Kutengadahkan wajahku ke atas. Menatap langit, sepertinya langit masih berselimut mendung. Semilir angin menerpa tubuhku. Saat suasana langit semakin gelap, beberapa orang sudah dapat kukalahkan dan tewas, “Syukurlah. ”Angin berhembus semakin kencang. Sepertinya dugaanku benar, hujan akan segera turun kali ini. Tidak lama kemudian, air mulai jatuh yang mengenai tubuh ini, udara ditempat itu tak lagi terkontaminasi asap racun yang diciptakan oleh tangan-tangan jahat.
Jelas, kaum tak acuh seketika berhasrat menyerang lagi. Mereka memajukan senjatanya dengan beringas kepadaku, aku masih terus bertarung, sampai akhirnya membuat mereka jengah.
Di tengah terjangan sakit, kini aku berhadapan dengan Bernardo ia sambil menyemburatkan senyum simpul. Sudah siap melawanku. "Luar biasa! kau bisa mengalahkan mereka semua sendirian. Tapi ini semua belum berakhir." seru Bernardo.
Aku menatap pria di depanku lekat-lekat. Kulihat matanya penuh dendam yang membuat gel
Setelah keluar rumah, aku diajak berkeliling oleh Medina. Entah kenapa aku tidak bisa menolaknya. Karena kebaikannya, aku memutuskan untuk membalas kebaikan itu dan sambil memikirkan apa yang harus kulakukan selanjutnya. Alam disekitar rumah Medina, membuatku sedikit tenang. Mendengarkan suara burung berkicau sambil melihat hamparan warna hijau bukit yang mengelilingi juga sinar mentari pagi yang menusuk di antara sela-sela rimbunan dedaunan pohon. Untuk sekedar berjalan membeli roti dan mencium aroma manis roti yang baru keluar dari oven di toko sekitar tempat itu. "Emmm... enak banget roti ini, gimana Akira enak enggak!?" lirih Medina yang sedang memakan roti di tangannya. "Lumayan.. enggak buruk kok!" kataku. "Padahal ini enak banget lho, kamu enggak suka makan roti ya!?" seru Medina. "Suka kok, mungkin karena tadi habis makan di rumahmu jadi masih sedikit kenyang." ujar aku. Kutatap orang yang melintasi tempat itu satu-satu, seolah saudara
Saat para polisi mulai berdatangan, panggilan hologram dari profesor Javier masuk hingga melepaskan lamunanku. "Akira, apa kau baik-baik saja!?" tanya profesor. "Tidak prof, tubuhku penuh luka saat ini." kataku. "Cepatlah kembali kesini! ruang waktu sudah sedikit stabil." kata profesor. "Benarkah prof, kalau begitu aku akan segera membuka ruang waktu." sambungan hologram terputus, aku pun segera membuka portal waktu. Dengan perlahan aku mengarahkan arlojiku dan benar saja sebuah portal waktu bisa terbuka menggunakan arlojiku, aku pun bisa tersenyum lagi saat itu, "Syukurlah, aku akan bertemu dengan Belinda lagi." kataku. Saat aku ingin masuk kedalamnya, tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki menderu datang menghampiriku, "Akira!!!" itu ternyata Medina dengan napasnya yang terengah-engah sehabis berlari, untuk bertemu terakhir kalinya denganku. Aku pun menoleh dan berkata, "Terimakasih Medina, sampai jumpa lagi." aku melangkah masu
Aku terbangun oleh cahaya mentari yang menyusup lewat sela-sela ventilasi jendela, sedang angin yang bersingsut membawa hawa dingin dari luar rumah menunda aku untuk segera keluar dari kamar ini.Aku memandangi wajah cantik Belinda yang masih tertidur lelap di sampingku sekarang, senang rasanya bisa melihatnya lagi. Setelah beberapa saat aku pun bangun dan beranjak dari tempat tidurku. Perlahan rasa lelah di tubuhku terlepas satu per satu hingga beberapa helai daun waktu rebah ke angkasa.Duduk di taman belakang rumah sambil menikmati secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh ini. Kopi pertama yang kubuat pagi ini terasa pahit, sangat. Sudah lama rasanya aku tidak bersantai seperti ini. Tak lama terdengar langkah kaki dari belakangku, sepertinya ada yang datang menghampiriku saat itu. "Akira, kau sudah baikan?" tanya Mario yang mengagetkanku. "Yaa.. aku sudah sedikit merasa baik sekarang." kataku. Mario pun duduk di kursi sebelahku lalu berka
Perlahan gelap malam menelan terang siang. Kegelapan yang sepi, hembusan angin menampar dalam kesendirian.Aku masih memikirkan tentang perbincanganku dengan profesor tadi. Bagaimana caranya untuk aku dapat kembali ke hutan Epping, dipikiranku saat ini berharap kepada Allura. Andai saja pesan dalam pikiran ini bisa ia baca mungkin aku dapat kembali kesana. Pada hakikatnya aku mengetahui dengan pasti seluk-beluk suatu peristiwa yang tengah melibatkan banyak orang ini, menganalisa suatu keadaan tertentu dan merenunginya, dan akhirnya aku memahaminya. Di tempat itu aku hanya mengamati suatu keadaan dan situasi yang bisa aku lakukan, memperbincangkan suatu hal yang menurutku menarik untuk diobrolkan, hingga waktu berubah menjadi sebuah bidang semu. Malam ini profesor Javier menyuruhku untuk pergi kesuatu tempat, dia bilang ada musuh yang menyerang ditempat itu maka aku melewati ruang waktu untuk menuju kesana. Untuk menjalankan tugas ini aku harus berpisah lagi deng
"Aku menginginkan darah segar.” serunya, hidungnya terus mengendus-endus mencari aroma darah manusia yang segar. Matanya berubah menjadi merah, taringnya mulai muncul di giginya. "Siapa kau ini!?" bentak aku. "HAHAHA.. akulah sang raja malam." seru dia dengan tawanya yang mengerikan. "Kau seorang dracula!" lirih aku. "Ya, kau benar. Aku kira kau bukan manusia biasa, kau mengetahui profesor Azura, buka!?" katanya. "Aku seorang agen waktu, lalu kenapa kau bisa mengenali profesor Azura!?" tanyaku. "Dulu aku pernah bekerja sama dengannya untuk mencari kekuatan murni, tapi sejak aku tau manusia itu sangat licik. Aku tidak lagi bekerja sama dengannya." jelasnya. "Maksudmu kristal biru!?" "Ya benar, kau tau juga tentang kristal itu!" dia melangkahkan kakinya dengan perlahan, sambil mengendus kearahku. "Kalau begitu kau pernah pergi ke hutan Epping!?" tanyaku. "Bahkan kau sudah tau tempat itu, ternyata kau
Di kamar yang berisi pembaringan sunyi, cermin suram masa lalu, lemari tempat tumpukan kenangan, dan sebuah pijar lampu keremangan, di tengah malam aku terbangun karena mimpi. Dracula yang pernah aku temui mendatangi mimpiku dan juga ada wajah Allura dipikiran ini. Akan tetapi, desahan napas di sebelahku berembus dengan sangat tenang. Wajahnya penuh kedamaian.“Andai malam ini aku bisa tidur selelap wajah Belinda,” gumamku dalam hati.Kurapikan tepian rambutnya yang liar di antara keningnya. Suara rintik hujan masih terdengar dari balik jendela kamar. Aku masih tetap terbaring di atas kasur yang terletak di pojokan kamarku, aku merasa sangat ngantuk. Namun, tak bisa tidur karena merasa sangat kedinginan. Sedangkan malam telah mencapai puncak, hujan mengguyur semakin deras dan angin pun bertiup semakin kencang. Aku tetap memaksakan diri untuk terlelap ke dalam tidur, meski aku tahu tidurku tak akan nyenyak. Sebab, selain suara hujan dan hembusan angin, jarum
Seketika aku terkejut dan terbangun dari tidurku. Aku masih terdiam di atas kasur memikirkan mimpi yang kualami semalam, hingga akhirnya aku melirik kearah tanganku ternyata gelang pemberian Allura tiba-tiba sudah bersemat di lengaku, ini mimpi tapi seakan seperi sebuah kenyataan. Jarum jam telah menunjuk pada angka 7, menandakan hari sudah pagi.Aku melirik Belinda yang masih tertidur, lalu aku mecium keningnya dan bergegas keluar kamar untuk memberitahu profesor Javier bahwa aku sudah mengetahui cara kembali untuk kembali ke hutan Epping.Aku masuk kedalam laboratorium ternyata dia masih tertidur di meja kerjanya, "Hey, prof bangun!" seru aku membangunkannya dari tidur.Profesor pun terkejut karena tiba-tiba aku membangunkannya. " I.. iya.. ada apa?" seru dia."Aku harus kembali ke hutan Epping prof!? aku sudah tahu cara untuk kembali kesana!" kataku."Apa kau yakin tentang itu!?" tanyanya."Tentu! beritahu Belinda kalau aku akan kem
Pemandangan langit ternyata sangat menyeramkan pada malam hari. Mataku hanya menangkap gelap dan sesekali kilauan cahaya diikuti suara gemuruh yang sangat keras. Aku bisa merasakan getaran benda di sekitarku.Aku melihat Allura sedang duduk sendirian disebuah batu besar, apa yang sedang dia lakukan malam ini aku pun tidak tahu, "Boleh aku duduk disebelahmu?" tanyaku."Silahkan!" Sekarang pandangannya sedikit menunduk. Suasana sempat kembali hening.“Apakah kau marah padaku?” Ucapku Allura memberikan seringai anehnya.Pandanganku masih terus menatapnya yang mulai termakan gelap. Tapi bukan hanya dirinya, semua terang di sekitarku juga ikut termakan dan digantikan oleh gelap.“Kenapa kau ke sini?”Allura malah balik bertanya."Tempat ini terasa asing untukku, walaupun sebenarnya aku sudah terbiasa dengan keasingan ini!?""Maksudmu apa, aku tidak mengerti apa yang kau katakan!?" tanya Allura yang sekara