“Itu Ksatria sahabat kamu kan? Yang kakaknya Shahia?”“Iya.”“Oh, kalau nggak tahu dia sahabatmu, aku pasti udah ngira dia tadi hampir bunuh aku karena cemburu, Nai.”Kalimat itu diucapkan dengan tawa oleh Atlas. Rinai yang hanya mendengarnya saja tidak bisa sesantai lelaki itu.Tadi memang mereka bertemu secara resmi untuk yang pertama kalinya. Ksatria membukakan pintu mobil Atlas untuk Rinai dan menyempatkan diri untuk memberi salam secara sopan kepada Atlas.Bahkan Ksatria sempat berpesan pada Atlas, “Hati-hati di jalan dan pulangin Rinai dalam keadaan selamat, nggak kurang apa pun ya.”“Sahabat doang kok.” Rinai tersenyum kecil.Saat ini mereka berencana pergi ke Plaza Indonesia, Atlas meminta bantuan Rinai untuk memilih kado karena ibu Atlas akan berulang tahun sebentar lagi.Atlas sendiri melirik Rinai beberapa kali selama di perjalanan menuju Plaza Indonesia tersebut. Rinai awalnya tak menyadari hal itu, tapi ketika ia tak sengaja menoleh pada Atlas, Rinai mulai sadar kalau lel
“Ikut nggak?”“Golf? Nggak ah.”“Golf, abis itu mampir ke rumah Badai, minta makan sama Padma.” Kalu terkekeh sendiri dengan idenya yang ia rasa merupakan ide cemerlang.“Dasar jomblo, kerjaannya ganggu yang udah double di weekend aja,” ledek Ksatria pada Kalu yang mengajaknya bermain golf di hari Sabtu itu. “Lagian kita udah diperingatin Badai, minggu ini dia mau mesra-mesraan sama Padma.”“Ah, iya juga.” Kalu menghela napasnya. “Emang kamu udah ada rencana ke mana hari ini? Kayak udah punya pacar aja!”“Mau ngajak Rinai jalan.”Kalu tertawa keras di seberang panggilan sana. “Jadi si Bangsat ini udah sadar akhirnya?&r
Bagi Shahia atau orang lain di kediaman Abimayu itu, melihat seorang Ksatria berdiam di rumah seharian selama akhir pekan bisa disebut sebagai keajaiban dunia.Rasanya sejak Ksatria punya teman di luar rumah, lelaki itu tidak pernah berdiam diri di rumah seharian penuh kecuali saat sedang sakit.Jadi wajar rasanya Shahia sampai berjanji pada teman-temannya untuk mentraktir mereka di hari Senin nanti, ketika malam ini ia menemukan kakaknya stuck di ruang tengah seraya menonton sinetron.Orangtua mereka sudah pergi sejak sore tadi, Shahia yang sedang tak ada jadwal ke mana pun akhirnya menemani sang kakak di ruang tengah.Perempuan itu menyenggol bahu Ksatria hingga sang kakak menoleh padanya. “Tumben nonton sinetron.”
“Emang si peta dunia itu tipe kamu?”Rinai tak menjawab pertanyaan Ksatria yang sudah diulang sampai dua puluh kali sejak pagi tadi.Semalam, Rinai juga tidak menjawab pertanyaan Shahia secara terang-terangan. Rinai hanya tersenyum dan menepuk bahu Shahia dua kali sebelum pamit untuk pulang ke rumahnya.Shahia yang kepalang girang karena kelihatannya ia berbakat jadi mak comblang, langsung lari ke kamarnya untuk memasang iklan kepada teman-temannya, meninggalkan Ksatria duduk seorang diri sambil merenungi nasibnya saat ini.“Kenapa sih? Nanya-nanya mulu,” gerutu Rinai seraya mengambil stoples berisi popcorn XXI yang kemarin ia beli.“Karena pengen tahu.” Ksatria merebut kembali stoples itu dari tangan Rinai. “Jawab dulu.”
“Si Bangsat kenapa?” Rinai mendongak begitu suara Ipang terdengar dari depan mejanya. Hari ini salah satu sahabat Ksatria itu datang ke Heavenly & Co sembari membawakan kopi dan donat untuk Rinai serta Fiona, lalu mengobrol dengan Ksatria di ruangan lelaki itu. “Kenapa apanya?” “Kadang senyum-senyum kayak orang gila, kadang uring-uringan.” “Biasalah, anak pertama kan bebannya berat. Mungkin Ksatria kayak gitu karena efek itu,” jawab Rinai dengan asal. Ipang yang berdiri di depan meja Rinai tertawa begitu mendengarnya. Lelaki itu merogoh sesuatu dari tasnya dan berkata, “Kata Kalu kamu udah punya pacar, Nai. Beneran?” “Hoaks,” timpal Rinai dengan santai. “Masih on progress kok, kenapa sih kalian terta
Bukan Ksatria Baja Hitam: Kenapa sih pergi sama si globe itu? Kok dari pagi nggak bilang aku?Bukan Ksatria Baja Hitam: Maksudku peta dunia.Bukan Ksatria Baja Hitam: Nai, jawab dong.Bukan Ksatria Baja Hitam: Sekarang aku terjebak sama si Ale-Ale ini.Bukan Ksatria Baja Hitam: Nai, help me!Bukan Ksatria Baja Hitam: I’m dying here.Bukan Ksatria Baja Hitam: Alone.Bukan Ksatria Baja Hitam: Without you.“Apa sih ni anak?” gerutu
“Aku masih kesel kamu tinggalin sama Aleah kemarin.”“Jadi kamu ngambek sama aku?”“Iya!”“Dasar bayi besar,” ledek Rinai pada Ksatria yang menyetir di sebelahnya.Hari ini mereka pergi ke tailor di mana Ipang sudah menyuruh kelima sahabatnya fitting untuk jas yang akan mereka kenakan di hari pernikahannya nanti. Sebenarnya mereka bisa saja membeli jas mereka sendiri.Tapi melihat kelakuan Kalu dan Ksatria di acara pernikahan terakhir yang mereka hadiri bersama, di mana keduanya kalah taruhan dan malah memakai setelan jas berwarna gold dan silver, Ipang tahu ia harus mengendalikan kelima sahabatnya terlebih dahulu sebelum mereka membuat kekacauan.Bukannya Ipang tidak suk
Leona sedang duduk di teras rumahnya sembari berpikir, apa lagi yang bisa ia lakukan supaya Ksatria mau untuk mencoba menjalani perjodohannya dengan Aleah.Dari sekian banyak perempuan muda di sekitarnya—baik itu yang terang-terangan atau yang diam-diam—menginginkan Ksatria, Leona tak menemukan satu pun yang menurutnya cocok.Tapi ketika di satu hari ia bertemu dengan Aleah, Leona tahu kalau orang seperti Aleah pasti cocok dengan anaknya. Leona hanya ingin Ksatria mulai berpikir untuk hidup dengan lebih serius dan tentu saja menikah.Tidak mungkin kan Ksatria akan melajang selamanya dan terus menerus bermain perempuan?Ketika ia bertemu dengan Aleah secara tak sengaja, Leona langsung tahu kalau Aleah adalah perempuan yang cocok dengan Ksatria.Aleah adalah peremp