sial! kenapa harus ada ditempat seperti ini." gerutu aku. Kami terpaksa bermalam di hutan itu dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Sebenarnya beberapa mil lagi kami akan sampai di hutan selatan andai saja tidak terjadi peristiwa itu. Di saat kami sedang beristirahat
Kupasang telinga baik baik, untuk memastikan apa saja yang kudengardisekitar bangunan ini, penuh dengan kehati-hatian. Kuseret langkah perlahan.Tapi, pintu bangunan itu kelihatannya terkunci kuat. Dan dengan tiba-tiba tanpa kusangkapintu itu akhirnya terbuka dengan sendirinya. Suasana didalam gedung sangat gelap. Dengan keberanian tingkat tinggi aku masuk menerobos kegelapan. Sementara suara tangisan semakin jelas terdengar masuk ke telingaku. Dan "Bbukk..." aku menubruk benda keras, dan berusaha meraba-raba benda yang aku tubruk tadi, ternyata sebuah kursi goyang. Aku bisa merasakan seseorang dengan sangat cepat menuju ke arahku. Dalam posisi siap siaga aku memberanikan diri bertanya, "siapa itu?" Tak ada jawaban. Perlahan-lahan pula bau kurang sedap dan apekdatang diseluruh penjuru tempat itu, "Aku sudah menunggumu!?" seseorang berbisik kepadaku. Aku berdiri, mengarahkan pandangan kesetiap penjuru, tapi tetap saja seperti tadi, semua
Tiba-tiba kesadaranku pudar dan saat aku bangun, aku berada dalam sebuah ruangan. Seseorang muncul didalam pikiranku, Dia berbicara dengan suara yang dalam, tetapi juga penuh kebijaksanaan. Membuat hatiku tenang tetapi tetap waspada dalam waktu bersamaan, dia berkata; "Akira kalahkan dia, kau harus menyelamatkan banyak orang. Semua orang mengandalkanmu, jangan ragu dan berjuanglah. Aku menunggumu disini." Bergidik kepalaku dan saat itu pun aku sadar untuk segera bangkit, "Maafkan aku ibu.., tapi sekarang aku adalah seorang agen waktu yang harus mengalahkanmu." kataku dengan tegas. "Hahahaha! Dasar bodoh! Sengaja kami memancingmu kesini agar tidak ada satu orang pun yang ikut campur dengan urusan kami! Di sini kau tidak akan pernah menang! Dan tidak mudah keluar dari alam tengah ini! Karena kami sudah berhasil mengacau ruang waktu! Jadi alam tengah ini berada dalam genggaman kami bodoh! MAJULAH!” jawabnya. "Alam tengah?" aku pun maju, memukul dengan pukulan te
Aku melihat sekeliling ruangan sekali lagi. Dan mulai kebingungan sampai suara yang begitu tajam menusuk telingaku muncul. Hingga perhatianku tertuju pada bunyi “Tik.. tik.. tik..” suara apa itu? Dalam kelam, sepasang bola mata ini bergerak kekiri dan kanan, lalu keatas dan kebawah mencari sumber suara. namun percuma, aku tak dapat melihat apa-apa dikegelapan ini. Suara itu konstan saja, tidak semakin keras maupun sebaliknya. Namun, tiba-tiba setitik cairan jatuh, dan mendarat di hidungku. Cairan itu licin, berbau tajam dan ada sensasi panas sesaat menetes hidungku. Cairan apa ini? Lagi aku bertanya dengan batin. Kuarahkan pandangan keatas, Oh tidak, mana lubang tadi? kini tak kujumpai setitik cahaya itu. Tempat macam apa ini. Sudah kelam tak jua membuat hati ini tenang. Cairan yang jatuh ke hidungku tadi kembali mendarat ditempat yang sama berulang kali. Mengapa aku tak bisa tenang, keadaan ini sungguh menyebalkan. Kini yang bisa kulakan hanya menump
Kutengadahkan wajahku ke atas. Menatap langit, sepertinya langit masih berselimut mendung. Semilir angin menerpa tubuhku.Saat suasana langit semakin gelap, beberapa orang sudah dapat kukalahkan dan tewas, “Syukurlah. ”Angin berhembus semakin kencang. Sepertinya dugaanku benar, hujan akan segera turun kali ini. Tidak lama kemudian, air mulai jatuh yang mengenai tubuh ini,udara ditempat itu tak lagi terkontaminasi asap racun yang diciptakan oleh tangan-tangan jahat. Jelas, kaum tak acuh seketika berhasrat menyerang lagi. Mereka memajukan senjatanya dengan beringas kepadaku, aku masih terus bertarung, sampai akhirnya membuat mereka jengah. Di tengah terjangan sakit, kini aku berhadapan dengan Bernardo ia sambil menyemburatkan senyum simpul. Sudah siap melawanku. "Luar biasa! kau bisa mengalahkan mereka semua sendirian. Tapi ini semua belum berakhir." seru Bernardo. Aku menatap pria di depanku lekat-lekat. Kulihat matanya penuh dendam yang membuat gel
Setelah keluar rumah, aku diajak berkeliling oleh Medina. Entah kenapa aku tidak bisa menolaknya. Karena kebaikannya, aku memutuskan untuk membalas kebaikan itu dan sambil memikirkan apa yang harus kulakukan selanjutnya. Alam disekitar rumah Medina, membuatku sedikit tenang. Mendengarkan suara burung berkicau sambil melihat hamparan warna hijau bukit yang mengelilingi juga sinar mentari pagi yang menusuk di antara sela-sela rimbunan dedaunan pohon. Untuk sekedar berjalan membeli roti dan mencium aroma manis roti yang baru keluar dari oven di toko sekitar tempat itu. "Emmm... enak banget roti ini, gimana Akira enak enggak!?" lirih Medina yang sedang memakan roti di tangannya. "Lumayan.. enggak buruk kok!" kataku. "Padahal ini enak banget lho, kamu enggak suka makan roti ya!?" seru Medina. "Suka kok, mungkin karena tadi habis makan di rumahmu jadi masih sedikit kenyang." ujar aku. Kutatap orang yang melintasi tempat itu satu-satu, seolah saudara