Rupanya Farhan tidak main-main demgan ucapannya. Karena Fero masih saja bergeming di tempatnya. Dua petugas keamanan tiba-tiba datang dan mencekal tangan Fero dengan keras.
"Apa-apaan ini! Aku bisa keluar sendiri, nggak perlu panggil petungas keamanan Farhan!" Dengus Fero kesal dan marah.
"Ingat Farhan, Aku akan membalasmu!" ucapnya sekali lagi dengan wajah merah padam.
Sedang aku hanya terdiam, terpaku di tempatku. Atau mungkin lebih baik aku segera pergi saja dari tempat itu. Toh ini nggak ada urusannya sama aku.
Badanku mulai beringsut mundur. Aku sudah nggak ingin berada di tempat itu lama-lama. Rasanya mati otak aku kalau di sana. Sudah nggak mampu aku mencerna semua pembicaraan mereka.
"Move!"
Deg! Panggilan itu lagi. Tapi kali ini aku terpaku.
"Kamu mulsi hari ini bejerja menjadi sekertaris saya sekaligus asisten pribadi saya."
Mendengar itu, aku langsung terduduk di lantai. Dokter Careld langsung menarikku
"Move, ruangan kamu nanti bersebelahan denganku, meskipun kita tidak satu ruangan tapi Aku masih mengawasimu dari kaca tembus pandang," ucap Farhan sambil menunjuk ke arah kaca yang memang benar tembus pandang menghadap ke arah ruangannya. Aku hanya membalad ucapannya dengan tersenyum kalem dan mengangguk mengerti. "Pak Farha! Anda ada rapat dengan Dinata Group. Lima menit lagi akan segera dimulai di ruang pertemuan." tiba-tiba terdengar suara yang sudah khas di telinga Farhan. Laki-laki itu menoleh dan tersdnyum ramah. "Baik, Renata. Kita akan segera ke sana. Oh, iya, ini sekertaris yang pernah kubilang padamu. Bahwa Aku akan mencari sekertaris dan asisten sendiri. Namanya Move." Aku mengangguk hormat pada wanita yang kurasa umurnya hanya bersebrangan denganku itu. Wajah sinis wanita yang bernama Renata itu tampak begitu bengis. Aku mencebik dengan hati perih. Lagi-lagi begini. Selalu saja setiap bekerja dimanapun ada saja orang yang nggak su
"Selamat datang, Tante Aliya," sapa Renata sambil mengulur halus tangannya dan mencium punggung tangan Aliya, ibunya Raya dan Farhan.Aliya hanya tersenyum lantas menjatuhkan tatapannya pada sodok di depannya. Dan orang yang ditatap dengan tajam itu adalah Aku.Aku sedikit terkejut, tapi cepat-cepat menguasai diri. Menebarkan senyum pada klien yang ikut meeting tadi. Di sampingku dari kubu Genius Grohp ada Farhan dengan tenangnya melangkah ke arah wanita separu baya itu.Di sebelahku ada kubu dari Dinata Group dan Careld Alderald Subastian.Tampak Ray dengan muka tegangnya mengawasi sstiap pergerakan mamanya dengan wanita yang bernama Renata itu. Yang desas-desusnya adalah orang yang berperan penting dalam berdirinya Genius Group. Dia adalah Owner di perusahaan Farhan.Tapi menurut Ray perempuan itu adalah perempuan yang culas sama dengan Feronika Alfarest sahabat masa kecilnya.Tak beberapa lama, orang-orang yang terdiri dari beberap
Aku menyipitkan mata melihat kedekatan mamanya Ray dan Farhan itu. Jujur dalam hatiku merasakan hak yang tidak wahar. Ada perasaan yabg aneh dan sulit aku ungkapkan. "Rencana apalagi yang akan dilakukan mamanya Ray? Sebenarnya salah aku ini apa, sampai wanita separu baya sangat membenciku? Satu kesalahanku mencintai putranya yang bernama Raya Dinata. Yang ternyata punya saudara kembar bernama Farhan Dinata dan Farhan inilah orang yang pertama kali mencintaiku tapi terjadi sekelumit kisah yang luar biasa banget rumitnya untuk diceritakan. "Hei, Move!" panggilan itu menyentakkanku dari lamunan dan membuatku gugup seketika. "Pak-kk Farhan," jawabku tergagap sambil menatap wajahnya yang tersenyum simpul. "Kenapa jadi memanggilku dengan sebutan pak?" tanyanya mengerling lucu. "Ya, haruskan. Ini kantor, tidak enak kalau manggil pakai nama. Nggak etis." jawabku sambil membalas senyumnya. "Sudah waktunya makan siang, Move, Aku ng
Hatiku berdebar kencang. Seolah ditabuh bertalu-talu ketika mendengar namaku disebut oleh Farhan. "Ya Tuhan! Pasti Aku di suruh menyerahkan file itu," batinku tak berhenti bicara. Kulihat Renata tersenyum penuh kemenangan. Sebenarnya ada apa sich? Apa benar file yang sudah kusimpan di dokumen itu ada yang sengaja menghapus. Ada pikiran buruk aku tentang Renata. Tapi aku belum yakin itu. Mungkin harus mencari buktinya dulu. "Move," kembali namaku disebut dan dipanggil. Kali ini bukan hanya Farhan yang menoleh ke arahku. Raya Dinata dan bahkan hampir semua yang hadir di situ menatapku. Termasuk Renata. Kulihat senyum sinis penuh kemenangan itu mengembang terus di bibirnya menyaksikan kepanikan di raut mukaku. Aku melangkah maju ke panggung dengan ragu. "Ya Tuhan ...! Apa yang harus Aku bilang--?" Kembali hatiku bertanya dalam ketakutan. Bahkan aku hanya menunduk ketika sudah berada di atas panggung, tepatnya di sisi Farhan. "Mari kita lihat pere
Bahkan sama sekali aku masih tak percaya, kalau ini terjadi lagi. Sebuah konspirasikah ini. Apakah memang sudah seharusnya seperti ini. Kenapa hidupku lagi-lagi di skenario orang lain? Aku ingin lepas dari semua ini, lepas dari mereka semua, tapi bagaimana caranya?Terlalu bodoh memang aku mempercayai Farhan. Harusnya aku belajar banyak dari pengalamanku bersama Ray. Dari awal sampai detik ini aku adalah boneka mainannya. Kenapa sekarang ini terjadi lagi? Apakah Farhan berniat membalas dendam? Tapi kenapa begini caranya?Akh! Aku sangat membenci kondisi ini. Dan ini sangat pernah melukaiku dan membuatku trauma. Haruskah Aku lari lagi? Untuk apa, kalau pada akhirnya aku kembali ke kondisi seperti ini lagi?"Hei, kenapa di sini? Nggak mau gabung menyambut para anggota dewan? Mereka semua menanyakanmu. Menanyakan seorang yang sudah begitu brilian membuat ide proposal yang sangat bagus untuk dipresentasikan." Kalimatnya mampu kucerna tapi aku tak ada niat menjawab.
Dengan sedikit tergesa aku melangkah pergi dari ruang pertemuan itu dan kembali ke meja kerjaku. Pikiranku masih nggak karuan, mengingat kembali rekaman cctv itu. Dimana Ray dan Farhan bersama dengan Renata membuka laptop kerjakj tanpa seizinku. Apalah mereka yang menghapus file itu. Apa tujuan mereka kali ini? Kenapa ini terulang kembali. Beberapa bulan silam jiga begitu. Hidupnya diskenario dan dikonspirasi oleh keluarga Dinata. Bahkan dampsi sekarang dia juga nggak paham kenapa dirinya yang menjadi korban mereka. Dan kenapa di tempat yang berbeda ini semua terulang lsgi. Sebenarnya ada apa dengan hidupku ini. Kenapa srlslu di permainkan orang terus, bahka selalu diskenario oleh semua orang. Sebenarnya ada apa dengan diriku. Apakah semacam terkena kutukan? "Move, kenapa meninggalkan ruang pertemuan tanpa pamit terlebih dahulu?" suara itu sudah menderu di depan meja kerjaku. "Maaf, Pak. Saya buru-buru kerjaan mendesak." jawabku tanpa menoleh ke arahn
"Ayok, akh!" ajaknya dengan tatapan sendu, membuatku semakin membulatkan mata. Namun beberapa saat kemudian mataku sudah terpejam, menikmati lumatan bibirnya yang panas. Yang membuat seakan terbang membubung tinggi meninggalkan segala kesakitan dan kekecewaan yang luar biasa dasyat kurasakan setahun terakhir ini. Bahkan ketika tubuhku melenting indah dan lidah panas Ray mengejar lentingan tubuhku aku masih belum sadar bahwa ada tugas yang masih harus dilakukan. Dan aku melupakan bahwa semua tentang aku dan hidupku adalah sebuah konspirasi dan skenario yang sudah disusun oleh mereka semua. "Akh, Ray terus--" ucapku terengah ketika dengan sigap laki-laki sejuta pesona itu memasuki milik intiku dengan ganasnya. Ray mendesah, keringat mengembun deras dari dada bidangnya, perut sixpacknya, dan lengan berototnya. Aku semakin menggila mengikuti irama ayunannya. Desahan dan rintihan terdengar silih berganti hingga akhirnya kami menjerit bersamaan, menjemput dan
Kepanikanku beberapa jam yang lalu menghantarku pada kenyataan terpahit dalam hidupku. Di ruangan itu, ruangan kematian menurutku ada dua nyawa terbaring di sana. Si kembar Farhan dan Raya Dinata. Mereka berdua bertaruh nyawa di sana. Dan lagi-lagi aku yang yang dipersalahkan dalam peristiwa ini. Kondisi Farhan sudah mulai pulih setelah alat pengisi daya jantung buatannya sudah di perbaiki oleh profesor LinHuang yang sempat nggak aktif nomornya karena ternyata sedang melakukan perjalanan luar kota. Sedang di satu pembaringan yang lain sosok Raya Dinata dalam kondisi lebih mengenaskan. Kecelakaan yang dialaminya semalam benar-benar membuat keadaannya sangat menyedihkan. Mobil yang rengsek karena menabrak pembatas jalan dan tubuh yang berlumuran darah karena terjepit badan mobil. Masih untung bisa diselamatkan. Raya Dinata, presdir dari Dinata Group mengalami kecelakaan tragis tadi malam dijalan bebas hambatan. Karena kondisi hujan lebat dan