“Sangat cantik,” puji Mada pada Jenar dengan nada yang sangat sensual.Mada membelai Jenar dengan tangan yang berbeda, mengusap lembut area pipi kemudian menjalar ke area perpotongan leher yang sudah memiliki beberapa bercak cinta sebelum meremas kecil payudara Jenar dari arah luar.“Hmm … Mada,” gumam Jenar disertai oleh lenguh panjang berisikan kenikmatan hingga memancing libido Mada pada tahap tertinggi.Pinggulnya bergerak-gerak gelisah, ingin merasakan yang lebih dari seorang Mada.Sampai detik ini, jamah yang diberikan Mada pada tubuhnya tidak pernah gagal dan selalu membuat Jenar ingin merasakan lebih dibandingkan yang terjadi saat ini.Seluruh syaraf ditubuhnya terus memanggil nama Mada, berupaya membelai dan mengajak pria itu untuk beradu peluh bersama seiring waktu yang terlewati.“Sentuh dirimu, Jenar. Aku ingin melihatnya,” tukas Mada.Laki-laki itu berhenti sejenak, dia menarik jemarinya yang berada di dalam tubuh Jenar serta menyelipkan jemari yang basah nan lembab terse
Jenar makin mengetatkan dekapnya kepada Mada.“Astaga, ini … ini—sa … ahhhh.”Tubuhnya benar-benar menuntut agar segera dipuaskan sebab libidonya sudah terpancing sampai tahap tidak masuk akal.Pria itu terus menuduk untuk mengecup serta mengisap payudaranya dengan sangat bersemangat sebelum kembali mencumbu bibir yang menjadi bengkak tersebut.Lidah Mada terus bergerak dengan gerak berputar serta memberikan sedikit gigitan pada puncak yang membengkak tersebut sehingga Jenar melengkungkan punggung lalu memutuskan tuk menjambak-jambak rambut Mada.“Jenar,” panggil Mada dengan lembut dan penuh akan kasih sayang.Pria yang menyandang status sebagai duda itu menggoyangkan bokongnya maju serta mundur teramat perlahan ketika Jenar melempar kepalanya ke arah belakang.Dalam waktu yang sama mereka saling melenguh ketika hasrat perlahan tersalurkan.“Aku baru teringat akan sesuatu,” sela Mada saat mereka bersenggama.Puncak kenikmatan dunia yang sudah Jenar rasakan datang mendekat lantas terta
“Kamu sudah mendengar kabar tentang Pak Mada?”“Apakah itu kabar bahwa dia akan segera melepas masa lajang?” kikik seorang berkaca mata dengan cukup geli.“Kabar apa? Apa menariknya hidup Pak Mada untuk diulik?”“Benar, dia bukanlah seorang selebritis,” bisik yang lain menimpali seraya bersandar pada tepi kubikel yang memisahkan karyawan.“Aku baru dengar dia seorang duda,” terangnya dengan nada pelan hingga yang lainnya mendekat sebelum mencebik dan menjauhkan diri.“Memalukan. Pria sepertinya menjadi duda?” tanya yang lain dengan nada mencibir.“Oh jangan katakan bahwa Pak Mada adalah pihak yang diceraikan,” sambar karyawan yang lain dengan rambut kuncir kuda.“Mungkin Pak Mada adalah orang yang bermasalah dan dia malu mengakui bahwa dirinya duda sehingga berusaha keras untuk menutupinya dari para karyawan.”“Pantas akhir-akhir ini aku jarang melihatnya memakai cincin kawin di jari manis."“KAMU MEMPERHATIKANNYA, DELILAH?!”Delilah si pembawa berita lantas mengangguk dan mengerlingk
“Kalau riasanmu habis, kabarkan padaku. Aku akan membelikannya sebagai stok seumur hidup.”Jenar menoleh ke arah Mada setelah berjingkat-jingkat keluar dari dalam mobil presdir Lawana tersebut.“Kalau begitu, belikan aku saham di salah satu toko kosmetik yang terkenal, bagaimana?”Jenar berjalan dibelakang Mada sedangkan Mada memasang raut dinginnya yang biasa, mencoba menjaga sikap dengan Jenar setelah malam panas di dalam mobil yang keduanya jalani.Tidak ada yang boleh tahu bahwa mereka memiliki kedekatan lebih dari sekadar profesional.Ah, tentu saja mereka profesional.Profesional di kantor sekaligus profesional dalam memuaskan hasrat satu sama lain.“Permintaanmu terlampau sederhana untuk aku turuti, Nona Penggoda.”Mendengar sapaan yang sudah lama tidak terucap dari belah bibir Mada, Jenar menjadi berjengit dan bulu kuduknya mendadak meremang.Dari arah belakang, Jenar memperhatikan Mada dan terus mengekor dibelakangnya, menjaga jarak aman selayaknya sekretaris pribadi dan pres
“Kamu bisa bicara denganku baik-baik seperti tadi, tidak perlu menghardik.”Jenar membuntuti Mada lalu menutup pintu ruang kerja si pria kemudian menatap tajam ke arah lelaki yang tadi mempermalukannya.“Itu benar-benar mempermalukan diriku, Mad,” geramnya lagi dengan hati yang terasa panas.“Seolah-olah, kamu berupaya menjatuhkanku dan membuat diriku terlihat buruk di hadapan pekerja yang lain,” protes Jenar dengan berdiri beberapa langkah dibelakang Mada yang sedang memunggunginya.“Mada, jawab,” desak Jenar kepada Mada yang masih menutup mulutnya, berusaha menebar banyak jala teka teki hingga perempuan itu dilanda oleh emosi yang berkecamuk.“Jujur padaku, apa yang aku lakukan selalu mengecewakanmu?” tuntutnya meminta kejelasan.Berkat hardik yang diberikan kepada dirinya oleh Mada tadi, Jenar praktis merasa malu hingga telinganya memerah.Dia merasa bahwa Mada tidak memerlakukannya dengan manusiawi, untuk itu dia meminta penjelasan.Selangkah demi selangkah, Mada mendekati Jenar.
“Semalam, kamu jadi bertemu dengan Mada?” Ryota memandang lurus ke arah luar, menatap lapangan golf yang terlihat begitu hijau sebelum perlahan menatap ke arah Tash yang tengah mengunyah muffin cokelat dengan sangat perlahan. “Tebakanmu benar, dia datang dengan perempuan yang sama dengan di acara charity.” Tash menggerakan jemarinya kemudian meraih gelas berleher tinggi untuk meneguk isinya seraya sedikit memiringkan tubuh menjauhi titik pandang Ryota. “Itu Jenar, sekretarisnya,” balasnya sejurus kemudian setelah mencari tahu lingkup terdekat Mada setelah di acara charity, Mada bersikap mencurigakan. "Dan aku yakin, Jenar bukan sekadar sekretaris bagi Mada." Ryota menyilangkan kedua tangannya di depan dada lalu bersandar di kursi seraya memandang penjuru di lounge tersebut. Matanya menyipit dan sudut bibirnya terangkat pada satu sisi. "Dia pasti spesial, tidak mungkin Mada mengajak sembarang orang ke acara charity lalu berusaha mati-matian menyembunyikan identitasnya." “Aku ta
“Peningkatan dalam kuartal ketiga di tahun ini seharusnya menjadi indikator yang baik untuk Lawana Corporation, tetapi saya kira tidak demikian.” Jenar berjarak cukup jauh dari Mada. Dirinya bosan sekaligus lapar. "Apa yang saya katakan bisa menjadi benar sekaligus salah. Bukankah keraguan adalah pertanda bahwa kita kritis terhadap hal yang dikerjakan?" tanya Mada seraya berjalan menuju tempat duduknya. Mendengar pemaparan rapat meski hal ini merupakan bagian dari pekerjaannya, tetap saja membuat perempuan yang sedang menahan lapar itu jenuh. “Harus diakui bahwa memang kurvanya terlihat lebih tinggi, tapi apakah para stakeholder menyadari bahwasanya …” Jenar memutuskan untuk meneguk air serta mengunyah makanan ringan yang disajikan sambil sedikit memalingkan wajah sedangkan telinganya terus saja mendengar suara Mada. “Pak Mada, saya izin menyela, Pak.” Mada mengangkat kepala, begitu pula beberapa pasang mata yang langsung mengarah kepada si pria paru baya tersebut. “Silakan,” k
“Apa kamu benar-benar tidak memiliki kekasih, Je?” tanya Taka kepada Jenar yang hanya terkekeh geli.[Pak Mada: Kalau ingin berkencan denganku, katakan saja.]Jenar mengibaskan tangan sedangkan matanya tertuju kepada layar ponsel yang memberikan notifikasi terdapat pesan baru dari Mada.“Begitu lah, Mas.”“Jangan berteka teki seperti itu, Je,” kekehnya mengamati raut Jenar yang terlihat cukup“Taka, sejujurnya aku tidak yakin jika Jenar masih sendiri,” sambung Lamina dengan mengedipkan mata ke arah Jenar.“Lami, jangan asal bicara,” timpal Jenar dengan mendengkus.“Artinya kamu sudah memiliki kekasih.”“Hei, bisakah aku memilih untuk tidak menjawabnya?”“Ladies, apa ada yang ingin menambah gyoza?”“Taka, aku kenyang.”“Aku …”Lamina bersiul dengan cukup panjang sedangkan Taka hanya mengangkat bahu, berusaha memberikan privasi kepada Jenar.Jenar sendiri tengah bersusah payah untuk menyalakan kontras di ponselnya agar sorot temaram dari tempat ketiganya bersemayam tidak membuat Jenar k