Aldin terkejut mendengar reaksi keponakannya. Ternyata kedua keponakannya begitu menyayangi Sisil. Padahal tadi ia sedang bercanda dengan Haidar.
“Ya ampun, Sayang, Om cuma bercanda,” sahut Aldin sembari mengacak-acak rambut Gara. “Om nggak mungkin nambah istri lagi. Istri satu aja kewalahan ngadepinnya kalau lagi marah,” imbuhnya dengan pelan sembari melirik sang istri yang duduk di sampingnya.
“Sisil merasa lega mendengar ucapan suaminya. Walau sebenarnya ia yakin kalau sang suami hanya bercanda, tapi tetap aja dia merasa cemas kalau laki-laki yang ia cintai itu tidak mengatakannya secara langsung.
“Kalau Om bawa Tante yang lain, aku bakal marah sama Om, nggak mau berteman lagi,” ancam Gara kepada om gantengnya.
“Iya, bener. Aku juga nggak mau main lagi sama Om ganteng. Kita nggak berteman.” Kini Bara yang menimpali.
&
“Nggak usah gombal! Aku kebal dengan gombalan,” ujar Sisil setelah menaruh botol air mineral itu di atas nampan. “Tukang gombal digombalin,” gumam Sisil dengan pelan, tapi masih bisa didengar oleh sang suami.Aldin tersenyum bahagia melihat perubahan sikap istrinya. Walau masih berbicara sedikit kasar, tapi setidaknya ia mau menanggapi ucapannya, tidak mendiamkannya seperti sebelummnya.“Aku masuk dulu,” pamit Sisil pada suaminya. Ia mencoba menyingkirkan egonya, berusaha bersikap baik kepada sang suami. Berharap laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu kembali seperti dulu. Seperti sebelum mereka berselisih paham. Walaupun ia tidak yakin kalau suaminya sudah benar-benar berubah.Aldin mengangguk sembari menyuguhkan senyum termanisnya kepada wanita mungil yang mengisi semua ruang di hatinya. “Terima kasih, My lovely.”Sisil hanya tersenyum menangga
“Bunda, Aldin maksa mau ikut. Padahal aku bilangnya ke dia mau ke pasar,” ucap Sisil dengan pelan seperti sedang berbisik pada mertuanya setelah ia masuk kedalam rumah dan menghampiri sang mertua yang sedang berkumpul di ruang keluarga.Bunda Anin ingin mengajak menantunya ke salon untuk memanjakan diri supaya menantunya itu sedikit melupakan permasalahan rumah tangganya. Ia berharap pernikahan anaknya bisa diselamatkan.Sang bunda melirik kepada putranya. “Kamu mau ikut?” Ia menatap anaknya dari ujung kaki hingga ujung kepala. “Penampilanmu kayak gini, malu-maluin Bunda aja.” Sang bunda menarik-narik ujung kaus anaknya yang terlihat sangat kusut.Aldin memperhatikan penampilannya sendiri. Ia merapikan kausnya yang terlihat sangat kusut karena tadi ditaruh sembarangan di atas meja. “Walaupun bajuku kusut, tapi aku ‘kan tetap ganteng,” gumamnya yang membuat semua orang
Perubahan sikap Aldin tidak dipercaya begitu saja oleh Sisil, bahkan sang bunda pun tidak mempercayai anaknya itu. Bagaimana bisa dia berubah dalam waktu sehari tanpa ada alasan yang membuat semua orang percaya kalau dia sudah menyadari kekeliruannya.“Kita mau langsung ke pasar, Bun?” tanya Aldin saat mereka sudah berada di dalam mobil dan Aldin siap mengantar kedua wanitanya.“Bunda sama Sisil mau ke salon,” jawab Bunda Anin sembari menahan senyum. Dari dulu anak laki-lakinya itu tidak pernah mau mengantarnya ke salon. Ia takut ditertawakan oleh temannya jika mengantar sang bunda ke tempat perawatan kecantikan itu.“Ke salon?” Aldin menoleh ke belakang di mana ada dua wanita cantik yang dia sayangi. “Tadi kata Sisil mau ke pasar,” lanjutnya sembari melirik istrinya.“Nggak jadi,” jawab Bunda Anin. “Besok pagi aja ke pasarnya. Kalau p
Kedua wanita cantik itu keluar dari mobil bersama-sama. Menantu dan mertua yang sama-sama cantik. Wanita berharga dalam hidup Aldin.Aldin mengekori istri dan bundanya yang berjalan lebih dulu. Ia berjalan sembari melihat ke kiri dan ke kanan khawatir ada orang yang mengenalinya."Al, kamu tunggu di mobil aja!" titah sang bunda kepada putranya. Ia tahu kalau Aldin sebenarnya merasa malu mengantar ke tempat perawatan kecantikan. 'Apa kamu benar-benar udah berubah, Nak, hingga kamu mengesampingkan rasa malu kamu?' Bunda Anin bertanya-tanya dalam hatinya."Nggak apa-apa, Bun, aku ikut ke dalam aja. Lagian aku juga lagi nggak ada kerjaan," sahut Aldin sembari tersenyum.Laki-laki dengan tubuh tegap, rahang tegas, alis tebal dan tatapan yang dingin, berjalan mengekori kedua bidadarinya masuk ke tempat perawatan kecantikan.Aldin menunggu istri dan bundanya di ruang tunggu salon kecantikan itu. Satu jam sudah ia berada di sana, tapi istri dan bundanya be
Sisil membelalakkan mata mendengar perkataan Aldin. Ia yakin pasti suaminya merasa malu bertemu dengan pegawainya di tempat perawatan kecantikan. Wanita mungil itu semakin merasa bersalah terhadap laki-laki yang baru beberapa hari menjadi istrinya. Sudah membuatnya menunggu hingga berjam-jam lamanya ditambah dengan pertemuannya dengan pegawai perusahaan yang dia pimpin.“Al, maafin Bunda ya, Nak. Kamu pasti bete ya nungguin kita perawatan apalagi tadi ketemu dengan pegawai kamu, apa itu nggak akan merusak citramu, Sayang?” tanya sang bunda pada putra kesayangannya.Bunda Anin hanya ingin menguji anaknya, apa putra kesayangannya itu sudah berubah atau belum, ia hanya ingin memberikan sedikit pelajaran kepada Aldin. Namun, setelah melihat sang anak melakukannya dengan tulus, ia jadi merasa bersalah.“Nggak apa-apa, Bun,” balas Aldin sembari tersenyum, walaupun sang bunda bisa melihat atau nggak seny
Seseorang yang berdiri dibalik pintu adalah Nyonya rumah itu sendiri. Sisilia Sandra yang sudah dua minggu menjadi menantu keluarga Pradipta.“Ternyata dia sangat tersiksa, tapi kenapa dia nggak bilang aja? Apa dia berpura-pura baik hanya untuk tujuan tertentu? Atau dia benar-benar ingin memulai kembali hubungan ini?” Sisil bertanya-tanya dalam hatinya. “Ya Tuhan, kenapa aku selalu berburuk sangka pada suamiku sendiri?’ batin Sisil sembari memandang sang suami yang sedang dipijat oleh pelayan setianya.“Pak, nanti jangan bilang kalau aku habis diurut ya,” pinta Aldin kepada Pak Karsa yang sedang memijat kakinya. “Nyonya muda sering sakit kalau kelelahan dan banyak pikiran.”“Siap, Tuan Muda,” jawab Pak Karsa dengan sopan.Sisil merasa terharu mendengar ucapan suaminya. ‘Dia benar-benar Aldinku. Laki-laki yang aku cintai telah kembali,&
“Ngapain ke kamar?” Sisil menepis tangan Aldin. Walaupun sudah memaafkan suaminya, tapi ia belum siap untuk melakukan hubungan suami istri. Entah apa yang masih mengganjal pikirannya, Sisil masihi ragu melakukan itu semua. ‘Ya Tuhan aku tahu menolak suamiku itu dosa, tapi aku nggak bisa melakukannya dengan paksaan,’ gumam Sisil dalam hati.Aldin sadar, mungkin sang istri belum sepenuhnya memaafkan segala kesalahan yang pernah ia lakukan, tapi laki-laki tampan dengan brewok tipis di pipi bagian bawahnya akan berusaha memaklumi perlakuan istrinya karena semua itu akibat ulahnya sendiri.Hal terpenting baginya adalah wanita mungil itu tidak lagi menginginkan perpisahan. Selanjutnya ia akan fokus untuk mengobati luka di hati sang istri.“Aku mau mandi, Sayang. Masa aku harus mandi di kolam renang.” Aldin kembali menggenggam kedua tangan istrinya.Laki-laki yang mempunyai senyuman yang menawan itu menatap lekat m
Aldin mengangkat istri mungilnya seperti sedang mengangkat karung beras. Laki-laki dengan wajah rupawan itu terus saja berjalan walau sang istri terus meronta di atas bahunya.“Al, turunin aku!” Sisil memukuli punggung suaminya supaya laki-laki itu menurunkannya.“Lebih keras lagi, Sayang!” ucap Aldin sembari tertawa geli.“Al, kepalaku pusing.” Sisil terpaksa berbohong supaya Aldin menurunkannya.Mendengar keluhan Sisil, Aldin menurunkan istrinya, tapi bukan menurunkannya ke lantai melainkan hanya berpindah posisi. Kini Sisil berhadapan dengan sang suami, ia melingkarkan kakinya di pinggang laki-laki dengan tubuh yang berotot itu supaya tidak terjatuh.Aldin tiba-tiba mengecup bibir istrinya sembari berjalan menuju kamar, ia tidak peduli walaupun pelayan di rumahnya melihat adegan mesra itu.“Al!” Sisil m